Minggu, 10 Oktober 2010

Adakah Kebebasan Beragama di Indonesia ?

Ketika sebuah negara hukumnya tidak jelas maka akan terjadi banyak permasalahan dan kesewenang-wenangan terhadap sebagian masyarakat. Sejak Indonesia merdeka sudah tidak terkatakan banyaknya pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada kaum kristen. Tindakan sewenang-wenang dari pemerintah orde lama, orde baru bahkan masa reformasi, membuat dunia bertanya adakah hukum di Indonesia? Setiap orang terlepas dari apa agamanya, kepercayaannya, warna kulitnya, jenis kelaminnya, dan bahasanya memiliki hak asasi yang bersifat kodrati. Karena hak manusia itu melekat pada dirinya bukan merupakan pemberian negara atau pemerintah melainkan pemberian Allah ketika manusia diciptakan.



Sejak dibentuknya negara Indonesia dalam sidang BPUPKI 1945, Mohamad Hatta telah menganjurkan agar dibuatnya undang-undang yang tegas menjamin hak asasi manusia dan melindungi manusia dari berbagai pelanggaran. Namun usulan itu mendapat tantangan dari Soekarno dan Soepomo karena mereka menganggap hak asasi manusia itu bersifat individualitas sedangkan negara yang mau dibentuk bersifat gotong royong. Akhirnya UUD 1945 dibuat dan menghasilkan pasal-pasal kompromi. Pasal itu antara lain pasal 27,28,29,30, dan 31. Barulah ketika 31 tahun kemudian melalui sidang umum MPR tahun 1998 Tap no.25 disepakati PIAGAM HAK ASASI MANUSIA dan tahun 1999 dibuatnya UUD No.39 tentang hak asasi manusia. UUD sudah dibuat dengan sedemikian rupa tetapi penerapannya dan kenyataannya, pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi. Hak manusia yang paling Hakiki adalah beragama/mempercayai penciptanya. Namun kenyataannya agama mayoritas terus saja menindas agama minoritas. Sedangkan negara tidak berbuat banyak. Pada hakekatnya agama atau keyakinan seseorang pada penciptanya tidak perlu diatur oleh negara. Sebagai contoh : dikeluarkanya SKB Menteri yang melanggar UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Sangat tidak masuk akal ketika si A dirumahnya melakukan kegiatan kerohanian dan ia perlu mendapat izin dari tetangga-tetangganya. Sedangkan ketika ada kegiatan karaoke, sunatan massal, pernikahan yang memblokir jalan umum, tidak pernah ada izin dari yang bersangkutan pada tetangga yang lain. Semua gereja kristen ketika hendak membangun sebuah gereja pasti sangat sulit mendapat izin, padahal tidak memakai uang negara. Sedangkan mesjid didirikan dimana-mana dengan memakain uang negara yang merupakan hasil pajak dari semua pemeluk agama. Bahkan hampir disetiap komplek perumahan diharuskan membangun Surau/mesjid. Tetapi ketika dirumah pribadi komplek tersebut memulai aktivitas kerohanian yang berbau Kristen, RT-nya akan segera datang dan memperingatkan. Ada apa dengan Indonesia ? Sudah tidak terhitung banyaknya gereja dirusak, dibakar dan para pengikut kristen mendapat intimidasi. UUD dibuat hanya untuk mengelabui negara-negara demokrasi yang berkuasa agar di mata International, Indonesia memiliki nama baik dan mendapat dukungan dari berbagai bidang. Pemerintah lupa dalam sejarah Indonesia banyak tokoh-tokoh kristen yang memberikan sumbangsih pada pembagunan mesjid dan institusi islam di Indonesia.

