(Ibrani 5:12, 1 Kor 13:11)
Oleh: Saumiman Saud
Menjadi dewasa tidak terjadi secara otomatis, namun perlu proses dan waktu. Dalam proses tersebut mungkin kita harus melewati berbagai tahap, sama seperti seorang anak, untuk mencapai dewasa maka ia harus melewati masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pemuda dan dewasa hingga orang tua. Kita boleh berpuluh tahun menjadi orang percaya, namun tetap tidak menjamin bahwa anda telah dewasa rohani dalam Kristus. Itu sebabnya kita barangkali pernah mendengar istilah Kristen Bonsai. Pohon Bonsai adalah semacam pohon yang sudah berpuluh-puluh tahun usianya namun tetap saja kerdil, karena memang dibentuk secara demikian. Lalu, bagaimana sesungguhnya jika kerohanian kita hendak bertumbuh?
1. Perlu komitmen untuk bertumbuh
Tadi kita telah mengatakan bahwa proses bertumbuh menjadi dewasa tidak ada yang otomatis, namun perlu komitmen. Dan komitmen itu harus dengan sengaja dilakukan dan dipraktekkan. Kita jangan berpikir jika kita setiap minggu datang ke gereja kemudian dengan tertib kita memberikan persembahan itu sudah cukup sebagai modal untuk bertumbuh. Mengapa? Karena hidup orang percaya bukan hanya mendengar tetapi ia juga harus taat dan mempraktekkan apa yang sudah didengar. Kita tidak jarang menemukan orang-orang yang sudah mengerti pengetahuan Alkitab, namun tetap hidupnya berantakan. Gossip tetap saja berlangsung, omong kotor tetap diucapkan, dendam tetap ada di dalam hatinya dan tidak ada pengampunan. Semua ini dapat terjadi karena tidak adanya komitmen di dalam dirinya untuk bertumbuh.
Dr John Chamber, seorang misionaris yang pernah melayani di Indonesia dan saat ini melayani mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat pernah mengucapkan satu kalimat begini “Orang Kristen tidak diminta Tuhan menjadi salesman, tetapi ia diminta menjadi free sample” Di dalam teori ekonomi, yang dimaksud dengan free sample sudah pasrt produk yang mutunya paling baik, sebab kalau yang free sample mutunya jelek, maka produknya tidak ada yang bakal beli. Sayang sekali, ada banyak free sample yang pada mulanya baik, namun kalau sudah menuju ke produknya, hasilnya sudah jelek. Kita tidak jarang menemukan para pedagang yang menjual Mangga atau Salak, yang memberikan contoh Mangga dan Salaknya untuk dimakan rasanya manis, namun jika kita sudah membeli sekarung, maka rasanya asem semua. Kekristenan juga demikian, pada saat permulaan kita mengenal seseorang yang di persekutuan atau gereja, maka orangnya baik sekali, dan kelihatan sangat rohani dan suci. Namun makin lama bergaul, keluarlah belangnya.
Jadi dengan tegas saya ingin mengatakan bahwa tidak ada gunanya segudang teori, entah itu Seminar, Conference, bahkan Sekolah Alkitab yang pernah anda ikuti kalau di dalam diri ini tidak ada komitmen untuk bertumbuh maka kita akan menjadi sama seperti orang luar, dan kita sebut orang Kristen Bonsai, kepalanya boleh besar penuh dengan segudang ilmu, namun hatinya kecil dan kerdil.
2. Perlu adanya Pembaharuan hidup yang nyata
Berhubung manusia sudah berdosa, maka akar manusia lama kita tetap saja lengket dalam hidup ini. Apalagi menyangkut kepentingan pribadi, maka orang percaya kadang bisa lupa diri, itu sebabnya saudara dalam Kristus pun rela dikorbankan. Nah hal-hal semacam begini yang menjadi batu sandungan bagi orang luar untuk masuk ke dalam gereja.
Kita perlu ingat, bahwa terlalu sering orang percaya sendiri menjadi penghalang utama bagi baru untuk menjadi percaya, bukan orang luar. Mengapa? Karena si orang percaya tersebut tidak ada pembaharuan dalam dirinya. Alkitab mungkin sudah berulang kali dibacanya, bahkan ada puluhan ayat yang sudah dihafal secara luar kepala. Ia juga memiliki Alkitab lebih dari satu, mulai dari meja kamar, meja kerja, meja tamu, mobil, bahkan kantong saku semua berisi Alkitab. Namun semua ini tidak menjamin kerohaniannya bertambah dewasa, karena ia tidak pernah membiarkan dirinya diperbaharui oleh firman Tuhan itu. Tatkala semuanya berjalan lancar, maka puji Tuhan; namun jika kesulitan menimpa, Tuhan pun dilupakan.
Jika hari ini kita rindu menjadi orang percaya yang dewasa, maka kekristenan kita harus didemonstrasikan atau diwujudnyatakan. Orang luar tidak perduli dengan keaktifan kita di gereja, persekutuan bahkan melayani, namun yang paling penting adalah karakter dan integritas yang nyata.
