Berikut ini disadur dari “China on Course,” The Telegraph, London, 19 April 2014: “Tempat
itu dikatakan sebagai gereja terbesar di Cina dan pada Minggu Paskah,
ribuan penyembah akan datang ke bait-mega Asia ini untuk menyatakan
kesetiaan mereka – bukan kepada Partai Komunis, tetapi kepada Salib.
Gereja Liushi, berkapasitas 5000, dua kali lipat dari Gereja Westminster
dengan sebuah salib berukuran 70 meter yang dapat terlihat dari jauh,
dibuka tahun lalu dan seorang theolog menyebutnya “suatu mujizat bahwa
kota sekecil ini dapat membangun sebuah gereja yang sedemikian besar.”
Bangunan seharga 8 juta pound itu juga salah satu simbol yang paling
terlihat dari pergantian Komunis Cina, berevolusi menjadi jemaat-jemaat
Kristen terbesar di dunia. …Secara resmi, Republik Rakyat Cina adalah
negara atheis, tetapi ini berubah cepat, karena banyak dari 1,3 milyar
penduduknya mencari arti dan penghiburan rohani yang tidak dapat
diberikan oleh komunisme ataupun kapitalisme. Jemaat-jemaat Kristen,
khususnya, telah melonjak cepat sejak dibuka kembali setelah kematian
Pemimpin Mao pada tahun 1976 menandakan berakhirnya Revolusi Budaya.
Kurang dari 40 tahun kemudian, ada yang percaya bahwa Cina kini siap
untuk menjadi bukan saja ekonomi dunia nomor satu, tetapi juga negara
dengan paling banyak orang Kristen. …Komunitas Protestan Cina, yang
hanya memiliki satu juta orang pada tahun 1949, telah melampaui
negara-negara yang sering dianggap Protestan. Pada tahun 2010 ada 58
juta Protestan di Cina, dibandingkan dengan 40 juta di Brazil dan 36
juta di Afrika Selatan, menurut Pew Research Centre’s Forum dalam bidang
Agama dan Kehidupan Publik.” Kami menambahkan bahwa Cina masih terus
menganiaya gereja-gereja yang tidak mau tunduk kepada tuntutan untuk
mendaftarkan diri dan dikontrol oleh organisasi gereja negara.
(Berita Mingguan GITS 3Mei2014, sumber: www.wayoflife.org diterjemahkan oleh Dr. Steven E. Liauw)