Contoh kongkrit yaitu pembangunan Pusat kegiatan Islam di Ujung Pandang, dimana para konglomerat dari golongan masyarakat minoritas yang dikoordinir oleh mantan Pangab Jendral (Purn) M.Yusuf, turut berpartisipasi mengumpulkan dana yang cukup besar sampai mencapai jumlah milyar-an rupiah. Ir. Silaban, seorang arsitektur yang sederhana juga mempunyai andil dan berpartisipasi sebagai seorang perancang bangunan Masjid Istiqal di Jakarta. Pembangunan Masjid Agung di Surabaya yang pernah tertunda karena kesulitan dana, atas inisiatif Wakil Presiden RI dengan cara mengerahkan serta mengumpulkan dana dari para konglomerat yang berasal dari golongan masyarakat minoritas, telah terkumpul uang sejumlah milyar-an rupiah. Dana tersebut dikumpulkan dari para konglomerat antara lain; Ir. NN menyumbang sebesar 1 milyar rupiah, juga konglomerat - konglomerat yang lain yang menyetor antara 0,5 sampai 1 milyar rupiah. Kelompok Jimbaran yang mayoritas terdiri dari kelompok masyarakat golongan minoritas yang di koordinir oleh Menteri Kependudukan dan Keluarga Berencana Prof.Dr. Hayono Suyono telah menyumbangkan 2 % dari penghasilan masing-masing sehingga telah terkumpul sekitar satu trilyun rupiah untuk pembangunan desa-desa miskin, maupun meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah. Apakah patut golongan masyarakat minoritas yang tidak berdaya tersebut , terus-menerus menjadi obyek pemerasan dan intimidasi serta tidak mempunyai harkat hidup di Negara Republik Indonesia?

Penutupan, Perusakan, Pembakaran 374 Gereja Di Indonesia dari tahun 1945 s/d 1964 terdapat 2 buah rumah ibadah / Gereja yang dirusak. Sejak 1965 sampai 1 Juli 1997 dalam setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah Gereja yang ditutup, dirusak atau dibakar. Lebih-lebih sejak diberlakukannya SKB 2 Menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) SKB 2 Menteri ini sebenarnya bertentangan dengan : UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, Pancasila, Tap MPRS nomor XX tahun 1966, Dasar-dasar Hak Asasi Manusia. Peristiwa pengrusakan Rumah Ibadah atau Gereja yang tercatat dengan baik.

Berikut data yang berhasil dihimpun dari sebuah sumber mengenai kejadian pengrusakan dan kekerasan terhadap umat kristen:
1.Peristiwa Siantan - Kalimantan Barat, 30 Maret 1996, dimana Gereja Misi Injili di desa Peniti, Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak dirusak dan dibakar. 2.Peristiwa Surabaya (Minggu Kelabu), 9 Juni 1996, dimana 10 gedung Gereja dihancurkan di daerah Sidotopo oleh massa sebanyak 3000 orang disertai perampokan dan pelecehan sexual. Gereja yang dirusak adalah:
1.Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) , Jl.Sidotopo Indah WetanII/26. 2.Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) "Pogot", Jl. Sidotopo WetanIndahII/62-64. 3.Pos Pelayanan "Siloam" GPIB "Cahaya Kasih", Jl. Bulak Jaya. 4.Gereja Bethel Indonesia (GBI) Firman Hayat, Jl. TenggumungBaruSelatan 51. 5.Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Jl. Jatisrono Tengah 11. 6.Gereja Kemah Injil Indonesia Kalvari, Jl. Bulak Banteng Madya 4. 7.Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT), Jl. Wonosari Wetan Baru Gg.Sekolahan 22. 8.Persekutuan Doa Gereja Bethel Indonesia (GBI), Jl. Bulak Banteng Wetan IV/2-4. 9.Gereja Sidang Jemaat Pentakosta Di Indonesia, Jl. Tenggumung Karya III/54. 10.Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Jl. Sidotopo Wetan Indah. 3.Peristiwa Wates, Kediri-Jawa Timur, 14 Juni 1996, dimana Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) diserang dan dirusak massa 2.500 orang oknum pada jam 02:00 dini hari.
4.Peristiwa Pare, Kediri-Jawa Timur, 25 Juni 1996, dimana Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) pada jam 12:00 siang dirusak dan perabotannya dikeluarkan dari gereja serta dibakar dihalaman gereja oleh massa 200 orang oknum.
5.Peristiwa Bekasi - Jawa Barat, 17 Juli 1996 di mana gereja katolik dibakar oleh masa yang tidak dikenal.
6.Peristiwa Situbondo-Jawa Timur (Kamis Hitam), 10 Oktober 1996, dimana 24 gedung Gereja dirusak dan dibakar oleh massa sebanyak 3000 orang. peristiwa ini sangat luar biasa menyedihkan karena seorang Pendeta dari Gereja Pentakosta meninggal dunia terbakar didalam gedung Gereja beserta keluarga dan seorang Penginjil. Terdapat 5 orang meninggal dunia, yaitu Pdt. Ishak Christian, Ribka Lena Christian (istri), Elizabeth Christian (anak), Nova Samuel (keponakan) dan Rita (Penginjil).

Tidak ada komentar: