Minggu, 31 Mei 2009

DISIPLIN ANAK

Amsal 3:11-12; 13:24; 15:20; 17:21, 25; 19:18; 22:6, 15; 23:13-14; 29:15, 17.


Kitab Amsal adalah manual pendisiplinan anak dari Tuhan. Kita telah melihat bahwa kitab ini dituliskan bagai "anakku" dan "anak-anakku." Kitab ini berisi banyak sekali petunjuk untuk membantu orang tua mendidik anak-anak, dan juga menunjukkan mereka bagaimana caranya menerapkan rotan pendisiplinan ketika diperlukan. Ada lebih banyak informasi yang benar tentang membesarkan anak dalam satu kitab kecil Amsal ini dibandingkan semua buku "psikologi anak" yang pernah ditulis. Saat ini kita tidak akan membahas pendidikan anak secara umum, tetapi secara khusus tentang pendisiplinan anak dan pemakaian rotan.

1. ALASAN UNTUK MELAKUKAN DISIPLIN ANAK

Rotan atau tongkat adalah obat yang keras. Apakah memang diperlukan? Alkitab tidak membiarkan kita menebak-nebak mengapa kita perlu mendisiplinkan anak-anak kita dengan cara yang keras.

ALASAN PERTAMA UNTUK DISIPLIN ADALAH SIFAT DARI ANAK ("Kebodohan melekat pada hati orang muda," Amsal 22:15).

Ia memiliki sifat orang berdosa dan secara alami akan tidak taat dan mengikuti jalan kebodohan dari pada jalan hikmat (Ams. 22:15). Filosofi dan teknik pendidikan anak yang benar dimulai dengan mengerti sifat dari seorang anak. Psikologi anak modern dimulai dengan ide bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan mencoba untuk mengembangkan kebaikan dasar itu. Alkitab mulai dengan poin bahwa manusia memiliki sifat jatuh dalam dosa dan bermaksud untuk membawa mereka kepada pertobatan dan kelahiran kembali melalui instrumen Hukum Allah dan Injil Yesus Kristus, dan memacu mereka kepada pertumbuhan rohani melalui alat-alat seperti persekutuan, penyerahan diri, ketaatan, dan pemisahan.

Alasan lain untuk disiplin adalah karena apa akan terjadi jika seorang anak tidak didisiplinkan.

Anak-anak yang tidak mendapat didikan disiplin yang benar akan berlanjut dalam arah kebodohan yang secara alami ia miliki (Ams. 22:15). Kebodohan hanya dapat diusir dengan pendidikan yang saleh dan penerapan tongkat didikan.

Anak-anak yang tidak didisiplinkan dengan benar akan mendatangkan duka dan malu kepada orang tuanya (Ams. 17:21, 25; 29:15). Tidak banyak hal yang lebih menyakitkan dan membuat putus asa para orang tua dibandingkan seorang anak yang menyimpang dan memberontak.

ALASAN LAIN KITA HARUS MENDISIPLINKAN ANAK-ANAK KITA ADALAH KARENA APA YANG AKAN TERJADI JIKA SEORANG ANAK DIDIDIK DENGAN BENAR

Anak-anak yang didisiplinkan dengan benar akan berjalan di jalur hikmat dan bukan kebodohan (Ams. 22:6)

Janji Allah dalam Amsal 22:6 adalah bahwa anak yang dididik sedemikian rupa, tidak akan menyimpang dari didikan tesebut dan dari jalan yang benar ketika dia menjadi dewasa. Ini tidak berarti bahwa anak yang dididik sedemikian tidak akan pernah memberontak terhadap didikannya dan tidak pernah menyimpang. Hanya berarti bahwa jika ia memberontak, ia akan bertobat dan kembali kepada hikmat "ketika ia tua." Juga tidak berarti bahwa setiap anak yang dididik sedemikian rupa akan menjadi hamba Kristus yang berapi-api, karena kita tahu bahwa tingkat dedikasi seseorang kepada Kristus adalah masalah keputusan pribadi. Tetapi kita yakin bahwa ayat ini memang berarti bahwa seorang anak yang dididik sedemikian tidak akan tersesat dan menolak kasih karunia Yesus Kristus dan iman kepada Allah yang hidup. Allah berkata tentang Abraham: "Sebab Aku telah mengenal dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya" (Kej. 18:19). Kita tahu bahwa anak Abraham, Ishak, berjalan menurut jejak iman ayahnya dan tidak berpaling kepada berhala-berhala.

Ada sebagian orang yang tidak percaya bahwa Amsal 22:6 adalah sebuah janji, tetapi kita tidak dapat mengerti bagaimana mungkin ini bukan suatu janji, dan suatu janji yang sedemikian menguatkan bagi orang tua yang secara serius mendidik anaknya. Tetapi, bagaimana denagn orang tua yang sepertinya membesarkan anaknya dalam jalan Kristus, tetapi mereka memberontak dan pergi kepada dunia, dan tidak pernah berhubungan dengan Kristus? Kita semua mungkin pernah tahu kasus-kasus yang demikian. Apakah artinya Amsal 22:6 bukanlah sebuah janji yang sejati? Jawaban saya terhadap tantangan seperti ini adalah bahwa ada banyak cara orang tua Kristen dapat gagal walaupun tampak dari luar mereka membesarkan anaknya dengan benar, dan kegagalan-kegagalan tersebut dapat menghancurkan efek dari pendidikan mereka. Kurangnya kasih, keduniawian, kemunafikan, tidak memakai tongkat didikan, dan mengasihi dunia adalah lima hal utama yang dapat "merusakkan kebun" sehingga buah dari rumah tangga itu pahit, bukannya manis, dan pendidikan anak-anak gagal.

Setelah orang tua yang bijaksana melakukan yang terbaik untuk mendidik seorang anak dalam jalan yang seharusnya, maka imannya bukanlah pada pendidikan yang ia berikan, tetapi kepada Allah penuh belas kasihan dan karunia yang mengerjakan segala sesuatu untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia dan yang dipanggil sesuai dengan rencanaNya (Rom. 8:28).

Anak-anak yang didisiplinkan dengan benar luput dari neraka (Ams. 23:13-14, terjemahan Indonesia "dunia orang mati"). Ayat ini mengandung janji yang berharga, dan tentunya Firman Tuhan dapat dipercaya.

Tentunya ini tidak berarti, bahwa seorang anak dapat diselamatkan di luar Injil Yesus Kristus. Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa orang yang percaya pada Kristus memiliki hidup yang kekal, dan mereka yang tidak percaya dalam Kristus tidak akan melihat hidup (Yoh. 3:36). Tuhan Yesus mengatakan kepada Nikodemus yang beragama bahwa kecuali seorang dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah (Yoh. 3:3).

Apa yang diajarkan oleh Ams. 23:13-14, dalam terang kebenaran Perjanjian Baru, adalah bahwa orang tua Kristen berhikmat yang mendisiplinkan anak-anaknya dengan benar dan mengajarkan pada mereka Injil, akan memiliki sukacita melihat mereka diselamatkan. Hal ini mirip dengan janji dalam Kis. 16:31, ketika Paulus dan Barnabas memberitahu kepala penjara Filipi, "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau DAN SEISI RUMAHMU." Keluarga seseorang tidak secara otomatis diselamatkan ketika ia sendiri diselamatkan, tetapi dengan percaya pada Kristus, seorang individu berada dalam posisi siap memaparkan keluarganya kepada Injil.

Disiplin yang benar dan pemakaian tongkat didikan mempersiapkan anak untuk keselamatan dengan cara mengajar padanya pertobatan dari dosa dan hormat kepada otoritas.

Anak-anak yang didisiplinkan dengan benar akan memberikan ketentraman dan sukacita kepada orang tuanya (Ams. 29:17). Hal ini seharusnya menjadi motivasi yang kuat bagi para orang tua untuk melakukan apapun yang perlu dilakukan demi mendidik anak mereka dalam jalan Tuhan. Tidak ada yang dapat lebih menentramkan hati orang tua Kristen dan menyukakan mereka selain tahu bahwa anak-anak mereka berjalan dengan Kristus, dan tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk itu.

2. CARA YANG BENAR PENDISIPLINAN ANAK

DISIPLIN HARUS DIMULAI AWAL (Ams. 13:24; 19:18). Kata "pada waktunya" Amsal 13:24 berarti sejak awal. Lihat Kejadian 26:31 dan 2 Tawarik 26:15. Disiplin harus dimulai sejak seorang anak dapat mengerti apa yang hendak dikomunikasikan oleh orang tuanya, dan ini biasanya dalam bebarapa bulan pertama. Jika disiplin tidak dimulai awal, maka bisa menjadi terlambat, dan anak tidak anak merespon dengan benar. Sang anak harus didisiplinkan "selama ada harapan." Waktu yang terbaik untuk mendidik seorang remaja adalah ketika dia masih kanak-kanak.

DISIPLIN HARUS DIPAKAI DALAM KONTEKS PENDIDIKAN YANG BENAR (Ams. 22:6)

Koreksi dan penggunaan tongkat hanyalah sebagian kecil dari pendidikan seorang anak. Orang tua harus melancarkan program pendidikan penuh waktu untuk mendidik seorang anak dalam jalan yang seharusnya, dan dalam konteks pendidikan yang demikian, jika seorang anak tidak mau taat, maka ia harus dikoreksi dengan tongkat. Tetapi bukan hanya pengoreksian seorang anak yang akan membuat dia berjalan di jalan yang benar ketika ia dewasa, tetapi adalah mendidik dia dalam jalan tersebut, dan ini termasuk semua yang terlibat dalam pendidikan, contohnya, mengembangkan hubungan yang dekat dengan dia, mengajarinya Alkitab, membangun dalam dirinya karakter yang bermoral, menjangkau hatinya dengan kebenaran, mendidik dia tentang bahaya-bahaya yang menantinya di dunia, dll.

Pendidikan harus membawa seorang anak dalam jalan yang benar. Ia harus diajar "dalam jalan yang patut baginya." Hal ini tidak mengacu pada jalan alami seorang anak, tetapi kepada jalan Tuhan. Kata Ibrani yang diterjemahkan "didiklah" (hanak) berarti "mempersempit." Hal ini mengacu pada tindakan mempersempit jalan seorang anak sehingga berpadanan dengan jalan Allahyang sempit dan membatasinya dengan Firman Allah sehingga ia tidak masuk ke jalan yang lebar yang menuju kepada kebinasaan (Mat. 7:13-14).

DISIPLIN HARUS MEMPERGUNAKAN TONGKAT DENGAN EFEKTIF (Ams. 23:13-14, 24; 29:15).

Tongkat disebut empat kali dalam Amsal dalam hubungannya dengan disiplin seorang anak. Benda ini adalah instrumen disiplin yang patut dalam Alkitab. Sebuah tongkat bukanlah tangan orang tua, dan juga bukan ikat pinggang, bukan cambuk, juga bukan sebuah tinju, bukan tempelengan, bukan tendangan, bukan makian, juga bukan ancaman. Kamus Webster tahun 1828 mendefinisikan sebuah `tongkat' (rod dalam bahasa Inggris) adalah "cabang atau batang panjang dari tumbuhan kayu manapun; sebuah cabang, atau akar dari semak-semak...." Lihat Kej. 30:37 dan Yer. 1:11. Generasi Amerika yang dulu menyebut tongkat ini "tree switch." Nenek dari pihak ibu saya menggunakan rotan dari pohon-pohon yang tumbuh sekitar rumah dia di Florida tengah, dan rotan-rotan itu sedemikian efektif sehingga semua anak-anaknya menyatakan iman dalam Kristus saat dewasa dan semua memiliki keluarga yang sukses tanpa perceraian.

Tongkat tidak boleh ditahan-tahan ("Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya," Ams. 13:24). Ini berarti takut menggunakan tongkat.

Tongkat tidak digunakan ketika ia ditinggalkan sama sekali. Banyak orang tua yang menggantikan tongkat dengan trik-trik manipulasi psikologi. Alkitab mengatakan bahwa orang tua yang demikian sebenarnya tidak mengasihi anak-anak mereka.

Tongkat tidak dipakai dengan semestinya ketika ia tidak diterapkan ketika seharusnya dipakai. Ada orang tua yang sudah mulai menggunakan tongkat didikan dengan benar, tetapi kemudian mereka mengendur. Ada juga yang memakai tongkat sesekali, tetapi mereka tidak melakukannya dengan konsisten setiap kali hal itu diperlukan. Jangan tertipu. Firman Allah berkata, "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya..." Ada banyak hal yang akan menggoda orang tua untuk tidak menggunakan tongkat, seperti tangisan anaknya (Ams. 19:18), keletihan fisik, ketidaksabaran dengan kemajuan disiplin yang pelan, interferensi dari teman maupun keluarga yang bermaksud baik tetapi salah, dan frustrasi mental, tetapi jika tongkat tidak digunakan ketika seharusnya ia digunakan, anak tidak akan mendapat disiplin yang patut.

Tongkat tidak digunakan dengan seharusnya ketika ia tidak digunakan kepada sebagian anak-anak. Cukup sering terjadi bahwa orang tua lebih tegas terhadap anak pertama dibandingkan anak-anak yang lahir setelahnya. Cukup sering bagi orang tua yang mendapat anak pada umur lanjut untuk tidak menggunakan tongkat.

Tongkat harus digunakan ketika anak itu memberontak (Ams. 22:15; 23:13). Tongkat yang alkitabiah adalah tongkat pengoreksian. Tongkat tidak boleh dipakai semata-mata karena orang tua frustrasi dengan sang anak; ia dipakai untuk mengoreksi seorang anak yang menolak untuk mendengarkan perintah-perintah dan instruksi verbal. Ia dipakai untuk menekankan pentingnya ketaatan yang sejati dan yang cepat. Ia dipakai untuk mengoreksi ketidaktaatan dan pemberontakan.


Tongkat harus dipakai dengan kekuatan yang cukup agar memberikan koreksi pada anak (Ams. 23:13). Tongkat adalah untuk tujuan memukul. Seharusnya ada rasa sakit, dan seharusnya rasa sakitnya cukup untuk menyampaikan pesan yang diinginkan dan menghasilkan penyerahan hari yang nyata. Jika tongkat telah dipakai tetapi anak masih tetap dalam ketidaktaatan, maka artinya ia belum dipakai dengan kekuatan atau persistensi yang cukup. Orang tua sering gagal dalam poin yang satu ini. Mereka menggunakan tongkat sedikit, tetapi tidak cukup untuk membawa hasil yang diinginkan, dan mereka lalu berpikir bahwa metode ini tidak bekerja. Problemnya bukan pada tongkat; problemnya adalah penyalahgunaannya, dan penggunaan yang inkonsisten dan setengah hati. Saya masih ingat teman Kristen yang memiliki seorang anak lelaki dua tahun yang ekstra besar dan ekstra pemberontak. Ibunya akan "merotan" dia dengan memberikan beberapa pukulan pada popoknya yang tebal dengan tangannya, dan anak itu secara literal tertawa dan berlanjut pada kenakalan dan pemberontakannya. Tidak heran, ketika anak itu mendekati umur remaja, ia tidak dapat dikendalikan lagi. Penggunaan yang alkitabiah akan tongkat tentunya dapat menghentikan pemberontakan yang menakutkan itu dari awalnya dan menyelamatkan keluarga tersebut dari banyak sakit hati dan juga menyelamatkan anak itu dari banyak kesedihan. Kebodohan yang terikat pada hati seorang anak harus diusir, dan hal ini memerlukan kekuatan yang benar, dan ketetapan yang teguh dan ketekunan yang mantap (Ams. 22:15).

Tongkat harus dipakai daripada memberikan perintah dan ancaman berulang-ulang. Banyak orang tua yang masuk ke dalam perangkat memberitahu anaknya "jangan" berulang kali, dan memperingatknnya dan mengancamnya, daripada dengan tenang dan cepat dan konsisten menggunakan tongkat untuk mendidik anak agar taat pada perintah yang pertama. Jika ia tidak taat setelah SATU perintah, ia harus dipukul dengan rotan hingga ia taat. Jika ia diberikan banyak perintah sebelum ia dipukul dengan rotan, maka sebenarnya ia diajar untuk TIDAK taat, dan ia sedang mendidik orang tuanya, bukan sebaliknya. Ia belajar bahwa orang tuanya tidak benar-benar sepenuh hati ketika mereka memberinya perintah, atau bahkan ketika mereka memperingatkannya, karena mereka membiarkan dia melakukan banyak aksi ketidaktaatan.

DISIPLIN HARUS DILAKUKAN DENGAN ALASAN YANG BENAR DAN DENGAN SEMANGAT YANG BENAR (Ams. 3:11-12; 13:24: 22:6).

Jika orang tua tidak memiliki motivasi dan semangat yang benar ketika menggunakan tongkat, maka ia tidak akan berhasil dan dapat menghasilkan kebalikan dari ketaatan yang saleh. Motivasi yang benar adalah keinginan untuk mendidik anak tersebut, sehingga ia akan berada di jalan yang benar, dan semangat yang benar adalah semangat mengasihi. Jika motivasi dan semangatnya adalah amarah, atau dendam, atau iri hati, atau frustrasi, atau keinginan untuk mencelakai atau hal-hal kedagingan lainnya, tongkat akan lebih berbahaya daripada bermanfaat. Saya menyesal saya tidak mengerti hal-hal ini dengan lebih baik ketika saya masih orang tua muda dan anak-anak saya masih kecil, tetapi kini saya memahaminya karena kasih karunia Allah, dan saya mendorong para orang tua muda untuk melaksanakan disiplin anak dalam semangat yang benar. John G. Paton, misionari tersohor ke kepulauan Hibrida Baru, yang menderita amat sangat demi Kristus dan memenangkan banyak pemburu manusia kepada Kristus, dalam biografinya menggambarkan pendidikan dan disiplin yang ia terima sebagai seorang anak. Ia tumbuh besar di rumah tangga yang bahagia tetapi sangat rohani, dan disiplin sangat efektif dalam hidup setiap dari sebelas anak di rumah tangga itu. Setelah menggambarkan bagaimana keluarga menghabiskan hari minggu mereka dan bagaimana anak-anak dengan hati-hati diajarkan doktrin Alkitab sepanjang minggu, dan bagaimana ayahnya menggunakan tongkat didikan ketika diperlukan, ia mengamati: "Tentu saja, jika orang tua tidak saleh, dan tulus, dan penuh kasih, – jika seluruh kejadian itu dari kedua pihak hanyalah sekedar suatu pekerjaan, atau lebih buruk lagi, sesuatu yang munafik dan palsu, – hasilnya pastilah jauh berbeda! Tuhan kiranya menolong rumah tangga di mana semua hal ini dilakukan hanya dengan kekuatan semata dan bukan dengan kasih!" (John G. Paton: Missionary to the New Hebrides, 1891).

DISIPLIN SEHARUSNYA DILAKUKAN SAMBIL BERPIKIR TENTANG KEKEKALAN ("maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu," Ams. 22:6; "engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati," Ams. 23:14).

Orang tua tidak boleh berpikiran pendek. Dengan memikirkan masa depan, orang tua dapat melihat melampaui air mata sang anak dan melampaui keletihan dan ketidaksabarannya sendiri, melihat kepada hari saat anak telah dewasa dan bahkan melampaui itu kepada hari sang anak meninggalkan dunia ini dan masuk ke surga atau ke neraka.

(Disadur dari Way of Life Ministry)

NATAL BULAN JUNI

Jika ada yang bertanya, mengapa merayakan Natal di bulan Juni, artikel berikut dapat memberikan jawabnya.


Natal Tanpa Salju, Tetapi Ada Domba di Padang dan Para Gembala

Sebelum Constantine berhasil menjadi kaisar Roma, orang Kristen sangat dianiaya. Kaisar-kaisar Roma sebelumnya tidak puas sekedar dihormati sebagai kaisar. Mereka menuntut dihormati sebagai Tuhan. Tentu orang Kristen tidak bisa memberi penghormatan kepada manusia sebagai Tuhan. Maka timbullah iri hati di dalam para kaisar sehingga mereka membenci orang Kristen.

Kaisar Nero adalah yang paling gila dan paling membenci orang Kristen. Saking gilanya, ia ingin menikmati api unggun sambil menggubah syair. Timbul ide untuk membakar kota Roma sebagai api unggun raksasa sambil menggubah syair dan lagu. Ketika pembakaran terjadi, rakyat yang kehilangan rumah menjadi marah, dan mereka menuju istana untuk melawan kaisar. Namun dengan penuh percaya diri, ia tampil dan memfitnah bahwa orang Kristenlah yang membakar kota Roma.

Tuduhan ini betul-betul dimakan oleh penduduk Roma yang tidak pakai otak. Dan sejak saat itu (+ AD 65) orang Kristen dianiaya secara intensif di seluruh Roma. Rumah dan tanah mereka direbut, demikian juga dengan harta bergerak mereka. Orang Kristen yang statusnya diketahui tetangga harus segera menyembunyikan diri. Sedangkan yang belum diketahui statusnya harus pintar berkamuflase.

Selanjutnya satu demi satu kaisar bertindak serupa sampai Constantine menang dan naik tahta. Malam sebelum peperangan dahsyat untuk memperebutkan tahta ia melihat suatu penglihatan. Kalau ia benar melihat penglihatan, tentu bukan dari Tuhan karena proses pewahyuan telah berhenti. Setelah kemenangannya ia mengumumkan bahwa ia menjadi orang Kristen. Sangat mungkin ia menyadari bahwa orang Kristen telah menjadi mayoritas sehingga demi politik, daripada memusuhi orang Kristen lebih baik memanfaatkan mereka.
Ketika iblis menghantam kekristenan dari luar, kekristenan semakin berkembang, dan kemurnian motivasi, kebenaran doktrin, serta keagungan moral kekristenan bersinar bagaikan lampu sorot jutaan watt. Orang Kristen semakin bertambah sekalipun tanpa gedung untuk kebaktian. Tentu mereka tidak berkumpul untuk berdoa seperti orang Kristen di Jakarta berkumpul untuk berdoa di Senayan, apalagi bercita-cita untuk mendirikan gedung gereja besar (menara Babel).

Ketika Constantine menjadi kaisar, sepertinya iblis ubah taktik, dari menyerang dari luar, menjadi menyerang dari dalam. Edict of Milan diumumkan Constantine pada tahun 313, yaitu sepuluh tahun setelah ia naik tahta (303). Isinya adalah harta orang Kristen yang pernah dirampas harus dikembalikan. Kaisar mengumumkan bahwa dirinya menjadi Kristen sekalipun ia tidak mau dibaptis sampai saat mendekati ajalnya.

Karena kaisar menjadi Kristen, maka semua penjilat ikut-ikutan menjadi Kristen. Bahkan para pelayan kuil pun tanpa bertobat segera menjadi Kristen. Tentu kebe-basan berjemaat dan berbakti yang diberikan sangat disyukuri orang Kristen yang telah menderita berabad-abad. Namun penyimpangan doktrinal tidak bisa dihindarkan. Mulai saat itu dibangunlah gedung-gedung gereja yang megah, lagi pula dibuatlah patung-patung tokoh-tokoh Alkitab. Ditetapkan juga hari-hari raya kekristenan.

Tanggal 25 Desember adalah hari raya penyembahan dewa matahari. Karena pada tanggal itu posisi matahari berada tepat di garis lintang selatan, dan Eropa pada puncak musim dingin, sehingga mereka sangat mengharapkan musim panas. Tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari tanda setia dewa matahari untuk menggeser posisi matahari kembali ke Eropa, sehingga musim semi akan segera tiba. (Silakan membacanya di berbagai Encyclopedia).
Sejak saat itu perayaan untuk dewa matahari, yang dilaksanakan pada tanggal 25 Desember digeser menjadi perayaan untuk misa Yesus. Termasuk ditetapkannya hari penyaliban yang sebenarnya hari Rabu bukan hari Jumat.

Lalu Kapan Kristus Lahir?

Sumber yang tak terbantahkan ialah Alkitab. Dalam Injil Lukas 1:10 memberitahukan kepada kita bahwa pada saat Zakaria, ayah Yohanes Pembaptis, mendapat undian bertugas sebagai imam untuk masuk ke Bait Suci, di luar seluruh umat berkumpul. Dalam hukum Taurat ditetapkan hanya tiga hari raya dimana orang Israel berkumpul semua di Yerusalem. Yang paling menonjol tentunya adalah hari Paskah yang jatuh pada sekitar bulan Maret-April (bulan pertama Yahudi). Di Lukas 1:26, dikatakan bahwa Gabriel mendatangi Maria pada bulan keenam. Bulan keenam disini bisa mengacu pada bulan keenam orang Yahudi, atau bulan keenamnya kehamilan Elizabeth. Atau bisa saja kedua hal di atas kebetulan sama, yaitu jika Zakaria memang bertugas pada bulan pertama orang Yahudi. Sepertinya hal itulah yang terjadi.

Jika Yohanes Pembaptis dikandung pada sekitar bulan Maret-April, dimana Luk 1:26 berkata pada bulan ke-enam malaikat datang kepada Maria di Nazaret, berarti Yesus Kristus mulai dikandung pada sekitar bulan September-Oktober. Selanjutnya sebagaimana biasa (alamiah) Maria mengandung Yesus Kristus selama sembilan bulan sehingga perkiraan yang lebih alkitabiah adalah Yesus Kristus dilahirkan pada sekitar bulan Juni-Juli.
Jadi, inilah keterangan Alkitab yang kita peroleh untuk menjejaki saat kelahiran Yesus Kristus. Orang Kristen alkitabiah harus lebih percaya pada keterangan Alkitab daripada tradisi dan segala informasi lain yang terkontaminasi serta bias.

Secara Akal Sehat

Alkitab juga memberi keterangan kepada kita bahwa pada saat menjelang kelahiran Kristus Kaisar Agustus memerintahkan sensus. Tentu Tuhanlah yang menggerakkannya untuk mengeluarkan perintah itu karena Nabi Mikha telah menulis bahwa Mesias akan lahir di kota Betlehem (Mik. 5:1). Tanpa perintah sensus mungkin Kristus akan dilahirkan di kota Nazaret. Dan hal ini akan menjadi masalah besar.

Sistem sensus zaman kuno tersebut mengharuskan setiap orang kembali ke kota atau kampung kelahirannya. Perintah ini akan menyebabkan pergerakan manusia dalam jumlah besar. Dan ternyata tidak bisa diwakilkan atau hanya kepala rumah tangga saja yang datang. Maria dalam keadaan hamil tua ternyata harus mengikuti sensus.
Masuk akalkah Tuhan menggerakkan kaisar Agustus memerintahkan sensus pada musim dingin (Desember)? Betapa sulitnya orang zaman itu melakukan perjalanan di musim dingin. Bahkan beberapa kali rasul Paulus menghentikan perjalanannya karena terhalang musim dingin.

Sekalipun katakanlah bahwa kaisar Agustus itu sinting, mungkinkah ia rela menanggung resiko dibenci oleh rakyat seluruh kekaisarannya karena memerintahkan orang untuk kembali ke kota kelahirannya pada musim dingin? Secara akal sehat rasanya sulit untuk percaya bahwa sensus itu dilakukan pada bulan Desember. Dan sangatlah masuk akal kalau sensus itu dilaksanakan pada musim panas atau menjelang musim panas yaitu sekitar bulan Juni atau Juli.

Keterangan lain dari Alkitab ialah adanya penggembalaan domba di padang rumput pada saat Kristus dilahirkan. Seharusnya mereka yang di wilayah empat musim tahu persis bahwa pada bulan Desember itu musim dingin dan tidak ada padang rumput yang menghijau, melainkan layu bahkan tempat tertentu tertutup salju. Ketika penulis berada di Virginia, USA, sungguh telah menyaksikan bahwa pada tanggal 25 Desember tidak ada padang rumput, bahkan tidak ada orang yang berjalan di luar rumah. Kalau kita lihat peta, posisi Israel hampir sama dengan posisi Virginia. Memang, di kota Betlehem secara geografis tidak sering terjadi salju. Tetapi, tetap saja kenyataannya, sangat tipis kemungkinan ada domba yang bermalam di padang terbuka pada musim dingin.

Kapankah mulai ada aktivitas penggembalaan? Tentu setelah musim semi, saat itu rumput tumbuh dengan subur. Terlebih setelah memasuki musim panas setelah matahari menyinari rumput-rumput. Bagi gembala saat itu tidak terlalu dingin untuk berada di padang rumput. Itulah sebabnya dari keterangan Alkitab tentang keberadaan para gembla dapat dipastikan itu di bulan Juni-Juli.

Mengenai Orang Majus

Siapakah orang Majus yang dari Timur itu? Saking ingin diperhitungkan nenek moyangnya terlibat, ada pendeta Tionghoa yang menafsirkan orang Majus itu dari Tiongkok. Waw, jauh sekali. Padahal pada zaman itu belum tentu saling tahu menahu keberadaan masing-masing antara orang di Tiongkok orang di Timur Tengah.

Mereka melihat bintang. Mengapa mereka tahu bahwa bintang itu sebuah tanda kelahiran raja Yahudi? Dari pada menafsir secara liar, apakah ada bagian Alkitab yang bisa menjelaskan hal ini?

Dalam kitab Bilangan tercatat seorang nabi yang bernama Bileam. Apakah ia nabi dari Allah yang benar? Kelihatannya begitu, karena ia takut akan Allah dan memang ada komunikasi antara Bileam dengan Allah.

Ingat, pada zaman sebelum Taurat diturunkan, adalah zaman keimamatan ayah. Pada zaman itu tiap-tiap ayah adalah imam bagi keluarganya. Ada banyak ayah yang keimamatannya tidak berfungsi dengan baik dan ada ayah yang aktivitas keimamatannya melampaui keluarga-nya sehingga menjadi imam komunitas seperti ayah mertua Musa, Yitro. Ayub diperkirakan hidup pada zaman itu, dan ia berfungsi baik sebagai imam bagi keluarganya.
Bileam termasuk dalam kategori Yitro dan Ayub, demikian juga mertua Yusuf yang di Mesir. Mereka adalah orang-orang yang masih percaya pada Allah yang benar namun dengan pengertian yang sangat minim karena belum diturunkannya wahyu tertulis yang bisa menjadi patokan kebenaran yang sifatnya definit dan permanen.

Dalam kitab Bilangan pasal 24:17, Tuhan memelintir mulut Bileam sehingga ia mengucapkan firman yang bukan kutuk melainkan nubuatan tentang kedatangan Sang Mesias. Katanya, "Aku melihat dia (Mesias) tetapi bukan sekarang; Aku memandang dia tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel, dan meremukkan pelipis-pelipis Moab dan menghancurkan semua anak Set.

Ingat, Bileam adalah seorang yang dihinggapi Roh Allah. Kata-katanya diterima sebagai kebenaran terlebih oleh orang Moab. Pastilah apa yang telah terjadi antara Balak dan Bileam menjadi buah bibir turun-temurun. Sangatlah gampang untuk menafsirkan nubuatan Bileam bahwa nanti akan datang seorang pemimpim bangsa Yahudi yang memiliki kemampuan membinasakan semua anak Set. Nubuatan Bileam mengenai seorang yang akan datang, "aku melihatnya tetapi bukan sekarang," Seorang pemimpin yang kelahirannya ditandai dengan bintang.

Sangatlah masuk akal untuk menafsirkan bahwa orang Majus dari Timur itu adalah orang Moab yang telah sangat terkesan dengan nubuatan Bileam, orang yang semua perkataannya sangat mereka hormati. Lagi pula Bileam sendiri tentu lebih terkesan lagi karena ia rasakan sendiri bagaimana ia terkendali secara illahi dalam mengucapkan nubuatan tersebut.

Ia pasti akan mengulanginya dan menegaskannya kepada masyarakat bahwa jika mereka melihat bintang yang ajaib maka itu sebuah pertanda kelahiran seorang raja Yahudi yang akan menguasai seluruh dunia. Terhadap dia lebih baik kita mengantar upeti daripada mencari gara-gara.

Orang Majus dari Timur sesungguhnya adalah orang Moab yang jarak perjalanannya tidak sampai berbulan-bulan, apalagi bertahun-tahun. Kelihatannya perjalanan mereka hanya dalam hitungan hari atau paling-paling hitungan minggu. BERARTI PERJALANAN MEREKA ITU DI SAAT MUSIM PANAS.

Tentu beberapa hari sesudah melahirkan, Maria sudah pindah dari kandang ke rumah. Karena sesudah mendaftarkan diri, banyak orang telah pulang ke kota masing-masing lagi sehingga sudah ada tempat. Dan ketika orang majus datang Yusuf dan Maria sudah tinggal di rumah bukan di kandang lagi.

Tidak masuk akal untuk berlama-lama di Betlehem karena rumah mereka ada di Nazaret. Jadi tidak mungkin orang Majus datang terlalu lama setelah kelahiran Yesus. Mereka paling-paling menunggu keadaan Maria pulih dari melahirkan. Gembala yang telah mendapat kabar dari malaikat tentu sudah bercerita kemana-mana. Namun mungkin reputasi mereka hanyalah gembala sehingga masyarakat tidak percaya sepenuhnya.

Ketika orang Majus datang secara rombongan dan waktunya sore-sore karena perjalanan dari Yerusalem, agak menyita perhatian masyarakat, sehingga mereka mulai percaya pada keajaiban kelahiran putra Maria. Namun tentu sulit bagi sanak famili mereka untuk menerima bahwa bayi itu adalah Mesias. Dan kini datang rombongan orang asing menyembah dan memberi hadiah.

Tanpa mereka sempat bertanya-tanya atau mewawancarai Yusuf dan Maria, malamnya malaikat perin-tahkan agar mereka segera berangkat ke Mesir. Besoknya mereka tidak melihat pasangan itu lagi, dan celakanya datang pasukan Herodes untuk membunuh bayi mereka dari dua tahun kebawah.

Diambilnya patokan dua tahun kebawah tentu hanya karena Herodes tidak mau kecolongan lagi. Bisa juga karena ia tidak percaya keterangan orang Majus yang telah membohonginya. Semua fakta ini menunjukkan bahwa Yesus Kristus tidak dilahirkan pada bulan Desember melainkan sekitar Juni-Juli. Tidak ada salju, melainkan para gembala dan domba. Memang, ada penafsiran lain yang memungkinkan tentang waktu kelahiran Yesus, karena Alkitab tidak mengatakan secara persis sekali, tetapi yang jelas Yesus tidak dilahirkan pada bulan Desember.

Biografi John G. Paton

Berikut ini adalah Biografi dari seorang misionari, John Paton, diterjemahkan dari Heroes of Faith on Pioneer Trails yang ditulis oleh Myers Harrison. Kiranya kisahnya menjadi
pelajaran berharga bagi kita.

JOHN G. PATON
Utusan Kristus kepada Orang-orang Kanibal di Hibrida Baru

Waktu itu hari Tahun Baru 1861, di pulau Tanna, kepulauan Hibrida Baru. Para misionari telah menghabiskan hari itu membawa obat-obatan, makanan dan air kepada penduduk desa, karena ratusan penduduk terkena penyakit campak yang mematikan. Banyak dari mereka yang mengambil obat-obat itu dan mengikuti instruksi dan kemudian sembuh, namun banyak orang lebih suka mencoba eksperimen mereka sendiri. Puluhan orang, yang tersiksa dengan rasa terbakar dan panas, meloncat ke dalam laut mencari kelegaan dan mati dengan segera. Yang lainnya menggali lobang di tanah, sepanjang tubuh mereka dan beberapa kaki dalamnya, dan berbaring di dalam sana, karena tanah yang dingin membuat mereka merasa nyaman. Dalam usaha yang sia-sia ini ratusan orang meninggal, di dalam kubur yang mereka gali sendiri, dan langsung dikuburkan di tempat mereka berbaring.

Pada sore hari, para misionari berlutut di rumah misi dan berdoa mengabdikan seluruh hidup mereka kepada Kristus dan juga untuk keselamatan para kanibal yang tinggal dekat mereka. Mereka dengan sepenuh hati mempercayakan keamanan diri mereka sendiri pada perlindungan Alah, tidak tahu bahwa bahkan pada saat itu juga, rumah itu sedang dikepung oleh para kanibal yang kejam, bersenjatakan pentung, batu tajam dan senapan angin, berketetapan untuk membunuh dan memakan para pendatang, yang memiliki Allah, yang menurut mereka, telah mendatangkan penyakit, topan, dan berbagai kesusahan lainnya atas mereka.

Setelah selesai berdoa, seorang misionari yang muda melangkah keluar dari pintu untuk menuju rumahnya sendiri dekat situ. Dengan cepat dia dipukul dan jatuh ke tanah sambil berteriak, "Awas! Mereka mencoba membunuh kita!"

Misionari yang lebih tua berlari menuju pintu dan berseru kepada orang kanibal itu, "Allah Yehova melihat kalian dan akan menghukum kalian karena mencoba untuk membunuh hamba-Nya." Dua orang hitam mengayunkan tongkat mereka yang berat kepadanya, namun tidak kena, dan karenanya seluruh gerombolan itu melarikan diri menuju semak-semak.

Orang berkulit putih yang lebih muda sedemikian kagetnya, sehingga beberapa hari ini dia tidak dapat tidur. Bahkan, susunan sarafnya terganggu karena peristiwa pemukulan itu, dia selalu membayangkan ketakutan akan dibunuh dan dimakan oleh para kanibal itu, dan tiga minggu kemudian dia meninggal. Misionari yang lebih tua telah sering mengalami serangan seperti itu selama hidupnya dan masih akan hidup melewati lebih banyak lagi. John G. Paton–itulah namanya–menemukan bahwa penyertaan Allah adalah obat penawar ketakutannya dan jaminan bahwa nyawanya abadi hingga pekerjaannya selesai. "Selama krisis itu," ia tulis dalam biografinya, "saya merasakan ketenangan dan kekuatan jiwa, berdiri tegak dan seluruh diri saya bertumpu pada janji, `Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.' Janji yang tak ternilai! Betapa saya mengasihi Yesus karena janji ini dan bersukacita di dalamnya! Terpujilah nama-Nya!"

Janji yang murni! Rahasia jiwa yang tenang! Rahasia hati yang penuh sukacita! Janji yang dapat diandalkan! Janji yang dapat menanggung seluruh beban seseorang! "Aku menyertai kamu senantiasa ."

Matius 28:20 adalah kata-kata terus bernyanyi, terus mengiang dalam setiap peristiwa yang berubah-ubah, setiap pengujian yang bertubi-tubi dan setiap pencapaian yang monumental dari John G. Paton. Mengenai nats ini, David Livingstone pernah mengatakan: "Ini adalah janji dari seorang Pribadi yang terhormat dan kata-katanya adalah titik." Ini adalah teks yang membuat sejarah karena nats ini berbicara mengenai Hadirat yang membuahkan pekerjaan yang ajaib dan tidak pernah gagal.

AYAT PEGANGAN JOHN G. PATON BERBICARA MENGENAI HADIRAT YANG MENGGUBAHKAN

John G. Paton lahir di sebuah peternakan dekat Dumfries, Skotlandia, pada tanggal 24 Mei 1824. Dia adalah anak sulung dari 11 bersaudara. Setelah belajar singkat pendidikan dasar dia mempersiapkan diri untuk belajar bisnis ayahnya dalam memproduksi kaos kaki. Selama 14 jam sehari ia bekerja di bengkel ayahnya dan sisa 2 jam yang seharusnya waktu makan, kebanyakan ia habiskan untuk belajar.

John pertama kali mempelajari indahnya dan ajaibnya Matius 28:20 di tengah-tengah kesederhanaan dan kesucian rumahnya di Skotlandia. Dengan kata-kata yang luar biasa indah, dia pernah mendeskripsikan ayahnya, James Paton, sebagai seorang laki-laki yang saleh, yang pergi tiga kali sehari ke `kamar doa' dan keluar dengan wajah yang bersinar seperti salah satu dari mereka yang berada di gunung dimana Yesus dimuliakan. "Dunia luar mungkin tidak mengetahui, tetapi kita sebagai anak-anaknya mengetahui dari mana datang terang yang bahagia itu yang selalu merekah dari wajah ayahku: itu adalah cerminan dari Hadirat Ilahi di dalam kesadaran yang dia hidupi," katanya.

Enam puluh tahun kemudian, putranya memberikan penghargaan yang mengesankan kepada kekuatan doa ayahnya:

"Tidak pernah, di dalam gereja, di atas gunung atau di dalam lembah, saya dapat berharap untuk merasakan bahwa Tuhan Allah lebih dekat, lebih secara nyata berjalan dan berbicara kepada manusia, selain di bawah rumah yang atapnya terbuat dari jerami dan anyaman pohon oak tersebut. Meskipun segala sesuatu yang lain di dalam kepercayaan saya dapat terhapus dari ingatan oleh musibah yang tidak terbayangkan atau terhapus dari pengertian saya, jiwa saya akan menggembara ke masa lampau dan menutup dirinya sekali lagi di kamar doa itu, dan masih mendengar gaungan dari seruan-seruan ayahku kepada Allah, dan itu akan membuang seluruh keraguan dengan seruan penuh kemenangan. `Dia dapat berjalan dengan Allah, mengapa saya tidak?'"

Pendoa ini membayangkan dirinya bagaikan imam di keluarganya, yang urusan utamanya adalah untuk hidup di dalam kemuliaan dan untuk memimpin anak-anaknya kepada Hadirat Ilahi sebagai realitas yang sanggup mengubah seseorang. Bahwa anak-anak Paton menerima penuh warisan suci ini dapat dilihat dari perkataan John: "Ketika ayah saya berlutut dan semua dari kami berlutut mengelilingi dia di dalam ibadah keluarga, dia menuangkan seluruh jiwanya dengan air mata untuk pertobatan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah supaya mereka dapat menlayani pelayanan Yesus, dan untuk setiap kebutuhan masing-masing pribadi dan keluarga, kami semua merasakan bahwa kami berada di dalam Hadirat Juru Selamat yang hidup, belajar mengenal dan mengasihi Dia sebagai Sahabat Ilahi kami. Ketika kami bangkit dari lutut kami, saya biasa memandang cahaya di wajah ayah saya dan berharap saya akan seperti dia di dalam roh."

Cahaya di wajah sang ayah: pandangan yang mengubah!

Untuk mengenal dan mengasihi Dia: Itu adalah hidup yang berubah!

Kehadiran dari Juru Selamat yang hidup: Tuhan yang telah dimuliakan!

Bukan para pelayan Tuhan atau penginjil atau Guru Sekolah Minggu yang memimpin John G. Paton kepada pertobatan, tetapi ayahnya sendiri. Setelah melihat nats Matius 28:20 dinyatakan melalui keagungan karakter ayahnya dan setelah merasakan sendiri nikmatnya yang tiada tara, ia terjun ke dalam sebuah pekerjaan yang akan menguji ketepatan dari janji `Aku menyertai kamu senantiasa' membuka matanya akan keagungan dari Matius 28:20.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENUNTUN

Sebagai seorang muda, John mendengar suara Tuhannya berkata, "Seberangilah lautan sebagai pembawa berita kasihku; dan lihatlah Aku menyertai engkau." Kristus sedang memimpinnya kepada pekerjaan dan latihan dengan cakupan yang lebih luas dan ia memutuskan untuk ikut. Sulit untuk meninggalkan rumahnya yang menyenangkan tetapi akhirnya hari perpisahan tiba. Jarak ke Kilmarnock sekitar 40 mil, di mana ia akan naik kereta menuju Glasgow. Perjalanan ke Kilmarnock hanya bisa ditempuh jalan kaki karena ia tidak sanggup membiayai perjalanan menggunakan kereta kuda. Semua miliknya dibundel jadi satu di dalam sebuah sapu tangan yang besar, tapi dia tidak berpikir dirinya adalah orang miskin, karena Alkitabnya dan Tuhannya besertanya.

Ayahnya berjalan bersamanya sejauh 6 mil dari rumah. Nasihat-nasihat dan air mata dan percakapan dengan ayahnya dalam perjalanan perpisahan itu tidak pernah dilupakan oleh sang putra. Di suatu ketika dalam perjalanan, mereka berdua terdiam. Ayahnya memegang topi di tangannya dan rambut pirangnya terurai di atas bahunya sementara tetesan air mata bercucuran dan doa-doa dipanjatkan dalam hati. Setelah tiba di tempat perpisahan, mereka saling berjabat tangan dan sang ayah berkata dengan penuh perasaan, "God bless you, my son! Allah ayahmu membuat engkau berhasil dan menjagamu dari semua kejahatan!" Ayahnya sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, bibirnya tetap bergerak dan berdoa di dalam hatinya; dengan penuh tetesan air mata, mereka berpelukan dan berpisah.

John menyelusuri jalan melewati sebuah belokan, mendaki sebuah tanggul untuk mendapatkan pandangan terakhir dan ternyata ia melihat ayah yang juga mendaki sebuah tanggul, berharap sekali lagi dapat melihat putranya. Orang tua itu mencari dengan sia-sia, karena matanya telah buram, kemudian ia turun dan mulai pulang ke rumah, pikirannya masih kosong dan hatinya menaikkan permohonan yang tulus. "Saya melihat dengan penuh air mata sampai ayah tidak terlihat lagi; dan kemudian, saya buru-buru melanjutkan perjalanan, berjanji dengan sungguh-sungguh, dengan pertolongan Allah, untuk hidup dan berlaku agar tidak mendukakan dan tetap menghormati ayah dan ibu yang telah Allah berikan kepada saya. Di masa-masa pengujian yang sulit pada tahun-tahun berikutnya, wujud sang ayah muncul di hadapan John dan bertindak sebagai malaikat penjaga," kata sang putra di buku Autobiografi-nya.

Pada tahun-tahun berikutnya, ia sangat sibuk menyebarkan traktat-traktat, mengajar di sekolah, dan bekerja sebagai misionari di salah satu bagian kota Glasgow. Dia menyadari bahwa perjalanan menyeberangi samudra tidak akan, seperti sulap, merubah dia menjadi seorang misionari, dan menjadi misionari, di atas semua yang lainnya, berarti menjadi seorang pemenang jiwa, sebab itu dia terus menerus berusaha memenangkan orang-orang yang terhilang di sekitarnya.

Salah satu orang yang ia coba selamatkan adalah seorang dokter yang adalah seorang pemabuk dan kafir. Setelah menjalin persahabatan dengan dokter itu, ia meminta dokter itu untuk berlutut dan berdoa pada suatu hari. Dokter itu menjawab, "Saya terkutuk, saya tidak dapat berdoa. Biarkan saya berdiri dan saya akan mengutuki Allah di depan muka-Nya." Pada akhirnya orang kafir yang jahat itu bertobat dan menghidupi kehidupan Kristen yang bersinar.

Sementara mengejar studi theologi dan medisnya, Paton muda tetap mendengar tangisan orang-orang tak percaya di Lautan Selatan yang akan binasa. Selama 2 tahun, gereja di mana ia menjadi anggota jemaatnya, Gereja Reform Presbiterian Skotlandia, sedang mencari seorang misionari untuk pergi ke kepulauan Hibrida Baru untuk bergabung dengan Rev. John English dalam pekerjaannya di daerah yang parah itu. Ketika Paton menawarkan dirinya untuk pelayanan ini, Dr. Bates, sekretaris dari Heathen Mission Committe, bersorak kegirangan.

Hampir setiap orang berpikir bahwa sangat bodoh bagi seorang anak muda yang menjanjikan untuk pergi dan tinggal bersama penduduk asli dari Pulau-pulau Pasifik Selatan yang kejam dan tidak memiliki peradaban. Satu orang tua berseru, "Orang-orang kanibal! Kamu akan dimakan oleh orang-orang kanibal!"

"Tn. Dixon, kamu sudah tua sekarang dan engkau sendiri segera terbaring dalam kubur, dimakan oleh ulat-ulat. Saya mengaku kepadamu jika saya dapat, saya ingin hidup dan mati melayani dan menghormati Tuhan Yesus, tidak menjadi masalah bagi saya apakah tubuh saya akan dimakan oleh kanibal atau ulat," jawab misionari muda yang ditunjuk.

Pada tanggal 16 April 1859, John G. Paton, ditemani oleh istrinya dan oleh Tn. Joseph Copeland, mengucapkan selamat tinggal kepada Skotlandia dan berlayar menuju Laut Pasifik Selatan. Di dalam hatinya sebuah lagu terus menerus berkumandang dan bunyi reff lagu itu adalah `Lo, I am with you all the way' "Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa."

"Aku menyerahkan masa depanku kepada Tuhan Allah ayahku, yakin di dalam lubuk hati saya, saya ingin melayani Dia dan mengikuti Juru Selamat." katanya.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGUATKAN

Setelah singgah di pulai Aneityum, di mana usaha misi sepertinya sudah ada sedikit hasil, orang Skotlandia muda itu mendarat beserta istrinya di Tanna, 5 November 1858, dan mulai membangun sebuah rumah di Pelabuhan Resolution. Pada hari-hari itu, pulau itu murni kanibalistik, dan iman sang orang kulit putih pada ayat hidupnya segera dicobai dengan hebat. Dia dan Nyonya Paton dikelilingi orang-orang biadab yang berlumuran cat, yang terperangkap dalam tahayul dan kekejaman yang selalu menyertai penyembahan berhala. Para lelaki dan anak-anak berjalan dalam kondisi telanjang sementara para wanita memakai cawat dari rumput atau daun yang sangat minim. Segera setelah mendarat, mereka melihat puluhan orang bersenjata melewati mereka dengan bersemangat, dengan bulu-bulu di rambut mereka yang kusut dan muka mereka dicat secara mengerikan. Suara senapan meletus di semak-semak dekat mereka dan teriakan para biadab mengisyaratkan bahwa orang-orang itu sedang ada dalam pertempuran sengit. Hari berikutnya, sang misionari diberitahu bahwa lima orang telah terbunuh, dimasak, dan dimakan oleh pihak yang menang. Pada sore harinya, keheningan terpecahkan oleh raungan liar dan panjang yang kedengaran tidak manusiawi. Paton diberitahu bahwa salah satu dari orang yang terluka, yang baru pulang dari pertempuran, baru saja mati, dan mereka telah mencekik jandanya supaya rohnya dapat menemani prajurit itu ke dunia berikutnya dan menjadi pelayannya di situ, sama seperti dia menjadi pelayannya di sini. Nasib wanita di Kepulauan Hebrida Baru (New Hebrides) sungguh buruk. Wanita tidak lebih dari budaknya lelaki. Dia yang melakukan semua pekerjaan kasar, sementara sang lelaki menganggap bertempur adalah bisnis utamana. Jika sang wanita menyinggung suaminya dengan cara apapun, ia akan memukulinya sebanyak yang ia inginkan, dan tidak ada yang akan berpikir untuk melerai. Sangat sedikit sekali rasa kekeluargaan di antara mereka, dan karenanya, orang-orang tua yang tidak dapat bekerja dibiarkan mati kelaparan atau bahkan dibunuh.

Warga Tanna memiliki begitu banyak patung dan jimat, yang sangat mereka takuit. Sungguh, penyembahan mereka adalah penyembahan ketakutan, yang intinya adalah untuk mendapatkan belas kasih roh jahat tertentu, atau untuk mencegah bencana atau mendatangkan pembalasan atas musuh tertentu. Mereka juag sering memberikan hadiah bagi orang suci, penyihir, atau nenek sihir mereka, yang mereka percaya dapat menghilangkan penyakit atau mendatangkan penyakit melalui Nahak atau mantra.

Dalam pertempuran suatu hari, tujuh orang terbunuh, dan janda mereka dicekik, dan semua dimasak dan dimakan oleh para prajurit dan teman-teman mereka. Ketika kepala suku Nouka sakit keras, tiga orang wanita dikorbankan agar ia sembuh.

Hati para misi dipenuhi horor dan rasa kasihan, dan mereka hampir putus asa, Paton menulis: "Apakah saya telah meninggalkan pekerjaan saya yang sangat saya cintai, juga teman-teman saya di Glasgow, dengan segala hal yang menyenangkan, hanya untuk membaktikan hidup saya bagi makhluk-makhluk hina ini? Apakah mungkin untuk mengajari mereka benar dan salah, untuk mengkristenkan mereka, atau membuat mereka beradab?" Namun, ia segera diingatkan bahwa ia tidak mengambil tugas ini oleh karena dirinya sendiri dan bahwa ia memiliki di tangannya sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan tugas besar ini. "Kami sadar," dia meneruskan, " bahwa Tuhan Yesus kami selalu dekat dengan kami dan melaluiNya kami menjadi kuat untuk tugas apapun yang telah Ia berikan atau akan Ia berikan."

Diberi kuasa dan keberanian yang sedemikian, ia mulai memberitahu para pribumi pulau tentang kebejatan mereka, dan menunjukkan pada mereka Domba Allah yang dapat menyelamatkan dari dosa dan dengan segala upaya berusaha memperlihatkan kepada mereka perbedaan antara kebejatan mereka dan hidup Kristiani. Kapan saja ada dua pihak yang hendak berperang, ia akan berlari ke tengah mereka dan berteriak agar mereka mundur. Bagaimanakah ia dapat menghadapi bahaya yang demikian di hadapan para biadab yang gila kebencian dan berteriak untuk darah? Mari kita lihat jawabannya sendiri: "Imanku memampukan saya untuk menggenggam dan merealisasikan janji itu, `Lihatlah, aku menyertai kamu senantiasa.' Dalam Yesus saya merasa tidak dapat disakiti. Saat-saat itu adalah saat saya merasakan Juruselamat saya paling dekat, mengilhami dan menguatkan saya."

Iman yang memampukan!

Dukungan yang membuat tidak dapat disakiti!

Janji yang pasti!

Kehadiran yang menguatkan!

"Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, sampai kepada akhir zaman."

Suatu hari, saat fajar, Paton bangun dan menemukan bahwa rumahnya telah dikelilingi oleh orang-orang bersenjata, yang bergumam dengan bengis bahwa mereka datang untuk membunuh dia saat itu juga. Karena mereka tidak pandai berkata-kata, para warga Tanna itu menunggu hingga seorang kepala suku datang dan memberikan pidato berikut: "Missi, kami mencintai cara kami jalan bapa leluhur kami. Kami telah membunuh para pengajar dari Aneityum dan membakar rumah mereka. Kini kami telah memutuskan untuk membunuhmu, karena kamu sedang mengubah adat istiadat kami dan kami membenci penyembahan Yehova.

"Karena saya sepenuhnya ada dalam tangan mereka," kata Paton, "saya berlutut dan menyerahkan tubuh dan jiwa saya kepada Tuhan Yesus, sepertinya untuk terakhir kalinya di bumi ini." Para biadab secara mengherankan menjadi sunyi, memperhatikan dia, sambil dia berdiri dan menceritakan kasih sang Juruselamat yang besar, dan mereka pergi, sambil bergumam bahwa dia pasti akan dibunuh kalau dia tidak meninggalkan pulau itu segera.

Beberapa hari berikutnya, sekelompok besar biadab berkumpul, dan salah satunya menyerang Paton dengan membabi buta menggunakan kapak dan berusaha membunuh dia. Keesokan harinya, seorang kepala suku yang bermuka garang mengikuti dia selama empat jam, dan sering membidikkan senapan anginnya pada Paton seolah-olah akan menembak. Sambil berdoa dalam hati, sang misionari meneruskan pekerjaannya. Apakah rahasianya hati yang sedemikian berani? Adalah ayat itu dan hadirat itu. Ia memberitahu kita:

"Kehidupan dalam kondisi seperti ini membuat saya berpegang erat pada Tuhan Yesus. Dengan tangan yang gemetar saya memegang tangan yang pernah dipakukan di Kalvari, yang kini memegang tongkat kerajaan alam semesta ini, dan ketenangan serta damai memasuki jiwaku. Pencobaan dan keluputan yang nyaris-nyaris semuanya telah membuat imanku kuat dan seolah mempersiapkan saya untuk lebih banyak lagi pencobaan. Tanpa kesadaran yang terus menerus akan hadirat dan kuasa Tuhan dan Juruselamatku, tidak ada apapun di dunia ini yang dapat memelihar saya dari kegilaan dan kematian. Kata-katanya, `Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung bumi,' telah menjadi sangat riil bagiku, dan saya merasakan kuasanya yang mendukung saya. Saya mendapatkan kilasan yang paling bernilai dan berharga akan wajah dan senyum Tuhanku justru pada saat-saat mengerikan ketika senapan, atau pentung, atau tombah sedang dibidikkan atas nyawaku."

Demikianlah, melalui pencobaan yang penuh api, sang misionari belajar akan Allah yang dapat dipercaya, dan kuasa kata-kata emas itu, "Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa."


AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGHIBUR

Di tengah-tengah begitu banyak pengalaman yang menakutkan dan berbahaya, Paton terlihat kesepian, namun kesedihan yang paling menyedihkan akan segera datang. Ketika dia dan istrinya berlabuh di Tanna, keduanya dalam keadaan sehat dan penuh antusias, sebagaimana mereka mengharapkan hidup yang bahagia bersama-sama sambil memperjuangkan keselamatan dari saudara-saudara mereka yang rusak akhlaknya. Tiga bulan kemudian seorang putra lahir bagi mereka. Dan pulau tempat di mana mereka mengasingkan diri penuh sukacita. Tetapi kegembiraan itu segera pudar karena demam tropis membawa kematian, dan misionari yang tertimpa kedukaan itu harus menggali kuburan untuk istrinya yang muda dan putranya yang masih bayi dengan tangannya sendiri. "Biarlah mereka yang pernah melalui kegelapan serupa seperti di tengah-tengah malam turut bersimpati dengan saya. Saya terpana dan logika saya nampaknya sudah hampir hilang. Saya membangun sebuah tembok karang sekitar kubur dan menutupi bagian atasnya dengan karang-karang putih yang indah, yang dipecahkan kecil-kecil menjadi seperti kerikil; tempat itu menjadi tugu saya yang suci dan seringkali saya kunjungi sepanjang tahun, sambil di tengah-tengah kesulitan, bahaya-bahaya dan kematian-kematian, saya bekerja untuk keselamatan dari penduduk pulau yang biadab ini," katanya.
Dua dari ksatria-ksatria salib yang paling mulia–David Livingstone dan John G. Paton–mempunyai banyak persamaan. Dua-duanya berasal dari Skotlandia. Dua-duanya pergi sebagai misionari. Dua-duanya menghadapi kematian yang tidak terhitung dan bertahan dengan sabar terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dideskripsikan di dalam pengejaran misi mereka. Masing-masing dari mereka memiliki seorang istri bernama Mary dan mereka yang menguburkannya dengan tangannya sendiri, di kuburan yang asing. Dan keduanya menemukan kekuatan mereka dan penghiburan dalam teks yang sama yaitu Matius 28:20.

"Jangan tinggalkan aku, Tuhanku, di dalam waktu-waktu kesedihan," seru Livingstone di samping kuburan yang baru dibuatnya di bawah pohon Baobab di Shupanga.

"Saya tidak pernah sama sekali ditinggalkan," kata Paton tentang saat-saat Getsemaninya. "Tuhan yang Pengampun menopang saya untuk membaringkan debu yang berharga dari orang-orang yang saya kasihi dalam kuburan yang sama yang tenang. Kalau bukan Yesus, dan persekutuan yang Ia berikan kepada saya di sana, saya pasti telah jadi gila dan meninggal di samping kubur yang sepi itu!" Beberapa minggu setelahnya, George Augustus Selwyn, Penilik (Bishop) pertama di Islandia baru, dan James Coleridge Patteson, Penilik dari Melanesia yang belakangan akan mati martir, mempunyai kesempatan untuk mengunjungi pulau itu. Di sana telah terjadi sebuah peristiwa yang pasti membuat surga dan bumi meneteskan air mata. "Berdiri bersama dengan aku di samping kubur seorang ibu dan anak," kata Paton, "saya menangis dengan keras di sebelah kanannya, dan Patteson menangis sesengukan di sebelah kirinya, sementara Penilik Selwyn yang baik menuangkan isi hatinya kepada Allah di tengah-tengah tangisan dan air mata, ketika ia meletakkan tangannya di atas kepalaku dan memohon penghiburan terkaya dari sorga dan berkat atas diriku dan jerih payahku."

"Tidak pernah sama sekali ditinggalkan!" – Hadirat yang tidak pernah gagal.

"Tuhan menopang saya!" – Hadirat yang menopang.

"Kalau bukan karena Yesus, saya pasti telah menjadi gila!" - Hadirat yang memberikan kekuatan.

"Penghiburan terkaya dari sorga!" - Hadirat yang menghiburkan.

"Aku besertamu senantiasa, bahkan sampai ke ujung dunia."


Di dalam kebutuhannya yang amat sangat, misionaris itu menyandarkan seluruh bebannya atas nats tersebut, dan penghiburan dari sorga menyertai jalannya.

Walaupun dengan sakit yang pedih sekali dalam hatinya dan keputusasaan di sekeliling, Paton melanjutkan tugasnya, mendeklarasikan kekayaan kasih Kristus saat dia pergi dari desa ke desa. Dia juga mengalihkan perhatiannya pada proyek memproduksi dan menerjemahkan, setelah menciptakan bentuk tertulis dari bahasa penduduk setempat. Dia memiliki sebuah mesin cetak yang kecil, sehingga ketika dia selesai menerjemahkan sebagian kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Tanessa, dia memulai pekerjaan yang sulit, yaitu menyiapkannya untuk dicetak. Akhirnya lembar pertama keluar dari mesin pencetak–pasal pertama dari Firman Allah yang pernah tercetak dalam bahasa Tannesa! Walaupun saat itu sudah jam 1 subuh, dia berseru kegirangan.

Pada tahun 1862 sebuah krisis baru muncul. Hiruk pikuk ratusan penduduk asli menyumpahi kematian misionari tanpa penundaan. Nowar, seorang kepala suku yang bersahabat, menyarankannya untuk melarikan diri ke dalam semak-semak di bawah kegelapan dan bersembunyi di sana bawah cabang pohon chestnut yang besar dan rindang. Dari tempat persembunyian itu dia melihat dan mendengar orang-orang hitam memukuli semak-semak dengan semangat untuk menemukan dia. Mengenai pengalaman yang menakutkan pada malam itu, Paton menuliskan: "Saya banyak kali mendengar suara tembakan senapan musket dan teriakan dari orang-orang biadab itu. Saya duduk di sana di atas salah satu cabang pohon, aman dalam tangan Yesus! Tidak pernah, dalam seluruh penderitaan saya, Tuhanku terasa lebih dekat pada saya selain saat itudan Dia berbicara kepada jiwa saya. Sendiri, namun tidak sendiri! Andai saja saya tidak mengenal Yesus dan doa, akal budi saya tentunya sudah pasti hancur, namun sebaliknya, kenyamanan dan sukacita muncul dari janji, "Aku menyertaimu senantiasa."

Paton mengakhiri cerita tentang insiden itu dengan memberikan sebuah pertanyaan yang harus direnungkan setiap hati dengan keseriusan penuh: "Jika anda sendirian, sangat sendirian, dalam kesunyian di tengah malam, di atas cabang pohon, pada ambang kematian itu sendiri, apakah anda memiliki seorang Teman yang tidak akan membiarkan anda?"

John G. Paton memiliki seorang Teman dan dalam Hadirat-Nya ada penghiburan yang melimpah sesuai kebutuhannya.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENJAMIN

Sebagaimana dinyatakan di atas, orang-orang biadab dari Aneityum telah menerima Kekristenan dengan kerelaan dan ketulusan. Bahkan, banyak dari mereka telah pergi ke pulau-pulau lain dan banyak menderita untuk Kristus dan injil- bahkan hingga martir, dalam sejumlah contoh. Beberapa dari orang Kristen Aneityum menolong Paton dalam usahanya untuk menginjili orang Tannese.

Suatu hari ia menerima informasi bahwa ia dan guru-guru Aneityumnya dipersiapkan untuk menjadi korban untuk perayaan yang dipersiapkan oleh orang-orang pribumi. Mereka melihat keluar jendela dan melihat sekelompok besar pembunuh-pembunuh bersenjata mendekat. Mengetahui bahwa mereka tidak dapat terjangkau oleh pengharapan manusia, mereka berdoa. Selama banyak jam mereka mendengar orang-orang biadab itu berderap di sekeliling rumah, mengancam untuk masuk atau membakar tempat itu. Ketika mereka berdoa, hati mereka ditenangkan dengan jaminan bahwa Dia yang ada untuk mereka lebih besar dari semua musuh-musuh mereka. Paton berkata: "Keamanan kami bergantung dalam permohonan kami kepada Tuhan yang mulia yang telah menempatkan kami di sana, yang kepada-Nya telah diberikan seluruh kuasa baik di surga maupun di bumi. Inilah kekuatan, inilah kedamaian–mempunyai persekutuan yang manis bersama-Nya. Saya tidak dapat mengharapkan sesuatu yang lebih berharga untuk para pembaca selain hal itu."

Pemberita salib yang gigih itu sedang memikirkan Matius 28:18-20 dan Hadirat yang menjaminkan itu memberikan informasi kepadanya: "Segala kuasa baik di surga dan di bumi diberikan kepada-Ku. Oleh karena itu, pergilah kalian ... dan Aku bersamamu."

Tangan yang menenangkan misionari itu menahan musuh, dan pada akhirnya para pembunuh itu pergi tanpa menyelesaikan tujuan mereka.
Paton menyimpan beberapa kambing sebagai sumber persediaan susu. Suatu hari dia mendengar embikan yang janggal di antara para kambing, seolah-olah mereka sedang dibunuh atau disiksa. Ia bergegas ke kandang kambing. Tiba-tiba sekelompok orang bersenjata muncul dari semak-semak, mengelilingi dia dan menaikkan pentungan mereka. Dia telah masuk ke dalam perangkap mereka! "Kamu telah melarikan diri banyak kali," kata mereka, "tetapi kami sekarang akan membunuhmu!" Kemudian dia menaikkan tangan dan matanya ke arah surga, Paton menyerahkan hidupnya kepada Tuhan yang ia layani. Ketika dia berdoa, Hadirat Ilahi menaunginya, hatinya dipenuhi oleh jaminan yang lembut dan kanibal-kanibal itu pergi satu per satu. "Sesungguhnya Yesus menahan mereka sekali lagi" tegas sang misionari. "Janjinya adalah sebuah realitas; Dia ada bersama dengan pelayan-pelayan-Nya untuk mendukung dan memberkati mereka, bahkan sampai ke ujung dunia!"

Janji yang selalu di bibirnya!

Hadirat yang selalu di hatinya!

Janji yang memegangnya!

Hadirat yang menjaminnya!

Aku besertamu senantiasa!

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELINDUNGI

Pada suatu ketika, saat Paton sedang berkhotbah di salah satu desa, tiga orang penyihir berdiri dan mengumumkan bahwa mereka dapat membunuhnya dengan Nahak (sejenis ilmu sihir), jika saja mereka dapat memperoleh sisa buah atau makanan yang dimakan oleh Paton. Ditantang sedemikian rupa, maka ia meneguhkan hati, dengan bantuan Tuhan, untuk melancarkan pukulan terhadap kuasa kegelapan yang besar yang dimiliki oleh para penyihir tersebut. Setelah menggigit tiga buah plum, ia memberikan satu plum ke masing-masing penyihir. Pada penduduk asli sangat kaget akan tindakannya dan mengantisipasi bahwa dia sebentar lagi akan jatuh tergeletak ketika para penyihir memulai mantra-mantra mereka. Dengan banyak gerakan dan erangan, mereka membungkus ketiga buah plum itu ke dalam daun dan membuat api "suci" dan membakar buah-buah itu. "Cobalah buat dewamu membantumu," Paton memberi semangat. "Saya tidak terbunuh. Bahkan, saya sehat walafiat."

Setelah sekian lama, para penyihir mengatakan bahwa mereka akan memanggil seluruh penyihir yang ada dan mereka akan membunuh Missi (nama sebutan Paton, singkatan dari "misionari") sebelum hari Sabat berikutnya tiba. Paton memberitahu rakyat bahwa ia akan menemui mereka pada tempat yang sama Sabtu pagi berikutnya. Keseruan yang besar melanda pulau itu. Setiap hari, pembawa berita dari berbagai pelosok datang dan menanyakan apakah orang putih itu sakit. Pada Sabtu pagi, ia muncul di hadapan rakyat dalam keadaan sehat, dan berkata, "Kini kalian harus mengakui bahwa dewa kalian tidak memiliki kuasa atas diriku dan saya dilindungi oleh Allah yang benar dan hidup. Ia adalah satu-satunya Allah yang dapat mendengar dan menjawab doa. Ia mengasihi umat manusia, walaupun manusia begitu jahat, dan Ia mengutus AnakNya yang terkasih, Yesus, untuk menyelamatkan semua yang percaya dan mengikuti Dia dari dosa." Mulai dari hari itu, dua penyihir menjadi bersahabat dengan dia, tetapi yang lainnya tetap menjadi musuh bebuyutannya dan menghasut orang-orang pribumi untuk semakin memusuhinya.

Sekitar waktu itu, beberapa kejadian yang berdarah mencuat di pulau Erromanga. Pada tahun 1839, John Williams, dan teman sekerjanya yang muda, Harris, dipukuli hingga mati dan dimakan oleh penduduk Erromanga. Namun setelah beberapa waktu, mereka digantikan oleh misionari lain yang gagah berani. Kini, setelah empat tahun penuh pengabdian, Tuan dan Nyonya Gordon dipukuli dan dibunuh.

Ketika para penduduk Tannessa mendengar kejahatan tersebut, mereka berteriak seorang kepada yang lain: "Kami salut dan kasih pada orang-orang Erromanga! Mereka orang-orang berani. Mereka membunuh Missi mereka dan istrinya, sedangkan kita hanya bisa berbicara saja."

Karena seringnya mereka diserang dan diancam nyawanya, dan juga pembunuhan salah seorang dari mereka, semua guru-guru Injil dari Aneityum, kecuali Abraham, pulang ke pulau mereka sendiri. Abraham ini, yang dulunya seorang biadab yang haus darah, adalah seorang pahlawan salib yang sejati. Menghadapi kematian yang hampir pasti, ia bersikukuh untuk tinggal bersama misionari di tempat tugas dan bahaya. Sementara ratusan kanibal yang marah menyerukan kematian mereka, keduanya berlutut dalam doa. "O Tuhan," Abraham berdoa, "buatlah kami berdua kuat bagi-Mu dan pekerjaan-Mu, dan jika mereka membunuh kami, biarlah kami mati berdua dalam pekerjaan-Mu yang baik, seperti hamba-Mu, Missi Gordon dan istrinya."

Para biadab mengelilingi mereka dalam lingkaran maut dan menyemangati satu sama lain untuk menghantamkan pukulan pertama atau menembakkan tembakan pertama. Akhitnya, sebuah batu perang, yang dilemparkan dengan kekuatan yang besar, menyerempet pipi Abraham. Santo tua yang manis itu mengalihkan pandangannya pada langit dan berkata, "Missi, saya hampir pergi pada Yesus."

"Di saat yang mengerikan itu," tulis Paton, "Saya melihat kata-kata Kristus sendiri, seperti huruf-huruf yang terukir dari api di awan-awan di langit: `Dan apa pun juga yang kamu minta dalam namaKu, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan dalam Anak.'" (Yoh. 14:13) Ketika ia sedang berdiri berdoa, ia bagaikan melihat Tuhan Yesus mengambang di dekatnya, memperhatikan pemandangan yang terjadi, dan suatu jaminan datang padanya, bagaikan jika ada suara dari surga, bahwa tidak ada satu senapanpun akan ditembakkan, tidak ada satu pentungan akan memukul, tidak satu pun tombak akan meninggalkan tangan yang telah bergetar untuk melemparnya, tidak satu anak panah akan lepas dari panahnya, atau satu batu pun terlontar dari jari-jari, tanpa izin dari Yesus Kristus, yang memerintah atas seluruh alam semesta dan yang menahan bahkan para biadab di Laut Selatan. Bagaimanakah para biadab itu dapat dicegah untuk tidak melaksanakan niat pembunuhan mereka? Hal itu adalah suatu mujizat, yang mengalir keluar dari hadirat Tuhannya yang melindungi. "Jika ada pembaca yang heran bagaimana mereka dicegah," ia berkata, "saya lebih heran lagi, kecuali bahwa saya percaya tangan yang sama yang menahan para singa untuk tidak menjamah Daniel, telah menahan para biadab dari menyakiti saya."

Ketika menutup kisah tentang episode yang satu itu, ia kembali lagi, untuk kesekian ribu kalinya, kepada teks yang menyanyi, dan menangis, dan bersorak bersama dia di sepanjang hidupnya. Ia menulis: "Saya tidak pernah ditinggalkan tanpa mendengar janji itu dalam segala kuasanya yang menghibur dan menyokong melalui segala kegelapan dan kesedihan. "Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa."

Teks yang menyokongnya!

Janji yang menghiburnya!

Hadirat yang melindunginya!

"Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa!"

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MELUPUTKAN

Pada beberapa kesempatan kapal-kapal berlabuh ke dermaga yang bernama Resolution dan para misionari dianjurkan untuk pergi menyelamatkan diri. Pada setiap kejadian ini dia menolak, sambil berharap bahwa dia dapat memenangkan penduduk Tannese bagi Kristus. Dan akhirnya, ketika rumah misi dibobol dan setiap barang yang dia miliki tercuri ataupun hancur, dia menyadari bahwa jika dia tinggal lebih lama berarti nasib yang sangat menakutkan – yaitu dibunuh dan dimakan oleh para kanibal atau mati karena kelaparan. Setelah memutuskan untuk meninggalkan Tanna untuk sementara waktu, dia berjalan melintasi pulau tersebut, di tengah-tengah penderitaan yang tak terlukiskan dan bahaya yang tak terhitung, pergi ke stasiun misi yang ditempati oleh Tn. dan Ny. Mathieson.


Melewati perjalanan yang melelahkan, Paton pun tertidur lelap. Sekitar jam 10 anjing kecilnya yang setia, Clutha, hanya anjing ini yang tersisa dari semua miliknya, melompat tanpa suara ke atasnya dan membangunkannya. Memandang keluar, dia melihat bahwa rumah itu telah dikepung oleh para orang biadab, beberapa dengan obor yang menyala, dan tangan yang lain memegang senjata yang berbeda-beda. Dengan cepat mereka membakar gereja yang ada di dekat situ dan kemudian pagar tanaman yang menghubungkan gereja dengan rumah tempat tinggal. Dalam beberapa menit rumah itu juga mulai terbakar sementara orang-orang yang marah menunggu untuk membunuh para misionari ketika mereka berusaha untuk lari. Secara manusiawi, mereka tidak ada harapan. Bertulut, mereka menyerahkan diri mereka sendiri, tubuh maupun jiwa, kepada Tuhan Yesus, memohon Hadirat-Nya dan janji pertolongan-Nya: ". . . Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau . . ." (Mzm 50:15).

Membuka pintu, Paton keluar dengan terburu-buru untuk memotong pagar tanaman itu. Dengan segera dia dikepung oleh para biadab dengan pentungan yang terangkat dengan seruan, "Bunuh dia! Bunuh dia!" "Mereka berseru dalam marah," kata Paton, "namun Allah yang tak terlihat menahan mereka dan meluputkan saya. Saya berdiri tanpa dapat diserang di bawah perisai-Nya yang tak terlihat."

Hadirat Allah yang tak terlihat!

Perlindungan dari perisai yang tak terlihat!

Pelepasan dari Hadirat Ilahi!

Pas pada saat itu, suatu suara yang menderu dan berisik datang dari arah selatan. Sebuah angin tornado yang mengerikan dan hujan deras mendekat! Jika itu datang dari utara, api yang membakar gereja itu dapat dengan cepat menyebar dan membakar rumah misi itu. Namun, angin itu meniup api itu menjauh dari rumah dan kemudian hujan deras pun turun. Dengan hati penuh ketakutan, penduduk asli di sana melarikan diri sambil berseru: "Ini adalah hujan dari Yehova! Sungguhlah Allah mereka berperang untuk mereka dan membantu mereka."

Walaupun demikian, ketakutan mereka tidak berlangsung lama. Pagi hari berikutnya, mereka kembali untuk melanjutkan pekerjaan berdarah yang mereka lancarkan pada malam sebelumnya. Dengan tawa yang liar mereka mendekati rumah itu. Tiba-tiba, di tengah-tengah teriakan dan kegemparan yang makin keras, para misionari mendengar seruan, "Berlayar! Berlayar!" Mereka takut untuk percaya pada telinga mereka, tetapi itu nyata: sebuah kapal berlayar menuju pelabuhan ketika semua harapan terlihat sirna. Para misionari kemudian diselamatkan dan dibawa ke Aneityum.

"Dalam sukacita kami menyatukan puji-pujian kami," kata Paton. "Sungguh, Yesus kami yang berharga memiliki segala kuasa. Saya sudah sering menangis mengingat kasih dan kemurahanNya dalam pertolonganNya waktu itu."

Yesus–sumber semua kekuatan!

Yesus–sumber kasih dan belas kasihan!

Yesus–pencipta setiap keluputan!

Yesus berkata, "Segala kuasa diberikan kepada-Ku" dan berjanji, "Lihatlah, saya akan menyertai Engkau senantiasa." Melalui banyak pengalaman yang penuh dengan keajaiban dalam kehidupan John G. Paton, perkataan Kristus terbukti secara melimpah-limpah.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENYEDIAKAN

Di Aneityum Paton bermaksud untuk melanjutkan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Tanna dan kemudian kembali ke Tanna saat jalan mulai terbuka. Namun setelah berbincang-bincang dengan misionari yang lain, dia setuju untuk pergi ke Australia dulu, kemudian ke Skotlandia untuk membangkitkan ketertarikan yang lebih besar pada pekerjaan di Hibrida Baru dan untuk merekrut misionari baru dan khususnya untuk mengumpulkan sejumlah besar dana untuk pembangunan dan pemeliharaan kapal layar yang digunakan untuk membantu para misionari dalam penginjilan di pulau-pulau. Kemudian dia mengumpulkan cukup banyak dana yang digunakan untuk membuat sebuah kapal uap misi.

Kenangan akan pengalaman masa kecil mendorongnya untuk menjalankan misi ini. Waktu itu merupakan tahun yang sulit. Panen kentang gagal dan panen-panen yang lain juga jelek. Keluarga Paton, seperti para petani yang lain, berada dalam kekurangan yang besar. Saat ayah sedang dalam perjalanan bisnis, baik makanan dan uang habis sama sekali. Ibu yang beriman membawa masalah ini kepada Tuhan dalam doa dan menyakinkan anak-anaknya bahwa Dia akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka pada pagi hari. Benarlah, satu keranjang makanan tiba entah dari mana keesokan harinya. Anak-anaknya berkumpul dekatnya, ibu berkata, "Anak-anak yang terkasih, kasihi Allah yang ada di surga. Beritahu Dia semua kebutuhanmu dalam iman dan doa, dan Dia pasti akan menyediakannya, maka itu akan digunakan untuk kebaikanmu dan kemuliaan-Nya."

Paton percaya bahwa Allah yang menjaga, melindungi dan meluputkannya dengan sangat hebat selama hari-harinya di Tanna, juga akan menyediakan kebutuhan-kebutuhan materi yang dibutuhkan misi ini, seperti juga Dia telah menyediakan kebutuhan materi keluarganya saat dia masih muda. Dia memiliki keyakinan yang sering diekspresikan oleh Hudson Taylor: "Pekerjaan Allah yang dikerjakan sesuai kehendak-Nya tidak akan pernah kekurangan penyediaan-Nya." Meresponi pesan Paton yang mengharukan, sumbangan berdatangan. Uang itu banyak yang berasal dari puluhan ribu anak-anak remaja yang menjadi pemegang saham kapal yang akan dibuat itu, dengan satu saham seharga enam pence. Dia menghubungkan kesuksesan pengumpulan dana in dengan Hadirat Allah yang menyediakan. "Malaikat Hadirat-Nya mendahului saya," katanya, "dan secara ajaib menggerakkan umat-Nya untuk ambil bagian."

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MEMAMPUKAN

Saat di Skotlandia, Paton menikah dengan Margaret Whitecross, dan mereka bersama-sama berlayar ke Laut Selatan. Mereka tiba di Aneityum pada bulan Agustus 1866, dan dia mendengar bahwa Abraham tua yang setia telah mendapatkan upahnya di surga. Abaraham pernah diberi dan dihadiahi sebuah jam mahal oleh teman misionarinya yang mengirimnya dari Australia. Ketika dia akan meninggal, dia berkata, "Berikan itu kepada Missi Paton dan beritahukannya bahwa saya harus pergi kepada Yesus, di sana waktu mati."

Tn. dan Ny. Paton mendirikan sebuah badan misi baru di Aniwa, pulau terdekat dengan Tanna, untuk memimpin orang-orang Aniwa kepada Kristus sambil menantikan hari ketika dia dapat kembali ke tempat yang merupakan harapan dan penderitaannya dulu. Mereka membangun sebuah rumah untuk mereka sendiri tinggali dan dua rumah untuk anak-anak yatim piatu. Kemudian sebuah gereja, rumah produksi dan beberapa bangunan didirikan. Mereka menyadari bahwa penduduk Aniwa sebenarnya sama bejatnya dengan penduduk Tanna. Ketahyulan yang sama, kekejaman dan kebejatan kanibal yang sama, mental barbar yang sama, kurang memikirkan kepentingan orang lain adalah buktinya. Barang-barang milik para misionari terkadang dicuri dan banyak usaha yang dilakukan untuk membunuh mereka. Semua jenis pengalaman, dari yang lucu sampai mengerikan, masuk ke dalam kehidupan mereka.

Pertama-tama Paton tinggal di pondok penduduk yang kecil. Saat dia sibuk dalam pembangunan sebuah rumah yang agak jauh sedikit, kapaknya terjatuh dan mengiris dalam pergelangan kakinya. Dia mendesak beberapa pribumi untuk mengantarkannya ke gubuknya. Ketika mereka meminta pembayaran, dia memberikan beberapa kail ikan, yang memang sangat dibutuhkan, dan memberikan beberapa kepada salah satu dari orang-orang itu. Orang ini mengantarkannya beberapa langkah, kemudian membaringkannya dan meninggalkannya. Orang kedua dibayar serupa dan setelah beberapa langkah membaringkannya sama seperti orang yang pertama; demikian pula orang ketiga dan seterusnya. Sementara itu, Paton menderita amat sangat dan mengalami perdarahan yang serius.

Setelah sembuh dan kembali membangun rumah, dia menyadari bahwa suatu hari dia membutuhkan beberapa alat yang ada di gubuk. Menuliskan sebuah catatan di atas kayu, kemudian ia menyerahkan kepada seseorang kepala suku, bernama Namakei, dan memintanya untuk memberikan catatan itu kepada Ny. Paton. "Tetapi apa yang kamu inginkan?" tanya kepala suku tua itu dengan heran.

"Kayu itu akan memberitahu dia," jawabnya.

Namakei berpikir bahwa hal tersebut adalah semacam gurauan, tetapi melakukan segala yang diminta. Kemudian dia sangat terkejut ketika Ny. Paton mengirim apa yang suaminya minta. Misionari itu mengambil keuntungan dari kejadian itu untuk menceritakan kepada dia tentang Alkitab, yang melaluinya dia dapat mendengar Allah "berbicara" kepadanya. Sebuah keinginan yang menggebu-gebu terbangunkan di dalam jiwa orang tua itu untuk melihat Firman Allah yang tercetak dalam bahasanya sendiri, dan membuat dia memberikan pertolongan yang besar dalam pernerjemahan, yang juga menginspirasikan dia untuk belajar membaca. Ketika bagian pertama dari Alkitab telah dicetak ia bertanya dengan sungguh-sungguh: "Missi, dapatkah Firman itu berbicara? Apakah itu berbicara dalam bahasa saya?"

"Ya, itu dapat."

"O Missi, buatlah itu berbicara kepada saya!"

Paton membacakannya beberapa ayat dan kepala suku itu berseru dengan girang, "Ayat itu berbicara! Ayat itu berbicara dengan kata-kata saya! Tolong berikan itu kepada saya!" Setelah mendekapnya, ia menyerahkannya kembali dengan kecewa dan berkata, "Missi, ia tidak berbicara kepada saya!"

Paton menjelaskan bahwa dia harus terlebih dahulu belajar untuk membaca, barulah ia membuat buku itu berbicara. Mengetahui bahwa penglihatan kepala suku itu sangat buruk, dia menemukan sepasang kacamata yang cocok dengannya dan Namakei menangis bahagia, "Saya telah mendapat kembali penglihatan yang saya miliki ketika saya masih muda. O Missi, buatlah buku itu berbicara kepada saya sekarang!

Dia diberi tiga huruf pertama dalam alphabet. Kemudian dia menghafal ketiga huruf itu dan berlari kepada misionari tersebut dan katanya: "Saya telah menghafal A, B, C. Sekarang itu sudah ada dalam otak saya. Berikan kepada saya tiga huruf lagi."
Namakei belajar dengan rajin. Saat dia dapat membaca, dia berkata kepada masyarakat yang ada di sana: "Datang dan saya akan membiarkan kamu mendengar bagaimana Firman Allah berbicara dalam bahas a kita. Dengarkanlah perkataan yang indah ini, yang memberitahukan mengapa Missi datang untuk hidup di antara kita orang celaka dan tentang teman-Nya Yesus, yang selalu pergi berserta dengannya, untuk membuatnya kuat dalam segala usahanya."

Dia membaca dengan terbata-bata Firman itu: "Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa."

Seperti Nebudkadnezar mengobservasi Orang Keempat, yang seperti Anak Allah, dalam tungku perapian bersama Sadrakh, Mesakh dan Abednego, demikianlah orang-orang biadab yang ada di Hibrida Baru melihat bahwa misionari itu tidak sendirian dan tidak berdiri di atas kekuatannya sendiri.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENGUBAH

Melalui keputusasaan dan pencobaan yang bertubi-tubi, para misionari terus bekerja, tahu bahwa Dia yang bersama dengan mereka adalah Allah yang penuh kuasa dalam penyelamatan dan penuh kuasa untuk mengubah. Paton bersaksi: "Dalam dunia penyembah berhala, setiap orang yang sungguh bertobat otomatis menjadi seorang misionari. Hidup yang berubah, bersinar di tengah-tengah kegelapan, adalah sebuah kabar baik dalam huruf cetak besar yang dapat dibaca semua orang."

Namakei berubah menjadi sebuah bukti yang mengesankan akan "ciptaan baru di dalam Kristus," walaupun memerlukan cukup banyak waktu untuk berpindah dari masa memuji Yesus hingga akhirnya masuk ke dalam masa memiliki dan menjadikan-Nya Raja dalam kehidupannya. Berkaitan dengan kelangkaan akan air yang hebat di Aniwa dan banyaknya penyakit akibat meminum air kotor, Paton memutuskan untuk menggali sebuah sumur. Ketika ide itu diusulkan ke Namakei, kepala suku tua itu berpikir Missi telah kehilangan pikirannya. Tetapi pria putih itu bekerja keras selama berhari-hari, meskipun teriknya matahari tropis bersinar menyinari tubuhnya. Ketika sumur itu runtuh pada satu malam, ia menggalinya lagi dengan sepenuh tenaga. Namakei berusaha untuk membujuknya untuk berhenti dari usahanya yang gila dan bodoh, memberitahunya bahwa air hanya datang dari atas dan jika ia menemukan air ia akan jatuh menuju ke laut dan dimakan oleh hiu-hiu. Akhirnya pria putih itu keluar dari sumur Yehova dengan seember penuh air. Namakei dengan ragu mengambilnya dan merasakan airnya dan kemudian berseru: "Hujan! Ini adalah hujan! Dunia menjadi terbalik semenjak Yehova datang ke Aniwa." Dengan hati-hati ia dan orang-orang lainnya mengintai ke dalam sumur untuk melihat "Hujan Yehova" memancar dari bawah.

"Apakah sumur ini hanya untuk anda dan keluargamu?" tanya mereka.

"Tidak, kalian semua boleh datang dan minum sebanyak yang kamu perlukan."

Dengan sangat gembira, orang-orang berlarian untuk menyebarkan berita itu. Tetapi Namakei berkata, "Missi, bolehkah saya menolongmu di pelayanan Sabat berikutnya? Saya mau berkhotbah tentang sumur." Missi itu langsung setuju.

Mendengar apa yang telah terjadi, sekumpulan massa besar berkumpul di dalam gereja Sabat berikutnya. Namakei menyampaikan sebuah pesan yang berkuasa dan mengesankan, penutupannya adalah sebagai berikut:

"Teman-teman Aniwa, sesuatu di dalam hatiku memberitahuku bahwa Allah yang tidak kelihatan itu ada dan aku akan melihat Dia suatu hari ketika timbunan debu yang sekarang membutakan mata tuaku dihilangkan, persis seperti kita melihat air itu yang begitu lama tidak terlihat, ketika lumpur dan batu dihilangkan dalam proses pembuatan sumur. Mulai hari ini, rakyatku, saya harus menyembah Allah yang telah membukakan bagi kita sumur itu. Biarlah setiap orang yang berpikir seperti saya sekarang pergi dan membawa berhala Aniwa sehingga mereka dapat dihancurkan. Biarlah kita berdiri untuk Allah Yehova yang mengirim Putra-Nya Yesus untuk mati bagi kita dan membawa kita ke surga." Khotbah ini, bersamaan dengan contoh kegigihan kepala suku, membuat banyak orang berbalik dari berhala-berhala kepada Allah yang sejati.

Setelah banyak permintaan, Namakei mendapatkan izin untuk pergi ke Aneityum dengan Paton untuk menghadiri pertemuan tahunan para misionari. Dia sekarang sangat tua dan rapuh. Di pertemuan ia gembira mendengar bagaimana orang-orang dari berbagai macam pulau menerima Injil dan berbalik dari jalan penyembahan berhala. "Missi," katanya, "saya mengangkat kepala saya seperti sebuah pohon. Saya bertumbuh semakin tinggi dengan sukacita."

Setelah beberapa hari di Aneityum, kepala suku tua itu merasa sakit ketika dia sedang beristirahat di bawah bayangan pohon Banyan. "O Missi," dia berbisik, "Saya hampir mati! Beritahu rakyatku supaya terus menyenangkan Yesus. O Missi, biarkanlah aku mendengar kata-katamu di dalam doa. Missiku yang terkasih, aku akan bertemu dengan kamu di rumah Yesus."

Peristiwa itu adalah kematian yang penuh kemenangan dari seseorang yang dulunya kanibal, tetapi yang telah datang di bawah sentuhan yang mengubahkan dari Tuhan yang Hidup.

Orang kudus lainnya, yang diubahkan dari seorang yang tidak beradab dan brutal, adalah Naswai. Dia adalah seorang guru dari sebuah sekolah di desanya dan sangat bersemangat di dalam hal-hal yang berhubungan dengan Kristus. Dalam satu peristiwa, sekelompok orang datang dari Fotuna untuk melihat bagi diri mereka sendiri apa yang telah Injil lakukan di Aniwa. Naswai membuat penyampaian yang sangat kuat, ia berkata: "Orang-orang Fotuna, ketika kamu kembali, beritahu orang-orangmu bagaimana kami orang-orang Aniwa berubah. Sebagai orang-orang yang tidak mengenal Allah, kami bertengkar, membunuh, dan saling memakan. Kami tidak memiliki kedamaian, tidak ada sukacita, di dalam hati atau di rumah atau di negeri kami. Sekarang Yehova telah mengubah seluruh hati kami yang gelap dan kami sebagai saudara/i seiman, dalam kedamaian dan kebahagiaan."

Putri Namakei, Litsi, telah dilatih semenjak kanak-kanak oleh para misionari. Ia menjadi sebuah contoh yang mulia tentang wanita Kristen. Menjadi seorang putri dari kepala suku yang paling penting di pulau itu, ia disebut "Ratu Aniwa." Pada waktunya, ia menikahi seorang pria bernama Mungaw. Suatu malam, Mungaw ditembak oleh Nasi, kepala suku dari pulau Tanna. Beberapa waktu kemudian, Litsi pergi ke Tanna karena digerakkan oleh rasa dendam yang teramat sangat dan kudus. Dia pergi sebagai seorang misionari kepada orang-orang yang kepala sukunya telah membunuh suaminya. Orang-orang Kristen lain dari Aniwa bergabung dengannya, dan mereka menyebarkan Injil yang mulia ke negeri yang gelap itu. Demikianlah akhirnya, beberapa orang yang telah ditobatkan Paton di Aniwa memberitakan Kristus kepada orang-orang miskin dan hina di pulau berdarah di mana ia telah diasingkan bertahun-tahun sebelumnya.

Demikianlah sedang dijawab, doanya yang begitu sering ia panjatkan di tempat yang suci itu, dimana ia menguburkan istrinya dan bayinya yang berumur 3 bulan setelah mencapai Tanna. Ia berkata: "Kapanpun Tanna berbalik kepada Tuhan dan dimenangkan bagi Kristus, orang-orang akan menemukan kenangan dari tempat itu masih hijau. Disanalah saya mengklaim bagi Allah negeri tempat saya menguburkan keluargaku yang telah meninggal dalam iman dan pengharapan."

Iman apa? Pengharapan apa? Iman di dalam janji! Pengharapan di dalam Alkitab! "Lihatlah, Aku besertamu senantiasa." Diyakinkan oleh Hadirat yang manis dan menyertai itu, ia mengetahui bahwa perubahan-perubahan luar biasa akan terjadi – orang-orang biadab itu akan menjadi orang kudus, para pembunuh akan menjadi para misionari, orang egois menjadi pelayan, dan semua penghuni kekejaman dan kegelapan akan bersuara bersamaan dengan puji-pujian sang Penebus.

AYAT ITU BERBICARA TENTANG HADIRAT YANG MENCUKUPI DAN TAK PERNAH GAGAL

Adalah hari yang bersejarah ketika Paton mengunjungi kembali Tanna. Nowar yang tua, kepala suku yang bersahabat itu, sangat gembira melihatnya dan Mrs. Paton, dan meminta mereka untuk tinggal. Dia berjanji akan menyediakan makanan dan perlindungan. Namun sepertinya dia menyadari, bahwa apa yang dapat ia berikan sama sekali tidak cukup dan juga tidak diperlukan, karena para misionari memiliki sumber kuasa yang lebih besar daripada semua tipu muslihat manusia. Dia mengingat kejadian-kejadian yang tak terhitung banyaknya, ketika kebenaran ini sungguh nyata. "Kemudian," Paton bercerita, "dia memimpin kami ke cabang pohon chestnut dimana saya berlindung saat malam yang sepi ketika semua harapan sudah tidak ada lagi, dan ia berkata kepada Mrs. Paton dengan tulus, `Allah yang melindungi Missi dalam pohon ini akan selalu menyertaimu!'" Bahkan mata para biadab dapat melihat bahwa misionari tersebut memiliki Hadirat Allah Mahakuasa yang tak pernah gagal.

Pada umurnya yang ke-83, John G. Paton meninggal di Australia pada tanggal 28 Januari 1907. Tubuhnya dibaringkan di Boroondara Cemetery dan di nisan kuburnya tertulis ayat yang mengubah seluruh hidupnya.

Mengenai ayat ini, anaknya, F.H. Paton menuliskan: "Dalam percakapan pribadi maupun ceramah umum, ayahku selalu saja mengutip kata-kata ini, `Lihatlah, Aku menyertaimu senantiasa' sebagai inspirasi akan ketenangan dan keyakinannya pada masa genting, dan pengharapannya saat menghadapi situasi yang mustahil. Betapa hal ini disadari oleh keluarganya, sehingga kami memutuskan untuk menuliskan ayat ini pada batu nisannya yang di Boroondara Cemetery. Bagi kami semua, ayat ini sepertinya menyimpulkan semua elemen inti dalam imannya dan sumber keberanian dan ketabahannya."
Ayat yang terdapat pada bibirnya!

Ayat yang terdapat dalam hatinya!

Ayat yang terdapat di atas batu nisannya!

Inspirasi dari keyakinannya!

Elemen inti dalam imannya!

Sumber keberanian dan ketabahannya!

"Lihatlah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman!"

"Sampai kepada akhir zaman."

Kalimat terakhir pada volume kedua buku Autobiografi misionari hebat ini berbunyi: "Marilah kita bersekutu bersama lagi, dalam Hadirat dan kemuliaan Sang Penebus." Hadirat Allah yang mencukupi dan tak pernah gagal ada bersama dengan John G. Paton "sampai kepada akhir" perjalanan hidupnya dan sampai kehidupan yang tak terlukiskan di surga. Ia tidak memasuki tempat itu sebagai orang asing. Ia hanya memperbaharui persekutuan yang telah dia miliki dan yang mempermuliakan hari-hari hidupnya dibumi ini. Ia telah masuk ke dalam "hadirat dan kemuliaan sang Penebus," di mana kesenangan berlanjut selamanya.

Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah!
The End

Kesalahpahaman Tentang Fundamentalisme Meluas

Berikut ini diterjemahkan dari tulisan Dr. David Cloud, pengelola dari Way of Life Ministry, seorang Baptis Fundamental.
Ketidaktahuan Rick Warren Mengenai Fundamentalisme
Rick Warren tahu banyak tentang mega church tetapi tidak tahu apa-apa tentang Fundamentalisme. Dalam pertemuan di depan Forum Pew bulan Mei 2005, dia membuat penyataan: "Hari ini tidak banyak kaum Fundamentalis yang tersisa; saya tidak tahu jika anda tahu atau tidak, tetapi mereka adalah golongan minoritas; tidak banyak kaum Fundamentalis yang tersisa di Amerika.
... Nah, kata `fundamentalis' hanya ada di sebuah dokumen tahun 1920-an yaitu the Five Fundamentals of the Faith (lima fondasi iman Fundamental). Dan itu pandangan yang sangat legalistik, dan sangat sempit. Dan ketika saya berkata bahwa hanya sedikit orang Fundamental, yang saya maksud adalah mereka semua yang benar-benar dipanggil sebagai gereja Fundamental dan mereka sungguh kecil. Tidak ada satupun yang besar. ... golongan tersebut akan semakin menyusut."Untuk meluruskan pandangannya, gereja Fundamental bertumbuh baik dalam segi kuantitas maupun kualitas dan banyak di antara mereka yang mencapai ribuan orang jemaat. Misalnya, Lancaster Baptist Church yang berada di utara Los Angeles, di Kalifornia tempat asal Warren, memiliki 4.000 orang anggota jemaat di sana. Ada puluhan ribu Gereja Baptis Fundamental di Amerika sendiri, banyak di antara mereka dengan jumlah keanggotaan mencapai ribuan dan bahkan lebih, dan mempunyai pelayanan misi yang besar dan semangat yang melebihi Southern Baptist Convention. Dan itu baru satu segmen dari Fundamentalisme.
Bahkan satu pelayanan gereja fundamentalis yang kecil, seperti pelayanan saya, menjangkau puluhan ribu orang. Contohnya, sekitar 80.000 khotbah saya telah di-download dari satu situs saja, dan itu hanyalah satu aspek dari pelayanan saya. Mengenai asal usul gerakan fundamentalis, Rick Warren memberikan informasi yang salah kepada Forum Pew. Tidak ada sebuah dokumen yang bernama `The Five Fundamentals of the Faith.' Kebanyakan buku-buku dalam sejarah Fundamental mengklaim bahwa nama `fundamental' mungkin didapat dari buku berseri berjudul The Fundamentals yang dipublikasikan dari tahun 1910-1915. Dengan dukungan dana dari dua orang Kristen yang kaya raya, sekitar 3 juta kopi dari 12 volum buku The Fundamentals didistribusikan kepada pengerja-pengerja gereja di Amerika dan 21 negara yang lain. Buku-buku ini, berisikan 90 artikel yang ditulis oleh 64 pengarang, tidak dipromosikan sebagai `five fundamentals' tetapi ada berlusin-lusin poin kepercayaan di dalamnya (Untuk mendapat informasi lebih mengenai sejarah fundamentalis). Warren benar bahwa Fundamentalis adalah pandangan yang sempit. Fundamentalis mencoba untuk menjadi sesempit Alkitab itu sendiri, dan jika itu adalah dosa, para rasul dan gereja mula-mula sama sekali tidak mengetahuiya. Gagasan Warren bahwa Fundamentalisme adalah sebuah bentuk `legalisme,' (paham bahwa keselamatan atau kerohanian dicapai melalui mematuhi hukum) ini hanya memperlihatkan perspektif anti-Alkitabnya. Apakah itu `legalisme' kalau para orang kudus yang sudah dibasuh oleh darahNya memberitakan semua kebenaran Firman Allah dan menjadi setia terhadap Firman Allah dalam segala situasi? Jika itu adalah legalisme, Paulus adalah seorang legalis yang terbesar, karena dia bersaksi: "Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu" (Kis 20:27). Rick Warren adalah orang yang sangat berbahaya, orang buta menuntun orang buta. Bukunya diterima oleh seluruh dunia, karena dia milik dunia.

Rick Warren Menyamakan Fundamentalis dengan Agama Islam Radikal dan Atheis
Dalam interviewnya dalam acara Larry King pada tanggal 2 Desember 2005, Rick Warren menyamakan kaum fundamental alkitabiah dengan agama Islam radikal dan atheis. Dia berkata: "Banyak jenis fundamental, Larry, dan mereka semua didasari atas ketakutan. Ada Kristen Fundamental. Ada juga Islam Fundamental. Saya pernah bertemu dengan beberapa Yudaisme Fundamental. Anda tahu juga bahwa ada Fundamental sekuler. Mereka semua didasarkan atas ketakutan. Fundamentalis sekuler takut akan Tuhan." Penyataan ini adalah fitnah keji terhadap Fundamental Kekristenan. George Dollar, dalam bukunya tentang sejarah fundamentalisme, menegaskan: "Fundamentalisme (Kristen) dalam sejarah adalah tafsiran literal dari semua penegasan dan pendirian dari Alkitab dan penyingkapan secara militan semua kepercayaan yang tidak Alkitabiah.Melihat jauh ke belakang akan gerakan Fundamentalis sejak tahun 1930-an, John Ashbrook bersaksi: "Fundamentalisme adalah kepercayaan yang militan dan pengabaran doktrin-doktrin dasar kekristenan yang memimpin kepada pemisahan dari orang-orang yang menolak doktrin-doktrin tersebut." Itulah Fundamentalisme yang ingin ditiru oleh puluhan ribu gereja Fundamental di seluruh dunia. Rick Warren memosisikan dirinya sendiri melawan Alkitab dan menyamakan posisi Alkitabiah dengan para teroris Islam dan atheis. Jika Rick Warren ingin mencari hubungan antara Fundamentalisme dengan takut, maka pastilah itu adalah takut akan Tuhan yang memimpin untuk patuh penuh kepada Firman-Nya, dan itu adalah alkitabiah dan benar. Tepat seperti itulah Paulus memerintahkan orang-orang percaya yang ada di Korintus: "Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah" (II Kor 7:1). Paulus menginstruksikan jemaat di Filipi untuk "kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar" (Flp 2:12). Ibr 12:28 menuliskan bahwa mereka "beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut." Jika Rick Warren tidak memiliki ketakutan ini, dia bukanlah orang Kristen yang sejati, dan jika dia demikian, biarlah dia meminta maaf di depan publik karena berkata bahwa takut itu adalah hal yang salah dan karena menyamakan orang-orang yang mempraktekkannya sebagai orang ekstrim yang berbahaya.
Editor: Tidak heran bahwa Iblis akan menyerang kaum Fundamental, karena kaum Kristen Fundamental adalah mereka yang berpegang teguh pada fondasi kekristenan, yaitu Alkitab.Iblis akan berusaha menyamakan kristen Fundamental dengan fundamental Islam dan golongan radikal lainnya. Tetapi baiklah setiap orang Kristen yang berhikmat mencamkan perbedaannya, dan jangan hanya termakan oleh propaganda, sekalipun oleh orang yang terkenal seperti Rick Warren.

Berita Mingguan 30 Mei 2009

Sumber: Way of Life Ministry, Friday Church News Notes
Penerjemah: Dr. Steven E. Liauw
Graphe International Theological Seminary
Untuk berlangganan, kirim email ke: gits_buletin- subscribe@ yahoogroups. com

SATU LAGI PEMENANG AMERICAN IDOL YANG KRISTEN: DUNIA SEKALIGUS KRISTUS
Pemenang baru dari acara televisi yang sangat duniawi, American Idol, adalah Kris Allen, seorang "Kristen yang saleh" yang juga adalah worship leader di Gereja New Life di Conway, Arkansas, dan telah terlibat dalam pekerjaan misi di berbagai tempat. Sementara mengejar predikat sebagai American Idol, Allen menyanyikan lagu-lagu yang ditulis oleh para rockers kotor seperti Freddie Mercury yang homoseksual ("We Are the Champions"), Michael Jackson yang pernah dituntut pelecehan seksual terhadap anak-anak dan adalah seorang monster uniseks ("Man in the Mirror"), Marvin Gaye yang adalah seorang pecandu obat, prostitusi dan pornografi ("What's Going On?") dan rapper Kayne West ("Heartless" ), yang muncul dengan gaya yang sangat menghujat di sampul depan majalah Rolling menggambarkan Yesus memakai mahkota duri. Menurut Business Insider, adalah "fans-fans remaja putri" Allen yang mempertahankan dia dalam kompetisi itu ("Idol Finalist Kris Allen," 13 Mei 2009). Allen memberitahu gembala sidangnya bahwa "merasakan hangatnya lampu panggung dan melihat hadirin yang dengan semangat memandangi dia, mengingatkannya akan satu hal saja: yaitu pergi ke gereja." Tetapi hal ini hanya mungkin karena gereja-gereja kontemporer meniru dunia, tipe musik yang sama format band rock yang sama, gaya pertunjukan rock yang sama, pakaian yang sama, kecanduan yang sama terhadap back beat yang berat, dan filosofi "jangan menghakimi" yang sama. Pemenang-pemenang dan finalis-finalis lain dari kompetisi American Idol yang mengaku Kristen adalah Kelly Clarkson, Clay Aiken, Ruben Studdard, R.J. Helton, Chris Daughtry, Carry Underwood, Jordin Sparks, dan David Cook. Aiken dan Helton telah mengakui bahwa mereka adalah homoseksual. Pada tanggal 20 Oktober 2006, sebuah edisi majalah People mengutip Helton mengatakan, "Hanya karena saya gay bukan berarti saya tidak dapat mengasihi Allah. Saya sangat bangga dengan siapa saya." (Helton's Christian music albom Real Life sold 20,000 copies.) Aiken menjadi fitur dari sampul depan majalah People pada edisi 24 September 2008 dengan kata-kata, "Ya, saya gay." American Idol memang sudah memiliki nama yang tepat [`idol' adalah berhala dalam bahasa Indonesia], karena ia mewakili kultur pop modern dalam segala narsismenya, sensualitas kedagingannya, ketidaksopanannya, uniseksualitasnya, kesia-siaannya, dan kerelatifan moralnya. Para produsen dan juri-jurinya sama sekali tidak berpura-pura bahwa acara itu adalah acara yang saleh. Bahkan, acara ini adalah penggenapan yang sempurna akan dunia yang digambarkan dalam 1 Yohanes 2:16, dunia yang tidak boleh dikasihi oleh orang percaya, "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia" (1 Yoh. 2:16). Tidaklah mungkin untuk mengasihi dunia dan Kristus sekaligus. Firman Allah mengatakan "Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah" (Yak. 4:4). Kekristenan yang diwakili oleh para kontestan American Idol bukanlah kekristenan yang Alkitabiah; itu adalah kekristenan sesat yang telah diprediksikan dalam nubuatan Alkitab, kekristenan yang "hidup menurut hawa nafsu sendiri." "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya" (2 Tim. 4:3).
Editor: Hal yang menyedihkan yang sama adalah bahwa begitu banyak orang Indonesia yang kecanduan dengan Indonesian Idol.

BART EHRMAN: SEORANG TIDAK PERCAYA YANG BERMASALAH DENGAN ALLAH
Bart Ehrman adalah penulis dari buku "God's Problem: How the Bible Fails to Answer Our Most Important Question – Why We Suffer." Ehrman adalah seorang "ahli Alkitab" yang lalu menolak akar-akar fundamentalisnya untuk berpaling kepada padang gurun agnostikisme yang mematikan. Hari ini dia terutama bergerak dalam mengkritik iman Perjanjian Baru Kristen sambil berpura-pura menghormatinya. Karena ketidakpercayaannya , dia telah menjadi semacam anak kesayangan dari media umum. Ia telah diwawancarai di History Channel, Discovery Channel, National Public Radio, National Geographic, BBC, Washington Post, CNN, dan lain-lainnya. Ehrman mengklaim bahwa salah satu titik balik dalam perjalanannya menuju ketidakberimanan adalah ketidakmampuannya menjawab mengapa Allah yang mahakuasa membiarkan penderitaan di dunia ini. Alkitab menjawab pertanyaan ini, tetapi Ehrman tidak suka jawabannya, jadi dia berpura-pura bahwa jawabannya tidak bagus. Jawabannya adalah bahwa Allah menciptakan manusia sempurna dan menaruhnya di sebuah taman firdaus yang indah, tetapi manusia juga diciptakan dengan kehendak yang dapat memberontak melawan hukum Allah. Pada saat yang sama, Allah bukan hanya maha penyayang, Ia adalah Allah yang kudus dan adil dan Dia menghukum pelanggaran terhadap hukumNya. Jika ini tidak benar, maka dasar moral dalam alam semesta ini hancur dan anarki akan berkuasa (sebagaimana memang terjadi di dunia yang tanpa Allah ini). Upah dosa ialah maut (Rom. 6:23), dan Allah telah menghukum dunia karena dosanya. Pada saat yang sama, Allah telah menyediakan jalan keselamatan dengan harga yang mahal bagi diriNya sendiri. Ia mengutus AnakNya yang kekal ke dalam dunia, lahir dari seorang perawan, untuk menjadi daging sebagai seorang manusia yang tidak berdosa dan untuk mati suatu kematian yang mengerikan di atas salib untuk membayar hukuman yang seharusnya diterima oleh orang berdosa. Ia bangkit dari maut dan memerintahkan agar Injil (kabar baik) diberitakan kepada semua orang, menawarkan keselamatan kekal bagi mereka yang bertobat and percaya. Allah telah memberikan manusia terang (Yoh. 1:9), tetapi sebagian besar menolaknya. Itu bukan salah Allah. Tidak ada yang tidak benar tentang Allah dalam Alkitab, tetapi Dia adalah Allah dan Dia tidak perlu memberi pertanggungan jawab kepada manusia. Allah dibenarkan oleh mereka yang percaya. Bukan Allah yang memiliki masalah. Adalah Bart Ehrman-Bart Ehrman dalam dunia ini yang bermasalah, dan ini bukan masalah yang bisa selesai setelah masuk kubur.

ROBERT DICK WILSON: SEORANG TERPELAJAR YANG HEBAT YANG PERCAYA ALKITAB
Dalam buku-buku, ceramah-ceramah, dan wawancara-wawancara nya, Bart Ehrman dan teman-teman modernisnya ingin membuat semua orang percaya bahwa tidak ada ahli Alkitab yang sejati yang menerima bahwa akurasi sejarah Alkitab dapat dipertahankan. Tetapi ini adalah nonsense! Banyak sekali ahli dan orang-orang terpelajar yang mempertahankan Alkitab sebagai kitab yang diilhamkan secara ilahi. ROBERT DICK WILSON telah disebut "barangkali otoritas yang paling menonjol dalam bidang bahasa-bahasa kuno Timur Tengah." Ketika dia tamat dari Princeton pada usia 20 tahun, ia dapat membaca Perjanjian Baru dalam 9 bahasa. Sampai akhirnya ia telah mempelajari 45 bahasa, termasuk semua bahasa yang ada terjemahan Alkitabnya sebelum tahun 600 M. Pada usia 25 tahun, Wilson memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya guna menyelidiki kebenaran sejarah Alkitab untuk melihat apakah dapat dipertahankan melawan serangan theologi modernisme. Berdasarkan umur panjang para pendahulunya, ia memperkirakan bahwa ia mungkin memiliki 45 tahun lagi untuk proyek tersebut. Membagi masa kerja ini menjadi tiga bagian, ia mengkhususkan 15 tahun pertama untuk menguasai semua bahasa yang ada hubungannya dengan teks Perjanjian Lama, dan 15 tahun berikutnya untuk mempelajari Perjanjian Lama itu sendiri, dan 15 tahun terakhir untuk menuliskan hasil risetnya tersebut. Bahasa-bahasa yang dia pelajari antara lain adalah Babilonia, Etiopia, Fenisia, Aram, Mesir, Koptik, Persia, Armenia, Arab, dan Siria. Pusat Sejarah Gereja Presbyterian di Amerika mendaftarkan lebih dari 100 tulisan Wilson yang telah dipublikasikan. Ketika ditanya mengenai apa yang ia coba berikan kepada kurang lebih 2000 murid yang duduk di bawah pelayanannya, Wilson menjawab, "saya mencoba untuk memberikan mereka iman yang sedemikian intelijen terhadap Kitab Suci Perjanjian Lama, sehingga mereka tidak akan lagi meragukannya seumur hidup mereka. Saya mencoba untuk memberikan mereka bukti. Saya mencoba untuk menunjukkan kepada mereka bahwa ada dasar yang masuk akal untuk mempercayai sejarah Perjanjian Lama. Saya pernah mengalami hari-hari saat saya gemetar untuk memulai suatu penyelidikan baru, tetapi saya sudah melampaui tahap itu. Saya telah menjadi yakin sekali, bahwa tida ada satu orang pun yang tahu cukup banyak untuk menyerang kebenaran Perjanjian Lama. Dalam situasi apapun di mana ada cukup bukti dokumenter untuk melakukan penyelidikan, pernyataan-pernyata an Alkitab, dalam teks-teks aslinya, telah melalui segala ujian" (Robert Dick Wilson, Is the Higher Criticism Scholarly? kata depan oleh Philip Howard, 1922). Mengapakah Robert Dick Wilson mempercayai Alkitab dan mengajar murid-muridnya untuk mempercayainya dan percaya pada Allah, sementara Bart Ehrman tidak mempercayai Alkitab dan menyuruh murid-muridnya untuk menjadi skeptis? Ini bukanlah masalah Ehrman lebih terpelajar. Ini masalah iman. Seperti yang dikatakan Yesus, hati yang tidak percaya tidak akan diyakinkan walaupun para saksi muncul dari antara orang mati (Lukas 16:31).

MENGAPAKAH KETIDAKBERIMANAN BERKUASA DI KALANGAN TERTINGGI "AHLI-AHLI" ALKITAB?
Fakta bahwa ketidakberimanan mendominasi para pelajar dan "ahli" Alkitab hari ini adalah penggenapan nubuat Alkitab dan adalah bukti lebih lanjut bahwa Alkitab tiada salah. Sekitar 2000 tahun yang lalu, rasul Paulus mengintip lorong waktu dan membuat prediksi berikut mengenai hari-hari terakhir: " Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar.....Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!........ yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran... ....sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.. ......Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng" (2 Tim. 3:1, 5, 7, 13, 4:3-4). Paulus menubuatkan bahwa jalannya zaman gereja akan diwarnai oleh kesesatan yang semakin hebat, oleh serangan guru-guru palsu yang akan menyangkali iman, dan itulah persis yang kita lihat hari ini. Nubuat-nubuat lain menggambarkan kedatangan dan penghakiman atas guru-guru Alkitab yang menyangkali Kristus sebagai Tuhan, yaitu persisi yang dilakukan oleh Bart Ehrman dan teman-teman liberalnya (mis. 2 Petrus 2; Yudas). Jika Perjanjian Baru adalah suatu kumpulan mitos dan kebohongan sebagaimana diklaim oleh orang-orang seperti Bart Ehrman, mengapakah ia mengandung nubuatan yang sedemikian tepat?