Fundamental Baptist Independent Alkitabiah Dispensational in theology Pre-Tribulational Rapture Pre-millennial Textus Receptus and Masoretic Text (traditional-text based) Baptism by immersion (Baptis Selam) Six-day literal creation Literal & Grammatical & Historical in hermeneutics (Menafsir Alkitab secara Literal-Grammatikal-Historikal, Penafsiran Normal/biasa/sewajarnya).
Sabtu, 27 Februari 2010
Berita Mingguan 27 Februari 2010
Rabu, 17 Februari 2010
EVANGELICALS TURNING TO CATHOLIC SPIRITUALITY
MICROCHIP untuk Penduduk Indonesia?
Segalanya sudah siap bagi pemberian chip seluruh penduduk. Tinggal satu tahap lagi menuju "body chip". Pada saat itu genaplah nubuatan Wahyu 13:16,27 - "Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya."
* * * * *
2010, PEMERINTAH LUNCURKAN KTP ELEKTRONIK
Selasa, 29 Desember 2009
Dhoni Setiawan
JAKARTA, KOMPAS.com - Memanfaatkan teknologi yang makin canggih, pemerintah berencana memberlakukan kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP.
Berbeda dengan KTP yang berlaku saat ini, di dalam KTP elektronik terdapat sebuah cip yang memuat biometrik atau sidik jari dari tiap orang yang memilikinya. Keberadaan KTP elektronik tersebut nantinya diharapkan dapat mempermudah proses-proses pendataan kependudukan yang dilakukan untuk menunjang program-program pemerintah seperti pilkada atau pemilu.
KTP elektronik akan mulai diimplementasikan tahun 2010. Namun, hal ini diperkirakan baru akan selesai (menjangkau semua wilayah Indonesia) pada tahun 2012. Untuk menangani proyek E-KTP ini, pemerintah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Departemen Dalam Negeri serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang dibantu oleh beberapa instansi pemerintah lainnya.
THE EMERGING CHURCH’S “INCARNATIONAL DOCTRINE”
MUSIK: SALAH SATU JENIS RAGI DI TANGAN IBLIS
Musik Duniawi Dalam Gereja Rohani
Banyak orang tidak sadar bahwa Iblis sedang berusaha keras menyusupkan hal-hal duniawi ke dalam gereja, agar gereja menjadi duniawi. Lebih banyak lagi yang tidak sadar bahwa Iblis berupaya memasukkan musik duniawi ke dalam gereja. Dan ternyata ia sangat sukses, karena orang Kristen tidak peduli tentang hal ini. Ketika Iblis berhasil memasukkan musik yang duniawi ke dalam gereja, ia akan perlahan-lahan mengubah gereja itu menjadi gereja duniawi.
Salah satu alasan iblis begitu sukses menyusup masuk ke dalam gereja ialah perangkapnya yang sangat hebat, dan banyak orang Kristen yang masuk dalam perangkap itu. Iblis sengaja menghembuskan paham bahwa “musik adalah netral/amoral.”
Artinya musik itu tidak baik dan juga tidak buruk, atau dengan kata lain “tidak punya nilai moral.” Yang membuatnya baik atau buruk ialah pemakainya. Kata mereka bahwa itu hanya pada kata-katanya, isi hati penyanyinya, dsb. Ini adalah kebohongan yang ditelan bulat-bulat oleh kebanyakan orang Kristen.
Banyak orang suka pada konsep ini, karena dengan demikian ia dapat mendengarkan musik apapun yang ia sukai, tanpa perlu takut apakah musik yang ia sukai baik atau buruk secara moral. Dengan meluasnya konsep ini, musik-musik yang bersifat duniawi masuk dengan leluasa ke dalam gereja, dibawah samaran kata-kata yang rohani. Gereja menerima begitu saja lagu-lagu yang kata-katanya penuh dengan “Yesus”, “Haleluya”, “Bapa”, dll., namun bentuk alunan musiknya bersifat kedagingan.
Musik Jahat Vs. Baik
Musik tidaklah netral! Penganut paham “musik adalah netral” mengatakan bahwa nada dan not, seperti do re mi, tidak baik ataupun jahat secara moral. Memang demikian, tetapi seperti huruf “b” dan “o” adalah netral, tetapi ketika dirangkai dengan huruf lain menjadi kata “b-o-d-o-h”, tiba-tiba rangkaian huruf itu mempunyai makna dan konotasi. Musik juga demikian. Do re mi adalah not-not, balok-balok bangunan, yang ketika dirangkai menjadi melodi, kemudian diberi irama menjadi musik yang mempunyai makna dan konotasi.
HUT GRAPHE XII dan NATAL 2007: SETELAH DUABELAS TAHUN
Tidak terasa waktu berjalan sedemikian cepat. Pada minggu ke-empat bulan Juni, GRAPHE berumur 12 tahun. Bagai mercusuar GRAPHE telah melaksanakan tugas bersinar selama 12 tahun. Kebenaran yang dikumandangkan oleh GRAPHE telah menyelamatkan banyak orang dan telah menuntun banyak gereja kembali ke jalan yang benar.
Berdiri teguh mempertahankan kebenaran yang alkitabiah tentu bukan tugas yang gampang. Tidak ada penjahat yang sedang bersembunyi di dalam kegelapan yang berterima kasih ketika disinari oleh orang yang mau menolongnya keluar dari kegelapan. Sekalipun yang menyinarinya sungguh mengasihinya dan berusaha menolongnya keluar dari kegelapan, namun pencuri yang berusaha menyembunyikan diri, tidak akan berterima kasih, kecuali ia sudah benar-benar menyadari kesalahannya serta menyesalinya dan ingin memperbaiki hidupnya.
GRAPHE harus tetap bergeming, bahkan harus lebih tekun dan teguh bertahan pada kesaksiannya sebagai bukti kasih yang sungguh-sungguh dan konstan. Jika kita ingin menolong orang yang tidak mengerti keadaannya, ketika kita akan menolongnya namun ia marah, tentu kita tidak boleh berhenti menolongnya. Sebab jika kita lalu tidak mau menolong lagi, maka kasih kita kepadanya patut dipertanyakan. Sebaliknya sebagai bukti kasih kita yang tidak berubah, termasuk tidak bisa diubah oleh sikapnya yang menolak usaha pertolongan dari kita.
MENGHITUNG BERKAT TUHAN
Tak ada kata yang lebih tepat dan lebih patut untuk diucapkan kepada Allah yang mengasihi GRAPHE dan Tuhan Yesus yang telah disalibkan bagi setiap anggota jemaat GRAPHE, selain syukur dan terima kasih.
TIDAK MEMBAPTIS?
Baptisan adalah topik yang sudah banyak dibahas. Namun demikian tentu tidak ada larangan untuk membahasnya lagi terutama karena topik ini membawa pengaruh yang sangat besar, karena dihubungkannya oleh kelompok tertentu dengan keselamatan. Sehingga timbul perdebatan tentang posisi baptisan dalam keselamatan jiwa kita.
APAKAH BAPTISAN MENYELAMATKAN?
Jawaban terhadap pertanyaan di atas sangat mempengaruhi kondisi keselamatan seseorang terukuk juga kondisi gereja yang mengajarkannya. Sesungguhnya tidak ada satu ayat pun yang mendukung konsep dibutuhkannya baptisan dalam keselamatan jiwa kita. Jelas sekali bahwa kita diselamatkan dengan iman yang didahului atau bersamaan dengan pertobatan (Ef.2:8-9).
Manusia berdosa tidak bisa pergi ke Sorga karena Allah selain mahakasih, Ia juga mahasuci dan mahaadil. Ia tidak dapat menyangkal diriNya, sebab itu tidak mungkin hanya karena salah satu sifatNya “kasih” lalu orang berdosa bisa menghampiri diriNya tanpa terhalangi oleh sifat lainnya yaitu mahasuci dan mahaadil. Itulah sebabnya satu-satunya jalan penyelesaian dosa manusia ialah melalui penghukuman. Dan untuk itulah maksud kedatangan Yesus dan penyalibanNya di kayu salib. Penyaliban Kristus adalah penghukuman atas dosa seisi dunia.
Kita diselamatkan hanya melalui bertobat dan percaya bahwa penghukuman Yesus adalah penghukuman atas semua dosa kita. Yesus menggantikan saya dihukumkan atas semua dosa saya, dan kini saya hidup bagi-Nya.Tidak boleh ditambah dengan apapun.
Jika diperlukan baptisan untuk memastikan seseorang masuk Sorga, maka jasa seorang“pendeta” untuk memasukkan orang ke Sorga akan sangat besar. Dan akan banyak sekali orang yang berakhir di Neraka karena pendeta terlalu sibuk, atau ia bertobat hari Senin dan mati hari Sabtu sebelum sempat dibaptis pada hari Minggu. Jadi, pembaca bisa berpikir bahwa konsep dibutuhkan baptisan untuk masuk Sorga itu bukan hanya tidak alkitabiah bahkan tidak masuk akal.
Minggu, 14 Februari 2010
Berita Mingguan 13 Februari 2010
Berapa orang ke Surga jika Hari ini Akhir Dunia?
Data penganut agama di Dunia The last 2009
Jumlah populasi dunia saat ini (sampai akhir tahun 2009) adalah 6,78 miliar manusia.
The World Almanac and Book of Facts 2009 mencatat data 8 jenis keyakinan manusia yang paling banyak dianut di seluruh dunia adalah sbb:
Kristen 2,2 miliar (1,1 miliar di antaranya adalah Katholik Roma), jika dipisah Islam lah Agama mayoritas di Dunia;
Atheis 1,1 miliar;
Hindu 900 juta;
Konghucu / Kepercayaan China 395 juta;
Buddha 377 juta orang;
pengikut ajaran Sikh 23 juta;
Yahudi itu jumlahnya ‘hanya’ 15 juta saja di dunia ini!,
Lain-Lain 200 juta
Dr. Rod Bell, president of the Fundamental Baptist Fellowship of America, memperkirakan bahwa 50 persen dari anggota gereja hidup tanpa Kristus. Perkiraannya ini sesuai dengan perkiraan Bob Jones, Sr. … yang pada tahun 1940 juga memperkirakan 50 persen. Dr. B. R. Lakin memperkirakan bahwa 75 persen masih terhilang. W.A. Criswell bahkan akan terkejut bila melihat 25 persen anggota jemaatnya di sorga. Dr. Bob Gray, yang cukup lama melayani sebagai gembala Trinity Baptist Church of Jacksonville, Florida, suatu kali berkata bahwa mungkin 75 persen dari orang-orang yang telah ia baptiskan ternyata belum diselamatkan. Billy Graham meletakkan jumlah pada 85 persen (beberapa tahun lalu) ketika A.W. Tozer dan konsultan Southern Baptist Jim Elliff menaikan menjadi 90 persen.
Sabtu, 06 Februari 2010
Berita Mingguan 06 Februari 2010
ALMARHUM PAUS MENCAMBUK DIRINYA SENDIRI
Dalam usaha yang sungguh menyedihkan untuk mendekat kepada Allah dan menyempurnakan keselamatannya dengan cara meniru penderitaan Kristus, almarhum Paus Yohanes Paulus II mencambuk dirinya sendiri. Ini adalah salah satu peninggalan “kerohanian biara” milik Roma. Para “santo-santa” nya telah menciptakan banyak sekali praktek-praktek kontemplatif sebagai jalan kepada keselamatan dan kerohanian. Hal-hal ini dibangkitkan lagi orang gerakan emerging church hari ini. Pencambukan sang paus (atau yang disebut juga proses mortification) disingkapkan oleh sebuah buku baru yang berjudul “Why a Saint?” oleh Monsignor Slawomir Oder, kardinal yang bertanggung jawab atas proses kanonisasi sang paus. Paus mencambut dirinya sendiri sejak ia tinggal di Polandia sebelum ia pindah ke Vatikan, tetapi sama sekali tidak ada dasar untuk tindakan pencambukan diri ini dalam Alkitab. Hal ini adalah bagian dari pencarian Roma yang tak berpengharapan akan kerohanian di luar dari keselamatan yang pasti dan kerja Roh Kudus sebagaimana dalam Firman Tuhan. Almarhumah ibu Teresa juga mengejar jalur asketikisme mirip dengan yang dilakukan oleh Yohanes Paulus II, dan ia menyebut dirinya sendiri “santa kegelapan” karena hidup kerohaniannya begitu kosong. Puji Tuhan, satu-satunya pencambukan yang perlu dipahami oleh orang percaya hari ini adalah yang terjadi di Yerusalem 2000 tahun yang lalu.
DIALOG INJILI
Dialog dengan bidat dan agama-agama lain adalah fenomena yang sedang berjamuran di kalangan “injili.” Ada laporan mengenai hal ini di Christianity Today belakangan. Di tahun 2004 kita menyaksikan pemandangan yang tidak menyenangkan akan orang-orang injili yang menyatukan tangan dengan Mormon di Tabernacle di Salt Lake City. Akhir pekan yang lalu, Northwood Church di Keller, Texas, ikut serta dalam sebuah forum penyembahan antar-agama bergilir dengan orang-orang Yahudi dan Muslim setempat.
Jumat, 05 Februari 2010
INJIL ANAK-ANAK SKEWA
Juga beberapa tukang jampi Yahudi, yang berjalan keliling di negeri itu, mencoba menyebut nama Tuhan Yesus atas mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru, katanya: "Aku menyumpahi kamu demi nama Yesus yang diberitakan oleh Paulus." Mereka yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi yang bernama Skewa. Tetapi roh jahat itu menjawab: "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapakah kamu?" Dan orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa mereka dan menggagahi mereka semua dan mengalahkannya, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka (Kis.19:13-16).
Anak-anak Skewa, seorang imam Yahudi, jelas bukan orang Krisen lahir baru. Mereka tidak mengaminkan bahwa diri mereka adalah orang berdosa, dan bahwa Yesus Kristus telah dihukumkan di kayu salib menggantikan mereka. Mereka tidak mengerti Injil Keselamatan Yesus Kristus.
Namun mereka sudah sering mendengar tentang nama Yesus. Kalau kondisi zaman sekarang mungkin mereka sekolah di Sekolah Kristen, atau mereka adalah orang-orang yang sudah sering menghadiri kebaktian di berbagai gereja, namun tidak mengerti Injil yang benar sehingga belum diselamatkan atau belum dilahirkan kembali ke dalam Yesus Kristus.
Anak-anak Skewa mungkin pernah mendengar atau bahkan menyaksikan Rasul mengadakan mujizat atau melihat murid Tuhan berdoa dan mujizat terjadi. Wow, luar biasa nama itu, rupanya dengan hanya menyebut Yesus saja orang sakit bisa sembuh, pikir mereka. Akhirnya mereka mencoba-coba memakai nama Yesus mengusir iblis. Hasilnya sangat mengagetkan mereka. Iblis bukannya lari melainkan berkata bahwa Yesus mereka kenal, dan Paulus mereka ketahui, lalu siapakah kamu. Ini tidak berarti iblis tidak mengenal bahwa mereka itu anak-anak Skewa, melainkan itu lebih berarti “kami tidak takut kamu.”
Injil anak-anak Skewa bukan injil untuk menyelamatkan orang, melainkan injil yang menggembar-gemborkan kekuasaan, atau injil perdukunan rohani. Anak-anak Skewa tidak peduli pada berita tentang dosa, tentang pertobatan, beritatentang penyaliban Kristus untuk menanggung hukuman dosa. Yang dipedulikan oleh anak-anak Skewa hanyalah bagaimana mereka terlihat jago, hebat, mengesankan, singkat kata, gayanya meyakinkan, menggetarkan.
SEVEN PRINCIPLES IN TRAINING GODLY CHILDREN
The following article by Pastor David Sorenson is based on his book TRAINING YOUR CHILDREN TO TURN OUT RIGHT. Churches should order carton loads of copies of this excellent book. It can be ordered from Northstar Ministries, 1820 W. Morgan St., Duluth, MN 55811, 218-726-0209, www.northstarministries.com, dhs.northstar@charter.net.
I. THE IMPORTANCE OF THE WORD OF GOD
If there is a basic truth that is universal in training children to be godly, it is the necessity of building a foundation of the Word of God in their lives. This is true for any born-again Christian and that includes the children of God’s people. I fear that Christian parents come to rely on Christian media, Sunday School teachers, church youth programs, and Christian schools to see their youth turn out right. All of these are potentially good and can be a great help; however, the foundation for godly living is often missing in the lives of the children and youth of God’s people. That foundation is a daily absorption of the Word of God.
A young person from a Christian home can go to a Christian school or be home-schooled with a godly curriculum, be faithful to Sunday School and church programs, go to church camp, and be carnal, rebellious, and worldly. Or more frequently, they are just lukewarm and go with the flow, but there are not true spiritual convictions in their hearts. The reason is as simple as it is singular. They are not in the Word of God on a daily basis.
It makes little difference if one is a young person or a seasoned adult. Apart from daily consumption of the Word of God, any believer will be carnal and more worldly than godly. God said to Joshua, millennia ago,
“This book of the law shall not depart out of thy mouth; but thou shalt meditate therein day and night, that thou mayest observe to do according to all that is written therein: for then thou shalt make thy way prosperous, and then thou shalt have good success” (Joshua 1:8).
That premise and promise has never been abrogated. When a young person, or anyone for that matter, saturates his mind with the Word of God so that it soaks down into his heart, it will modify his behavior.
BAGAIMANA KALAU GEREJA DIBAKAR?
Pada tanggal 7 Januari 2010, dari jam 09.00 hingga 10.00, di Channel TV Discovery, menayangkan peliputan Hubungan Agama dan Kekerasan. Di saat penulis jeda sejenak dari menulis Pedang Roh ini penulis mengamati bahwa betul seperti yang disampaikan pembawa acara bahwa telah banyak korban manusia atas nama agama (Allah/Tuhan). Ditayangkan hasil penyelidikan Archeology tentang kekejaman dewa-dewi yang meminta persembahan manusia, bahkan bayi.
Memang pada zaman Perjanjian Lama, Jehovah demi menegakkan sebuah bangsa yang bertugas mengingatkan semua bangsa tentang janji Allah telah bertindak tegas. Dan hukum Taurat adalah satu-satunya hukum mapan tertulis pertama. Barang siapa yang melanggarnya, sebagaimana semua kitab hukum, maka sanksi akan dijatuhkan.
Kemudian Sang Juruselamat datang. Ia datang untuk menyelamatkan, bukan untuk menghukum. Itulah yang Dia katakan kepada perempuan yang tertangkap saat berbuat zinah. Yesus Kristus mengajar kepada pengikutNya untuk memberi pipi kiri jika ditampar pipi kanannya.
Lalu, bagaimanakah kalau gedung gereja kita dibakar? Apakah kita suruh mereka bakar juga rumah kita? Dari kedatanganNya sebagai Juruselamat hingga hari pengangkatan, murid-muridNya tidak iperbolehkan melakukan kekerasan atas namaNya, atau atas nama agama. Jangan membunuh orang atau bahkan tidak boleh melakukan apapun yang bersifat kekerasan atas nama Yesus seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang Kristen di masa lalu. Perang Salib itu sebuah kesalahan. Sama sekali tidak dibenarkan untuk berperang demi agama.
EARLY BAPTISTS REQUIRED FAITHFUL CHURCH ATTENDANCE
Church members today often display an amazingly cavalier attitude toward church attendance. It is not uncommon for churches that run 200 in attendance on Sunday mornings to have only half of that number back on Sunday night and even fewer for the mid-week service. Church membership was treated much more seriously in Baptist churches four hundred years ago.
The following is from Adam Taylor’s The History of the English General Baptists [London: 1818], Volume I:
The general Baptists of the 16th and 17th centuries so respected the nature and importance of assemblies for public worship that the wilful neglect of them was considered as disorderly conduct, which called for the censure of the church. A constant inspection was exercised over the attendance of the members: persons were appointed to take down the names of the absentees, and report them to the elders; and nothing but reasons of obvious importance were admitted as a sufficient apology for their non-attendance. When the societies grew numerous, the members were ranged into districts, according, to the proximity of their habitations: and proper persons appointed to superintend each district. If any member did not appear in his place, on the Lord’s-day, he was certain of a visit, in the course of the week, from one of the inspectors of the district, to call him to account for his absence. These regulations were rendered effectual, by being acted upon with steadiness, impartiality, and decision; and, for nearly a century, contributed much to the order and prosperity of the general baptist churches.
In 1655, an “Order” was made, by the general consent of the congregation at Fenstanton, that “if any member of this congregation shall absent himself from the assembly of the same congregation, upon the first day of the week, without manifesting a sufficient cause, he shall be looked upon as an offender, and proceeded with accordingly. At the same meeting, it was devised, that, if any member should, at any time, have any extraordinary occasion to hinder him from the assembly, he would certify the congregation of the same before hand, for the prevention of jealousy.” And, in 1658, the same society, after considering the case of a wife who had been kept back, by the threatenings of her husband, concluded “that, unless a person was restrained by force, it was no excuse for absenting himself from the assemblies of the congregation.” Resolutions of a similar purport are frequent in the records of these churches: and numbers of cases prove that they were constantly enforced.
USING CREATION SCIENCE MATERIALS
The field of creation science has grown by leaps since the publication of The Genesis Flood in 1962 by Henry Morris and John Whitcomb. There are many organizations and publishers that have promoted the creationist viewpoint, including the Creation Research Society (1963), The Institute for Creation Research (1970), and Answers in Genesis (founded in Australia in the 1970s as the Creation Science Foundation).
Since the 1990s, the Intelligent Design (ID) movement has broadened the attack on Darwinism. Though ID proponents typically are not Bible believers and might even claim to be agnostic in regard to the identity of the Designer, they demonstrate that the Darwinian mechanisms of natural selection and random mutations are insufficient to explain the facts that exist in life. William Dembski says that the basic claim of ID is that “there are natural systems that cannot be adequately explained in terms of undirected natural forces and that exhibit features which in any other circumstance we would attribute to intelligence” (The Design Revolution, p. 27). Intelligent Design proponents point to the intricate design that we see everywhere, from the DNA molecule and the living cell to the perfectly balanced conditions on earth that allow life to exist. Influential ID books include Michael Behe’s Of Panda’s and People (1989) and Darwin’s Black Box (1996), which argue the concept of “irreducible complexity,” Phillip Johnson’s Darwin on Trial (1991), William Dembski’s The Design Inference (1998), and Stephen Myer’s Signature in the Cell (2009).
BENEFITS OF CREATION SCIENCE MATERIALS
Today there are a vast number of books and DVDs, even entire school curriculums, that debunk Darwinian evolution from various perspectives, and there are many benefits that derive from the use of these materials.
Creation science materials are tremendously helpful in fortifying God’s people, particularly young people, against the devil’s lies. Young people need to see that Darwinism can be answered because there are no proven scientific facts supporting it.
Creation science materials teach analytical thinking and sound argumentation.
INJIL GALATIA
Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia (Gal.1:6-8).
Rasul Paulus mensinyalir di Galatia telah berkembang injil lain yang berbeda dengan Injil yang telah diberitakannya. Injil ini dilihat Rasul Paulus sangat membahayakan kekristenan yang masih bayi. Rasul Paulus menyatakan bahwa sebenarnya itu bukan injil, melainkan tipu-muslihat iblis yang memutarbalikkan Injil.
Di Galatia tetap diajarkan tentang memegang hari-hari tertentu dan kelihatannya masih mengajarkan untuk memegang teguh ketetapan hari Sabat (Gal.4:10). Injil Galatia juga mengajarkan orang Kristen harus tetap melakukan sunat sesuai hukum Taurat (Gal.5:3-4).
Ini nyata sekali, injil Galatia tidak memahami maksud dan tujuan hukum Taurat dan ibadah simbolik yang diperintahkan dalam kitab Taurat dan kitab para Nabi. Mereka tidak memahami pernyataan Tuhan Yesus bahwa segala sesuatu yang tertulis dalam kitab Taurat, kitab para Nabi dan Kethubim adalah tentang diriNya (Luk.24:44).
Seharusnya setiap orang yang mengerti kebenaran menyadari bahwa perintah ibadah simbolik penyembelihan binatang korban adalah untuk mengingatkan umat manusia bahwa Allah berjanji untuk mengirim Juruselamat yang akan dihukumkan seperti binatang korban menanggung dosa umat manusia.
Ibadah simbolik ini pertama diperintahkan untuk dijaga oleh seorang ayah, namun kebobrokan manusia pada zaman Nuh membuktikan kegagalan para ayah. Kemudian Allah membangun sebuah bangsa sebagai penjaga ibadah simbolik melalui keturunan Abraham. Setiap laki-laki yang termasuk bangsa yang bertugas sebagai penjaga ibadah simbolik ditandai dengan disunat. Tuhan hampir membunuh Musa ketika ia bertugas memimpin bangsa itu keluar dari Mesir namun tidak menyunatkan anaknya. Zipora, sang istri yang penuh hikmat, berhasil menyelamatkannya dengan memohon kepada Jehovah agar menganggap mereka sebagai pengantin baru.
Setiap orang yang mencintai kebenaran harus mengerti bahwa perintah tentang makanan yang diharamkan beserta berbagai peraturan Perjanjian Lama adalah paket dari ibadah simbolik yang sifatnya mengingatkan manusia pada janji Allah. Melalui pelarangan makanan Allah mengajarkan makna kesucian hati yang dituntut Allah.
Sejak kedatangan Yesus Kristus, Juruselamat yang dijanjikan Allah, maka seluruh rangkaian ibadah simbolik tergenapi (terpenuhi), dan selesailah tugasnya. Itulah sebabnya kini tidak perlu lagi melakukan acara penyembelihan binatang korban karena Domba Allah, pusat dari seluruh ibadah simbolik, telah dikorbankan. Umat manusia memasuki ibadah hakekat, menyembah Allah secara rohani dan bersifat kebenaran (Yoh.4:23). Itulah sebabnya kita meninggalkan ibadah yang menekankan waktu, tempat, dan postur tubuh. Kini kita menyembah dengan hati, tanpa dibatasi waktu sehingga tidak ada ketentuan hari tertentu, artinya kapan saja bahkan setiap saat. Sikap hati kita setiap saat itulah ibadah kita. Otomatis tidak ada keharusan di tempat tertentu, dan dengan bentuk postur tertentu (berlutut).
GOD’S COMMENDATION OF A FATHER
The following is by Pastor Buddy Smith of Malenda, Queensland, Australia <smiletex@bigpond.net.au> --
In Genesis 18, God told Abraham his secrets. Not only the blessings of the future, but the impending judgment of Sodom. God tells His friends His secrets. He always has. But God doesn’t tell all His children his secrets, only a select few.
In Genesis 18:17-19, God deliberates over whether to tell Abraham his plans for Sodom. And as He does, he gives us a rare insight into the mind of God,
“Shall I hide from Abraham that thing which I do? ... For I know him that he will command his children and his household after him...”
If we read the text over slowly and thoughtfully we see that the blessings promised became blessings possessed because Abraham exercised authority in the home. Abraham commanded his children. This does not sound like permissive parenting, does it? This doesn’t even sound like a hen-pecked father, does it?
The word “command” is the same as that used for the words of authority spoken by God to Adam, and to Noah. When God sent Moses and Aaron to Pharaoh, He gave them a charge (command) that Pharaoh must let His people go. “Command” is a word that describes the vocalization of rightful authority. In Genesis 18:19 God said that He knew Abraham and that he would command all those in his household, and therefore God told him his secrets.
So what kind of commanding did Abraham do? Was he the imperious, tyrannical father? Not at all. He was a wise father who commanded from a position of obedience to God. He was IN authority because he was UNDER authority. When God called him out of Ur to Canaan, he obeyed. When God commanded him to circumcise all that were in his house, he did so, AND he was the first in line for the knife (Gen. 17:24-27). When God commanded him to sacrifice Isaac, he obeyed and reasoned by faith that God would raise up Isaac when he slew him.
Was he a willful and stiff-necked father who cared not at all for his children? Of course not. He “fathered” poor silly Lot, and when he was carried away captive by the kings of Mesopotamia, Abraham went after them, and defeated them. At the age of 99. He it was that knew enough about the daughters of the pagan Canaanites that he sent his servant back to Haran shopping for a wife for Isaac. He it was that grieved over Ishmael’s expulsion from the household. He was a tenderhearted father who loved all those in his household.
Best of all, Abraham was a worshipping father. His trail was marked by altars built and sacrifices slain. If you stood near Abraham you could smell the smoke of a thousand burnt offerings.
I was blest to have a father like Abraham. He was a little man physically, but a giant in leadership. He commanded his children and his household after him. He was a soldier in the battalion that crossed the Rhine at Remagen in 1945, the first of the Allied troops into Germany. I was born while he was driving an army truck that pulled cannon. He was under authority in the army and when he came home he was in authority. When he was converted in 1948 he soon found his place in the ranks of the Lord’s army and never went AWOL for 48 years, and was finally promoted to glory in 1996. He was my hero. He knew a lot of secrets he got from God, because he commanded his children after him.
INJIL PERUT?
Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata- mata tertuju kepada perkara duniawi (Fil.3:18-19).
Dunia Berhala
Jika sungguh-sungguh direnungkan, apakah hakekat dari penyembahan berhala? Mengapa orang sampai tertarik menyembah berhala, atau menyembah iblis, padahal tahu bahwa itu adalah iblis? Rasul Paulus dalam suratnya kepada orang-orang kudus di Kolose, ia mengatakan: “Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (Kol.3:5-6).
Rupanya Rasul Paulus nyatakan melalui ilham Roh Kudus, bahwa penyembahan berhala itu sama dengan keserakahan. Mengapa demikian? Karena pada hakekat-nya semua bentuk penyembahan berhala adalah meminta berkat materi, jasmani dan duniawi. Mengapa orang-orang pergi ke gunung Kawi? Apakah karena mereka mencintai hantu gunung Kawi? Tidak mungkin! Seluruh usaha mereka yang bersusah payah mendaki dan memenuhi persyaratan yang diberikan adalah demi mendapatkan berkat materi, jasmani dan duniawi.
Bandingkan penyembahan berhala dengan Theologi Sukses yang intinya adalah mendapatkan berkat materi, jasmani dan duniawi. Pada prinsipnya adalah sama, yaitu mengharapkan berkat materi, jasmani, dan duniawi.
Pembaca yang budiman, penulis persilakan memperhatikan khotbah yang disampaikan di gereja anda masing-masing. Adakah Pendeta anda menyinggung masalah materi? Adakah pendeta anda menggembar-gemborkan bahwa Tuhan akan memberkati jemaatnya secara materi? Adakah pendeta anda berusaha menarik orang dengan berkata bahwa Tuhan akan memberkati mereka secara materi? Adakah pendeta anda mencoba memberikan contoh orang-orang yang diberkati secara materi untuk menarik orang? Perhatikanlah!
BEWARE OF AN UNWHOLESOME ADDICTION TO SPORTS
Playing sports is not wrong in itself, and there are benefits, but there are also plenty of spiritual dangers.
Following are some suggestions in how to keep sports from becoming an idol in your family:
PARENTS MUST HAVE THE RIGHT GOAL FOR THEIR CHILDREN
The goal is not that the children will be good citizens and proficient in some field of endeavor and learn how to have a good time in life and fit into the crowd. That is the goal that unsaved parents have for their children. The goal of believing parents should be that their children know and serve Jesus Christ in His perfect will for their individual lives.
Terry Coomer, pastor of Elwood Bible Baptist Church of Elwood, Indiana, was a professional baseball player, but as a young Christian he made the choice to quite his baseball career because it interfered with his obedience to Christ. Following is his testimony:
“In 1973, I was drafted out of high school, as the 78th player taken in the 1973 free agent draft by major league baseball. I was drafted as a pitcher by the San Francisco Giants. I was the first player drafted from Indiana. So, in 1973 I was the best high school baseball player in Indiana and one of the best in the country.
“We live in a sports crazed society! Many parents have the idea that their child is the next great sports star. The facts are that most children that play in youth sports today will never play professionally or even be close to it. Thousands of dollars are spent on travel, equipment, fees, and other things. In fact, many parents will spend money on these items and if necessary neglect paying their bills.
THE BIBLE’S PROOF
In the final analysis, a man must accept that the Bible is the Word of God by faith, for “without faith it is impossible to please him: for he that cometh to God must believe that he is, and that he is a rewarder of them that diligently seek him” (Hebrews 11:6).
At the same time, Bible faith is not a blind leap into the dark. It is confidence in a believable Record that God has given, for “faith cometh by hearing, and hearing by the word of God” (Romans 10:17). The writers of the Bible explain to us that they were not delivering cunningly devised fables but an inspired record based on “many infallible proofs” (Acts 1:3; 2 Peter 1:16).
Following are some of the objective, time-proven reasons why we can have complete confidence in the Bible:
1. CHRIST’S RESURRECTION PROVES THAT THE BIBLE IS THE WORD OF GOD.
Christ’s resurrection was witnessed by hundreds of people (1 Cor. 15:5-7). Paul wrote this less than 40 years after the resurrection, and many eyewitnesses were still living. Were they all lying? At times, the resurrected Christ was seen by many people at one time. They talked with him, touched him, walked with him, and ate with him (Luke 24:36-43). Before the resurrection, the apostles were fearful and were hiding from the authorities (John 20:19). After they saw the resurrected Christ with their own eyes, they became bold and fearless and were willing to lay down their lives for the Gospel. It took a powerful event to cause such a change in their lives.
2. THE BIBLE’S UNIQUE CONSTRUCTION PROVES THAT IT IS THE WORD OF GOD.
The Bible was written by 40 different authors representing some 19 different occupations (shepherd, farmer, fisherman, tax collector, medical doctor, king, etc.) who lived during a period of some 1,600 years. That is approximately 50 generations. The first 39 chapters of the Bible were written in the Hebrew language over a period of about 1,000 years. There was then a 400-year gap when no Scriptures were written. After that, the last 27 chapters of the Bible were written in the Greek language during a period covering roughly 50 years. The writers could not have collaborated, because they did not even live at the same time. The product is one book that fits together perfectly and contains no contradictions or errors. There is nothing else like this in all of man’s history.
Selasa, 02 Februari 2010
INJIL FILIPI
Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita (Filipi 1:15-18).
Injil Iri Hati
Rasul Paulus mensinyalir ada injil yang agak aneh beredar di Filipi. Ternyata selain ada Injil yang benar dan yang diberitakan dengan tulus ikhlas dan maksud yang baik, terdapat juga injil yang diberitakan dengan maksud tidak ikhlas atau kepentingan sendiri.
Orang-orang yang memberitakan injil tidak ikhlas itu berpikir bahwa dengan berbuat itu mereka akan menambah berat hukuman Paulus. Mungkin mereka berkata, “Paulus mengatakan bahwa Yesus, seorang Nazaret yang telah dihukum mati adalah raja, adalah juruselamat manusia. Siapa pun yang mau masuk Sorga harus melalui Yesusnya Paulus” dengan nada mengejek dan dengan maksud agar kaisar dan para raja tersinggung sehingga memperberat hukuman Paulus.
Tetapi yang menarik di sini adalah bahwa tuduhan mereka terhadap berita yang disampaikan Rasul Paulus ternyata benar dan itu adalah kebenaran. Memang benar bahwa Yesus Kristus adalah raja, dan memang benar bahwa Dia adalah Juruselamat satu-satunya. Terhadap Injil yang mereka sampaikan tentu Rasul Paulus tidak keberatan karena memang benar, hanya mereka membawakannya dalam sikap sinis dan dengan maksud yang jahat.
Jika anda search di Internet nama Suhento Liauw, kalau mereka belum menghapusnya, anda akan bertemu dengan blog yang berjudul “Suhento Liauw MEMBUAL Karena Yesus Hanya Menebus Dosa Orang Pilihan.” Di dalam blog Hai-hai itu mereka membahas bahwa Dr. Suhento Liauw telah membual karena mengatakan bahwa Yesus Kristus menebus dosa seisi dunia. Menurut mereka, tentu kaum Calvinis, Yesus hanya menebus dosa orang-orang pilihan saja.
AWAS! INJIL TIPU MUSLIHAT!
Manusia pada dasarnya diciptakan sebagai mahkluk berpengertian, berkesadaran diri dan berkehendak bebas. Dengan demikian manusia bukan hanya bisa menyembah apa saja yang disukainya, bahkan bisa menciptakan sesuatu untuk disembah dirinya dan manusia lain. Dan manusia bukan hanya bisa percaya kepada ajaran yang salah, bahkan juga mampu membelokkan ajaran yang benar atau menciptakan ajaran yang sesat untuk diikuti manusia lain.
Ketika murid-murid Tuhan ingin tahu tanda-tanda kedatangan Sang Guru, Tuhan Yesus menjawab dengan menempatkan intensitas penyesatan sebagai tanda utama kedatanganNya, dengan berkata "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang” (Mat.24:4-5).
Pertama, Tuhan mengingatkan agar murid-muridNya yang hidup pada periode waktu menjelang kedatanganNya, hidup sebagai orang percaya yang penuh waspada. Jangan tertidur bahkan jangan bodoh karena menjelang kedatanganNya intensitas penyesatan akan semakin tinggi, dan akan muncul berbagai pengajaran yang aneh-aneh.
Tentu ajaran kekristenan tidak terlepas dari jamahan Lucifer. Celakalah orang yang tidak waspada yang tidak menaruh curiga pada setiap pengajaran dan yang tidak berusaha mempelajari dan mencermati berbagai ajaran.
Kedua, Tuhan memberitahukan kita bahwa penyesat akan memakai namaNya. Hal ini seharusnya menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh asal percaya kepada ajaran-ajaran yang mengatasnamakan Yesus/Yeshua Hamasiah atau dengan kata lain, urusan nama atau sebutan sudah diberitahu oleh Tuhan bahwa itu akan dibajak. Jadi tidak boleh didasarkan pada sebutan atau penamaan melainkan harus memperhatikan isi ajarannya.
Ketiga, penyesat itu akan berkata “akulah mesias.” Arti kata mesias sama dengan kristus atau orang yang diurapi. Jadi penyesat itu akan berkata, atau orang lain akan mengatakan, dia orang yang diurapi. Menjelang kedatangan Tuhan, ketika intensitas penyesatan semakin tinggi, penyebutan orang yang diurapi akan semakin marak sebagai bentuk penyamaran atau pembiasaan istilah orang yang diurapi sehingga orang-orang tak berhikmat semakin bingung tentang tanda-tanda kedatangan Sang Yang Diurapi yang asli.