3. Perlu mengalami Tuhan secara pribadi
Rick Warren, pendeta senior gereja Saddleback mengatakan, “adalah suatu kekeliruan jika orang-orang berpikir bahwa kerohanian seseorang akan bertumbuh melalui studi Alkitab”. Pada saat pertama saya membaca tulisannya, saya merasa kaget juga. Namun setelah berpikir ulang saya sadar, bahwa sesungguhnya studi Alkitab tidak menjamin bahwa rohani seseorang bertumbuh. Terlalu banyak ditemukan mereka yang makin belajar Alkitab, lalu pulang ke gereja menjadi para pengkritik, bahkan ada satu dua yang mencoba-coba mengadakan reformasi di gereja.
Jika seseorang hendak bertumbuh rohaninya, maka selain Alkitab yang dibacanya, maka ia juga perlu mengalami Tuhan secara nyata, dan untuk mengalami Tuhan secara nyata maka perlu waktu, tidak dapat secara instant. Kadang kita perlu mengalami kesulitan bahkan penderitaan dan tekanan, supaya kita benar-benar merasakan dan mengalami kasih Tuhan yang nyata itu.
Tatkala Musa berumur empat puluh tahun, ia berpikir bahwa ia sudah terlatih dan memilki segalanya dari istana, sehingga dengan tekad bulat ia berusaha membebaskan bangsanya yang sedang disiksa oleh salah seorang prajurit Mesir. Namun apa lacur? Perbuatannya terbongkar, sehingga ia terpaksa harus melarikan diri dalam pengasingan, dan di sana ia mengalami kasih Tuhan. Pada saat umur seratus dua puluh tahun dia kembali diutus Tuhan untuk menghadapi Firaun untuk membebaskan orang Israel, namun pada saat itu Musa mengaku bahwa dirinya tidak ada apa-apanya. Mengapa? Orang yang sudah mengalami kasih Tuhan, walaupun ia penuh dengan segudang ilmu dan keahlian, ia tetap saja merasa rendah di hadapan Tuhan.
Studi Alkitab tidak cukup, kita perlu pengalaman menyembah Tuhan, pengalaman persekutuan satu dengan yang lain dan juga pengalaman penginjilan. Dengan demikian kita bukan hanya dibangun dan diisi secara otak, tetapi juga hati, sehingga kita benar-benar menjadi orang Kristen yang dewasa secara rohani.
|||||||||+++ +|||||||| |++++|||| |||||++++ |||||||||
Oleh: Saumiman Saud
Menjadi dewasa tidak terjadi secara otomatis, namun perlu proses dan waktu. Dalam proses tersebut mungkin kita harus melewati berbagai tahap, sama seperti seorang anak, untuk mencapai dewasa maka ia harus melewati masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa pemuda dan dewasa hingga orang tua. Kita boleh berpuluh tahun menjadi orang percaya, namun tetap tidak menjamin bahwa anda telah dewasa rohani dalam Kristus. Itu sebabnya kita barangkali pernah mendengar istilah Kristen Bonsai. Pohon Bonsai adalah semacam pohon yang sudah berpuluh-puluh tahun usianya namun tetap saja kerdil, karena memang dibentuk secara demikian. Lalu, bagaimana sesungguhnya jika kerohanian kita hendak bertumbuh?
1. Perlu komitmen untuk bertumbuh
Tadi kita telah mengatakan bahwa proses bertumbuh menjadi dewasa tidak ada yang otomatis, namun perlu komitmen. Dan komitmen itu harus dengan sengaja dilakukan dan dipraktekkan. Kita jangan berpikir jika kita setiap minggu datang ke gereja kemudian dengan tertib kita memberikan persembahan itu sudah cukup sebagai modal untuk bertumbuh. Mengapa? Karena hidup orang percaya bukan hanya mendengar tetapi ia juga harus taat dan mempraktekkan apa yang sudah didengar. Kita tidak jarang menemukan orang-orang yang sudah mengerti pengetahuan Alkitab, namun tetap hidupnya berantakan. Gossip tetap saja berlangsung, omong kotor tetap diucapkan, dendam tetap ada di dalam hatinya dan tidak ada pengampunan. Semua ini dapat terjadi karena tidak adanya komitmen di dalam dirinya untuk bertumbuh.
Dr John Chamber, seorang misionaris yang pernah melayani di Indonesia dan saat ini melayani mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat pernah mengucapkan satu kalimat begini “Orang Kristen tidak diminta Tuhan menjadi salesman, tetapi ia diminta menjadi free sample” Di dalam teori ekonomi, yang dimaksud dengan free sample sudah pasrt produk yang mutunya paling baik, sebab kalau yang free sample mutunya jelek, maka produknya tidak ada yang bakal beli. Sayang sekali, ada banyak free sample yang pada mulanya baik, namun kalau sudah menuju ke produknya, hasilnya sudah jelek. Kita tidak jarang menemukan para pedagang yang menjual Mangga atau Salak, yang memberikan contoh Mangga dan Salaknya untuk dimakan rasanya manis, namun jika kita sudah membeli sekarung, maka rasanya asem semua. Kekristenan juga demikian, pada saat permulaan kita mengenal seseorang yang di persekutuan atau gereja, maka orangnya baik sekali, dan kelihatan sangat rohani dan suci. Namun makin lama bergaul, keluarlah belangnya.
Jadi dengan tegas saya ingin mengatakan bahwa tidak ada gunanya segudang teori, entah itu Seminar, Conference, bahkan Sekolah Alkitab yang pernah anda ikuti kalau di dalam diri ini tidak ada komitmen untuk bertumbuh maka kita akan menjadi sama seperti orang luar, dan kita sebut orang Kristen Bonsai, kepalanya boleh besar penuh dengan segudang ilmu, namun hatinya kecil dan kerdil.
2. Perlu adanya Pembaharuan hidup yang nyata
Berhubung manusia sudah berdosa, maka akar manusia lama kita tetap saja lengket dalam hidup ini. Apalagi menyangkut kepentingan pribadi, maka orang percaya kadang bisa lupa diri, itu sebabnya saudara dalam Kristus pun rela dikorbankan. Nah hal-hal semacam begini yang menjadi batu sandungan bagi orang luar untuk masuk ke dalam gereja.
Kita perlu ingat, bahwa terlalu sering orang percaya sendiri menjadi penghalang utama bagi baru untuk menjadi percaya, bukan orang luar. Mengapa? Karena si orang percaya tersebut tidak ada pembaharuan dalam dirinya. Alkitab mungkin sudah berulang kali dibacanya, bahkan ada puluhan ayat yang sudah dihafal secara luar kepala. Ia juga memiliki Alkitab lebih dari satu, mulai dari meja kamar, meja kerja, meja tamu, mobil, bahkan kantong saku semua berisi Alkitab. Namun semua ini tidak menjamin kerohaniannya bertambah dewasa, karena ia tidak pernah membiarkan dirinya diperbaharui oleh firman Tuhan itu. Tatkala semuanya berjalan lancar, maka puji Tuhan; namun jika kesulitan menimpa, Tuhan pun dilupakan.
Jika hari ini kita rindu menjadi orang percaya yang dewasa, maka kekristenan kita harus didemonstrasikan atau diwujudnyatakan. Orang luar tidak perduli dengan keaktifan kita di gereja, persekutuan bahkan melayani, namun yang paling penting adalah karakter dan integritas yang nyata.
3. Perlu mengalami Tuhan secara pribadi
Rick Warren, pendeta senior gereja Saddleback mengatakan, “adalah suatu kekeliruan jika orang-orang berpikir bahwa kerohanian seseorang akan bertumbuh melalui studi Alkitab”. Pada saat pertama saya membaca tulisannya, saya merasa kaget juga. Namun setelah berpikir ulang saya sadar, bahwa sesungguhnya studi Alkitab tidak menjamin bahwa rohani seseorang bertumbuh. Terlalu banyak ditemukan mereka yang makin belajar Alkitab, lalu pulang ke gereja menjadi para pengkritik, bahkan ada satu dua yang mencoba-coba mengadakan reformasi di gereja.
Jika seseorang hendak bertumbuh rohaninya, maka selain Alkitab yang dibacanya, maka ia juga perlu mengalami Tuhan secara nyata, dan untuk mengalami Tuhan secara nyata maka perlu waktu, tidak dapat secara instant. Kadang kita perlu mengalami kesulitan bahkan penderitaan dan tekanan, supaya kita benar-benar merasakan dan mengalami kasih Tuhan yang nyata itu.
Tatkala Musa berumur empat puluh tahun, ia berpikir bahwa ia sudah terlatih dan memilki segalanya dari istana, sehingga dengan tekad bulat ia berusaha membebaskan bangsanya yang sedang disiksa oleh salah seorang prajurit Mesir. Namun apa lacur? Perbuatannya terbongkar, sehingga ia terpaksa harus melarikan diri dalam pengasingan, dan di sana ia mengalami kasih Tuhan. Pada saat umur seratus dua puluh tahun dia kembali diutus Tuhan untuk menghadapi Firaun untuk membebaskan orang Israel, namun pada saat itu Musa mengaku bahwa dirinya tidak ada apa-apanya. Mengapa? Orang yang sudah mengalami kasih Tuhan, walaupun ia penuh dengan segudang ilmu dan keahlian, ia tetap saja merasa rendah di hadapan Tuhan.
Studi Alkitab tidak cukup, kita perlu pengalaman menyembah Tuhan, pengalaman persekutuan satu dengan yang lain dan juga pengalaman penginjilan. Dengan demikian kita bukan hanya dibangun dan diisi secara otak, tetapi juga hati, sehingga kita benar-benar menjadi orang Kristen yang dewasa secara rohani.
|||||||||+++ +|||||||| |++++|||| |||||++++ |||||||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar