Perseverance of the Saints
Poin terakhir Calvinisme ini adalah kesimpulan akhir dari seluruh rangkaian nalar John Calvin yang dipungutnya dari Agustinus. Sebagaimana poin satu hingga empat tidak memiliki dasar Alkitab, maka sudah jelas kesimpulan akhirnya juga tidak alkitabiah. Dasar dari Perseverance of the Saints Calvinisme bukanlah pada ayat-ayat Alkitab tetapi pada jalur nalar mereka yang jika Allah memilih seseorang, menebusnya dengan kematian Yesus Kristus, dan telah menerapkan kepadanya anugerah yang tidak bisa ditolak, maka apapun yang terjadi pada orang tersebut, ia tidak akan binasa lagi. Ia pasti akan masuk Sorga! Itulah jalan nalar Calvinisme yang menjadi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme.
Mereka selalu berargumentasi bahwa jika Allah yang memegang orang tersebut, dan jika Allah yang memelihara iman orang tersebut, maka jika ia sampai tidak masuk Sorga maka itu berarti Allah telah gagal. Argumentasi ini sama dengan, jika penebusan Yesus Kristus mencakup seluruh dunia, atau semua manusia, lantas kenyataannya tidak semua orang masuk Sorga, maka penebusan Kristus terhadap mereka yang masuk Neraka telah gagal.
Kedua jalan nalar ini didasarkan pada konsep manusia tidak memiliki kehendak bebas untuk menolak anugerah Allah. Bahwa manusia lebih rendah dari anjing, karena najing saja bisa memilih mau datang kepada tuannya atau tidak ketika dipanggil namanya’. Calvinis percaya bahwa manusia yang belum menjadi Kristen tidak memiliki kebebasan untuk menolak anugerah Allah, dan sesudah menjadi Kristen, atau “diselamatkan” ia lebih tidak memiliki kehendak bebas lagi. Ia bagaikan boneka keramik yang jika pecah maka pemiliknyalah yang harus disalahkan. Sehingga keselamatan akhir dari seorang Calvinis sepenuhnya tergantung pada cengkeraman Allah atas dirinya. Kalau kelak ternyata ia gagal masuk Sorga, sepenuhnya bukanlah kesalahannya, melainkan kegagalan Allah. Sekali lagi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme adalah manusia tiadk memiliki kehendak bebas, tidak bisa berpikir, atau sekedar boneka.
Sebaliknya Alkitab mengajarkan bahwa manusia setelah jatuh ke dalam dosa sama sekali tidak kehilangan kesadaran diri seperti manusia jatuh dari gedung lantai sepuluh yang pingsan total, melainkan dalam Kejadian 3:22, dikatakan menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat, bahkan ada pernyataan dari Allah sendiri bahwa manusia telah menjadi salah satu Allah.
Allah adalah pribadi yang tahu tentang yang baik dan yang jahat, namun Ia memiliki keseimbangan dan memiliki standar kebaikan serta memiliki kuasa untuk mengendalikan diriNya. Seluruh sifat Allah memiliki keseimbangan. Sebaliknya manusia menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat dengan tanpa memiliki keseimbangan, tanpa memiliki pengendalian diri, dan dirinya sendiri tidak bisa menjadi standar kebenaran, sehingga ketika ia menjadi allah bagi dirinya sendiri ia akan berakhir dalam kebinasaan oleh pengetahuannya tentang yang jahat. Inilah alasan Allah tidak mau manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Sama sekali bukan karena Allah egois melainkan Allah tahu jika manusia memiliki pengetahuan yang jahat dengan tanpa kemampuan pengendalian diri dan keseimbangan antara sifat kemanusiaannya, maka hasil akhirnya akan negatif.
Namun Allah telah menciptakannya dengan kemampuan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, dan tentu kita lebih senang dengan keadaan kemanusiaan kita daripada diciptakan seperti robot sekalipun ada resiko. Karena memiliki kemampuan dan kebebasan memilih maka Hawa telah memilih untuk dirinya, demikian juga Adam. Tetapi Adam dan Hawa akan kita jumpai di Sorga karena mereka percaya kepada janji Allah untuk mengutus Juruselamat. Buktinya ketika Hawa melahirkan Kain, ia menyangka telah melahirkan Sang Juruselamat.
Kej 4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki DENGAN PERTOLONGAN TUHAN.”
Kata “dengan pertolongan” yang saya sengaja cetak huruf besar tebal itu tidak ada dalam bahasa aslinya. Sesungguhnya …. Lebih tepat diterjemahkan “seorang laki-laki yang adalah YAHWEH.” Kata adalah direct object mark (tanda obyek langsung), seperti ‘saya makan pisang’ sebelum kata pisang harus ada kata ..(et). Jadi kelihatannya Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa sangat percaya janji Allah untuk mengirim Juruselamat, dan ia tahu bahwa Sang Juruselamat itu adalah Allah sendiri yang akan menjadi manusia, sehingga ketika ia melahirkan Kain, ia menyangka bahwa itu adalah Sang Juruselamat.
Allah tahu keadaan Adam dan Hawa bahkan semua manusia. Allah tahu bahwa mereka akan berbuat ini dan itu. Tetapi Allah tidak menetapkan mereka melakukan hal-hal yang jahat sebagaimana diyakini oleh para calvinis. Para Calvinis selalu mengaitkan antara kemahatahuan Allah dengan predestinasi Allah, bahkan mereka berkata bahwa Allah tahu karena Allah menetapkan (mempredestinasikan). Ini kesimpulan bahwa Allah telah menetapkan seorang wanita diperkosa maka Allah tahu akan kejadian itu. Orang berdosa yang menentang Allah memperkosa perempuan berdosa yang juga menentang Allah adalah siklus perbuatan orang berdosa. Dan Allah telah memutuskan untuk mengadili manusia bukan hanya pada perbuatan mereka bahkan sampai kepada pikiran mereka.
Sesungguhnya tidak ada seorang Calvinis pun yang dapat memastikan dirinya akan masuk Sorga karena tidak ada seorang calvinis pun yang tahu pasti bahwa dirinya termasuk dalam orang-orang pilihan. Mereka hanya yakin begitu saja bahwa mereka adalah orang-orang pilihan. Dengan kata lain jika orang-orang tidak akan percaya, itu adalah karena Allah tidak memberikan iman kepada mereka, karena mereka bukan orang-orang yang dipilih Allah. Dan dalam kenyataan jika mereka menemukan orang-orang yang tadinya beriman, terus kemudian tidak beriman lagi, biasanya mereka meyimpulkan bahwa orang tersebut dari awalnya memang tidak dikasih iman oleh Allah. Jadi, siapapun di kalangan calvinis, bahkan yang paling giat sekalipun kalau suatu hari dia mundur dari iman, mereka akan simpulkan bahwa memang dari sejak awal orang itu sebenarnya tidak diberi iman karena ia bukan orang pilihan.
Karena iman itu adalah pemberian Allah maka adalah tanggung jawab Allah untuk memberikan iman yang kuat, dan kalau ternyata iman seseorang tidak kuat, tentu itu adalah karena Allah telah memberikan iman yang mutunya rendah. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika di gereja Reform atau Presbyterian ada anggota-anggota jemaat dengan kondisi keteguhan iman yang bervariasi, itu karena Allah memberikan jenis keteguhan iman yang bervariasi. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa Gembala Jemaat tidak perlu mengadakan berbagai usaha pemupukan iman karena menurut mereka iman seseorang sepenuhnya adalah tanggung jawab Allah. Karena Allah yang bertanggung jawab, maka mereka simpulkan bahwa iman seorang yang telah diplih Allah tidak mungkin bisa gagal, bahkan tidak mungkin bisa mundur, karena kalau mereka sampai mundur maka ia bukan orang pilihan, atau Allah gagal menjaga iman orang itu. Tentu mereka akan memilih yang pertama daripada menuduh Allah gagal.
Itu adalah jalan nalar Calvinisme, sekalipun kadang mereka menyangkalnya. Mereka membuat pernyataan, dan kemudian dari pernyataan mereka kita menarik kesimpulan yang logis, sehingga mereka terpojok, dan kemudian mereka menyangkal kesimpulan itu. Tetapi sesungguhnya apa kata Alkitab? Alkitab berkata bahwa iamn timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17). Bahkan sebelumnya, yaitu pada ayat 9 hingga 15, Paulus berargumentasi,
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”
Jelas sekali bahwa iman timbul dari mendengarkan pemberitaan Injil. Kalimat “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia” adalah sebuah statemen bahwa manusia tidak bisa percaya kepada sesuatu yang tidak pernah didengarnya.
Kalau iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus, dan iman itu kemudian perlu dipelihara (II Tim 4:7), dan iman itu harus bertumbuh (Ef 4:11-15) maka valid sekali untuk menyimpulkan bahwa ada aspek tanggung jawab manusia untuk tetap beriman setelah yang bersangkutan diselamatkan. Orang yang telah diselamatkan harus bertekun di dalam iman (Kis 14:22, Kol 1:23, I Tim 2:15). Tidak dibenarkan bagi orang yang telah diselamatkan untuk melepas tanggung jawab tetap setia sampai mati (Why 2;10). Bahkan Ibr 3:14 mengatakan bahwa yang bersangkutan harus memegang teguh Injil.
Ibr 3:14 Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula
Apakah berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita bisa dikategorikan upaya manusia untuk keselamatannya? Tentu saja tidak! Karena yang dimaksudkan bukan kita memegang buku atau kitab Injil yang terbuat dari kertas. Maksud ‘berpegang’ itu tentu bukan dengan tangan, melainkan dengan hati dan pikiran yang arti keseluruhannya ialah tetap percaya. Hal yang hamper sama diungkapkan dalam I Kor 15:2,
Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu — kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya
Nasehat ini jelas kepada orang yang telah diselamatkan, bahwa mereka sekalipun telah diselamatkan mereka perlu berpegang teguh pada Injil. Sekali lagi bukan memegang dengan jasmani melainkan tidak berubah keyakinan. Bahkan ada kalangan Baptis yang one-point Calvinist salah mengerti sehingga mereka menuduh pihak yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai menekankan keselamatan oleh usaha manusia. Tetap pada keyakinan semula itu bukan usaha, melainkan sikap. Namun toh apapun juga, itulah yang diperintahkan firman Tuhan.
Benarlah perkataan ini: “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya. (II Tim 2:11-13)
Perhatikan bunyi ayat terkutip di atas, “jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita.” Bisakah orang yang telah diselamatkan menyangkal Tuhan? Apakah orang yang telah diselamatkan kehilangan kesadaran diri dan kebebasan untuk memilih? Apakah orang yang telah diselamatkan berubah menjadi robot? Lalu ada yang menjawab, bukankah “jika kita tidak setia, Dia tetap setia?” Betul sekali! Tetapi tidak dikatakan bahwa ia setia kepada orang yang tidak setia, melainkan Ia tetap Allah yang setia. Sekalipun Lucifer tidak setia, Ia tetap Allah yang setia. Mengapa? Karena Ia tidak dapat menyangkal dirinya. Menyangkal adalah sikap, sedangkan setia adalah sifat. Sifat Allah tidak pernah berubah sekalipun langit dan bumi berubah. Ia adalah Allah yang setia. Ia setia kepada firmanNya, setia kepada janjiNya. Ia tidak pernah berjanji untuk tetap menyelamatkan orang yang menyangkaliNya. Ia hanya berjanji akan menyelamatkan orang yang setia kepadaNya. Untuk itu saya aman jika saya memegang teguh janjiNya. Saya memegang teguh InjilNya. Saya pasti masuk Sorga, bukan karena keyakinan yang belum pasti bahwa saya dipilih melainkan karena saya memegang teguh InjilNya, dan janji setiaNya.
Poin terakhir Calvinisme ini adalah kesimpulan akhir dari seluruh rangkaian nalar John Calvin yang dipungutnya dari Agustinus. Sebagaimana poin satu hingga empat tidak memiliki dasar Alkitab, maka sudah jelas kesimpulan akhirnya juga tidak alkitabiah. Dasar dari Perseverance of the Saints Calvinisme bukanlah pada ayat-ayat Alkitab tetapi pada jalur nalar mereka yang jika Allah memilih seseorang, menebusnya dengan kematian Yesus Kristus, dan telah menerapkan kepadanya anugerah yang tidak bisa ditolak, maka apapun yang terjadi pada orang tersebut, ia tidak akan binasa lagi. Ia pasti akan masuk Sorga! Itulah jalan nalar Calvinisme yang menjadi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme.
Mereka selalu berargumentasi bahwa jika Allah yang memegang orang tersebut, dan jika Allah yang memelihara iman orang tersebut, maka jika ia sampai tidak masuk Sorga maka itu berarti Allah telah gagal. Argumentasi ini sama dengan, jika penebusan Yesus Kristus mencakup seluruh dunia, atau semua manusia, lantas kenyataannya tidak semua orang masuk Sorga, maka penebusan Kristus terhadap mereka yang masuk Neraka telah gagal.
Kedua jalan nalar ini didasarkan pada konsep manusia tidak memiliki kehendak bebas untuk menolak anugerah Allah. Bahwa manusia lebih rendah dari anjing, karena najing saja bisa memilih mau datang kepada tuannya atau tidak ketika dipanggil namanya’. Calvinis percaya bahwa manusia yang belum menjadi Kristen tidak memiliki kebebasan untuk menolak anugerah Allah, dan sesudah menjadi Kristen, atau “diselamatkan” ia lebih tidak memiliki kehendak bebas lagi. Ia bagaikan boneka keramik yang jika pecah maka pemiliknyalah yang harus disalahkan. Sehingga keselamatan akhir dari seorang Calvinis sepenuhnya tergantung pada cengkeraman Allah atas dirinya. Kalau kelak ternyata ia gagal masuk Sorga, sepenuhnya bukanlah kesalahannya, melainkan kegagalan Allah. Sekali lagi dasar konsep Perseverance of the Saints Calvinisme adalah manusia tiadk memiliki kehendak bebas, tidak bisa berpikir, atau sekedar boneka.
Sebaliknya Alkitab mengajarkan bahwa manusia setelah jatuh ke dalam dosa sama sekali tidak kehilangan kesadaran diri seperti manusia jatuh dari gedung lantai sepuluh yang pingsan total, melainkan dalam Kejadian 3:22, dikatakan menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat, bahkan ada pernyataan dari Allah sendiri bahwa manusia telah menjadi salah satu Allah.
Allah adalah pribadi yang tahu tentang yang baik dan yang jahat, namun Ia memiliki keseimbangan dan memiliki standar kebaikan serta memiliki kuasa untuk mengendalikan diriNya. Seluruh sifat Allah memiliki keseimbangan. Sebaliknya manusia menjadi tahu akan yang baik dan yang jahat dengan tanpa memiliki keseimbangan, tanpa memiliki pengendalian diri, dan dirinya sendiri tidak bisa menjadi standar kebenaran, sehingga ketika ia menjadi allah bagi dirinya sendiri ia akan berakhir dalam kebinasaan oleh pengetahuannya tentang yang jahat. Inilah alasan Allah tidak mau manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu. Sama sekali bukan karena Allah egois melainkan Allah tahu jika manusia memiliki pengetahuan yang jahat dengan tanpa kemampuan pengendalian diri dan keseimbangan antara sifat kemanusiaannya, maka hasil akhirnya akan negatif.
Namun Allah telah menciptakannya dengan kemampuan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, dan tentu kita lebih senang dengan keadaan kemanusiaan kita daripada diciptakan seperti robot sekalipun ada resiko. Karena memiliki kemampuan dan kebebasan memilih maka Hawa telah memilih untuk dirinya, demikian juga Adam. Tetapi Adam dan Hawa akan kita jumpai di Sorga karena mereka percaya kepada janji Allah untuk mengutus Juruselamat. Buktinya ketika Hawa melahirkan Kain, ia menyangka telah melahirkan Sang Juruselamat.
Kej 4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki DENGAN PERTOLONGAN TUHAN.”
Kata “dengan pertolongan” yang saya sengaja cetak huruf besar tebal itu tidak ada dalam bahasa aslinya. Sesungguhnya …. Lebih tepat diterjemahkan “seorang laki-laki yang adalah YAHWEH.” Kata adalah direct object mark (tanda obyek langsung), seperti ‘saya makan pisang’ sebelum kata pisang harus ada kata ..(et). Jadi kelihatannya Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa sangat percaya janji Allah untuk mengirim Juruselamat, dan ia tahu bahwa Sang Juruselamat itu adalah Allah sendiri yang akan menjadi manusia, sehingga ketika ia melahirkan Kain, ia menyangka bahwa itu adalah Sang Juruselamat.
Allah tahu keadaan Adam dan Hawa bahkan semua manusia. Allah tahu bahwa mereka akan berbuat ini dan itu. Tetapi Allah tidak menetapkan mereka melakukan hal-hal yang jahat sebagaimana diyakini oleh para calvinis. Para Calvinis selalu mengaitkan antara kemahatahuan Allah dengan predestinasi Allah, bahkan mereka berkata bahwa Allah tahu karena Allah menetapkan (mempredestinasikan). Ini kesimpulan bahwa Allah telah menetapkan seorang wanita diperkosa maka Allah tahu akan kejadian itu. Orang berdosa yang menentang Allah memperkosa perempuan berdosa yang juga menentang Allah adalah siklus perbuatan orang berdosa. Dan Allah telah memutuskan untuk mengadili manusia bukan hanya pada perbuatan mereka bahkan sampai kepada pikiran mereka.
Sesungguhnya tidak ada seorang Calvinis pun yang dapat memastikan dirinya akan masuk Sorga karena tidak ada seorang calvinis pun yang tahu pasti bahwa dirinya termasuk dalam orang-orang pilihan. Mereka hanya yakin begitu saja bahwa mereka adalah orang-orang pilihan. Dengan kata lain jika orang-orang tidak akan percaya, itu adalah karena Allah tidak memberikan iman kepada mereka, karena mereka bukan orang-orang yang dipilih Allah. Dan dalam kenyataan jika mereka menemukan orang-orang yang tadinya beriman, terus kemudian tidak beriman lagi, biasanya mereka meyimpulkan bahwa orang tersebut dari awalnya memang tidak dikasih iman oleh Allah. Jadi, siapapun di kalangan calvinis, bahkan yang paling giat sekalipun kalau suatu hari dia mundur dari iman, mereka akan simpulkan bahwa memang dari sejak awal orang itu sebenarnya tidak diberi iman karena ia bukan orang pilihan.
Karena iman itu adalah pemberian Allah maka adalah tanggung jawab Allah untuk memberikan iman yang kuat, dan kalau ternyata iman seseorang tidak kuat, tentu itu adalah karena Allah telah memberikan iman yang mutunya rendah. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika di gereja Reform atau Presbyterian ada anggota-anggota jemaat dengan kondisi keteguhan iman yang bervariasi, itu karena Allah memberikan jenis keteguhan iman yang bervariasi. Pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa Gembala Jemaat tidak perlu mengadakan berbagai usaha pemupukan iman karena menurut mereka iman seseorang sepenuhnya adalah tanggung jawab Allah. Karena Allah yang bertanggung jawab, maka mereka simpulkan bahwa iman seorang yang telah diplih Allah tidak mungkin bisa gagal, bahkan tidak mungkin bisa mundur, karena kalau mereka sampai mundur maka ia bukan orang pilihan, atau Allah gagal menjaga iman orang itu. Tentu mereka akan memilih yang pertama daripada menuduh Allah gagal.
Itu adalah jalan nalar Calvinisme, sekalipun kadang mereka menyangkalnya. Mereka membuat pernyataan, dan kemudian dari pernyataan mereka kita menarik kesimpulan yang logis, sehingga mereka terpojok, dan kemudian mereka menyangkal kesimpulan itu. Tetapi sesungguhnya apa kata Alkitab? Alkitab berkata bahwa iamn timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm 10:17). Bahkan sebelumnya, yaitu pada ayat 9 hingga 15, Paulus berargumentasi,
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!”
Jelas sekali bahwa iman timbul dari mendengarkan pemberitaan Injil. Kalimat “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia” adalah sebuah statemen bahwa manusia tidak bisa percaya kepada sesuatu yang tidak pernah didengarnya.
Kalau iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus, dan iman itu kemudian perlu dipelihara (II Tim 4:7), dan iman itu harus bertumbuh (Ef 4:11-15) maka valid sekali untuk menyimpulkan bahwa ada aspek tanggung jawab manusia untuk tetap beriman setelah yang bersangkutan diselamatkan. Orang yang telah diselamatkan harus bertekun di dalam iman (Kis 14:22, Kol 1:23, I Tim 2:15). Tidak dibenarkan bagi orang yang telah diselamatkan untuk melepas tanggung jawab tetap setia sampai mati (Why 2;10). Bahkan Ibr 3:14 mengatakan bahwa yang bersangkutan harus memegang teguh Injil.
Ibr 3:14 Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula
Apakah berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita bisa dikategorikan upaya manusia untuk keselamatannya? Tentu saja tidak! Karena yang dimaksudkan bukan kita memegang buku atau kitab Injil yang terbuat dari kertas. Maksud ‘berpegang’ itu tentu bukan dengan tangan, melainkan dengan hati dan pikiran yang arti keseluruhannya ialah tetap percaya. Hal yang hamper sama diungkapkan dalam I Kor 15:2,
Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu — kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya
Nasehat ini jelas kepada orang yang telah diselamatkan, bahwa mereka sekalipun telah diselamatkan mereka perlu berpegang teguh pada Injil. Sekali lagi bukan memegang dengan jasmani melainkan tidak berubah keyakinan. Bahkan ada kalangan Baptis yang one-point Calvinist salah mengerti sehingga mereka menuduh pihak yang menekankan tanggung jawab manusia sebagai menekankan keselamatan oleh usaha manusia. Tetap pada keyakinan semula itu bukan usaha, melainkan sikap. Namun toh apapun juga, itulah yang diperintahkan firman Tuhan.
Benarlah perkataan ini: “Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya. (II Tim 2:11-13)
Perhatikan bunyi ayat terkutip di atas, “jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita.” Bisakah orang yang telah diselamatkan menyangkal Tuhan? Apakah orang yang telah diselamatkan kehilangan kesadaran diri dan kebebasan untuk memilih? Apakah orang yang telah diselamatkan berubah menjadi robot? Lalu ada yang menjawab, bukankah “jika kita tidak setia, Dia tetap setia?” Betul sekali! Tetapi tidak dikatakan bahwa ia setia kepada orang yang tidak setia, melainkan Ia tetap Allah yang setia. Sekalipun Lucifer tidak setia, Ia tetap Allah yang setia. Mengapa? Karena Ia tidak dapat menyangkal dirinya. Menyangkal adalah sikap, sedangkan setia adalah sifat. Sifat Allah tidak pernah berubah sekalipun langit dan bumi berubah. Ia adalah Allah yang setia. Ia setia kepada firmanNya, setia kepada janjiNya. Ia tidak pernah berjanji untuk tetap menyelamatkan orang yang menyangkaliNya. Ia hanya berjanji akan menyelamatkan orang yang setia kepadaNya. Untuk itu saya aman jika saya memegang teguh janjiNya. Saya memegang teguh InjilNya. Saya pasti masuk Sorga, bukan karena keyakinan yang belum pasti bahwa saya dipilih melainkan karena saya memegang teguh InjilNya, dan janji setiaNya.