Minggu, 28 Agustus 2011

Bahasa Roh atau Bahasa Lidah (Tongue Speaking)?

Apakah Bahasa Lidah Itu?

Bahasa lidah bukanlah bahasa surgawi, bukan bahasa malaikat, bukan perkataan yang diucapkan dalam keadaan tak sadarkan diri, bukan perkataan yang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang terpelajar saja, atau bahasa yang tidak berarti apa-apa, seperti yang dipercayai oleh beberapa orang.


Gary W. Summers mengutip kata-kata yang ditulis oleh James Rado dan Gerome Ragni dalam buku berjudul “Good Morning, Starshine, 1969 Oliver hit, yang berbunyi: “Gliddy glup gloopy nibby nabby noopy la la la lo lo. Sabba sibby sabba nooby abba nabba le le lo lo. Tooby ooby walla nooby abba nabba, early morning singing song (pagi buta menembangkan lagu).” Menurut Gary, kata-kata ini tidak lebih daripada suku kata yang tidak berarti apa-apa dan bukan bahasa yang nyata dan dapat dimengerti.1

Dalam bahasa Inggris kata-kata di atas disebut dengan istilah “gibberish” yang berarti “perkataan yang cepat dan tidak jelas”; “bahasa yang tidak masuk akal”; “kata-kata yang tidak mengandung arti”; “perkataan yang mengalir lancar dan bodoh.2 Bahasa lidah adalah bahasa manusia yang memiliki makna dan dimengerti.

Webster’s New International Dictionary mendefenisikan bahasa sebagai “tubuh kata-kata dan metode penggabungan kata-kata yang dipakai dan dimengerti oleh suatu kelompok masyarakat.”3 Berarti bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi antar manusia.

Paulus mengatakan bahwa “Ada banyak — entah berapa banyak — macam bahasa di dunia; sekalipun demikian tidak ada satu pun di antaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti” (1 Korintus 14:10).

Dalam bahasa Ibrani bahasa adalah “leshonah” yang paling sering diterjemahkan “lidah”, yang ditujukan pada salah satu anggota tubuh yang menghasilkan perkataan (Hakim-hakim 7:5; 2 Samuel 23:2) atau juga “bahasa” (Ester 1:22; 3:12; Yeremia 5:15; Yehezkiel 3:5,6). Kata Ibrani, leshonah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, “glossa” (bdg. Yesaya 28:11 dan 1 Korintus 14:21). Glossa juga berarti “lidah”, salah satu anggota tubuh (Markus 7:33,35), “lidah-lidah seperti nyala api” (Kisah Rasul 2:3), atau “bahasa” (Kisah Rasul 2:4,11; 10:46; 19:6).

Kalau kita lihat dalam Kisah Rasul 2:4-11, para rasul berbicara dalam berbagai-berbagai bahasa secara ajaib. Di dalam ayat 6, orang-orang yang hadir pada hari Pentakosta itu masing-masing mendengar para rasul berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Bahasa yang terdapat dalam Kisah Rasul 2:4, 11, jelas adalah bahasa pribumi para penganut agama Yahudi yang datang untuk merayakan hari raya Pentakosta di Yerusalem.4

Lester Kamp mendefenisikan karunia berbahasa lidah sebagai “kemampuan untuk berkata-kata dalam bahasa yang dapat dimengerti orang, tetapi sebelumnya tidak diketahui oleh orang yang berbicara itu.”5 Ini berarti seorang yang mempunyai karunia berbahasa lidah dapat mengerti dan mengucapkan bahasa orang lain (asing) dengan sempurna dan dapat dimengerti oleh si pemilik bahasa tanpa mempelajarinya terlebih dulu secara alami.

New English Bible menterjemahkan bahasa roh sebagai “ecstatic language” (bahasa yang mengherankan). Kata “ecstatic” berasal dari bahasa Yunani,” ekstasis”, yang dalam Alkitab diterjemahkan secara kontras “mencengangkan”, “mengherankan” (Markus 5:42; 8:8; Lukas 5:26; Kisah rasul 3:10) dan “tidak sadarkan diri” (Kisah Rasul 10:10; 11:5; 22:7). Tetapi meskipun demikian, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa bahasa roh adalah sebuah bahasa yang diucapkan dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Maka dapat kita katakan bahwa bahasa lidah adalah bahasa yang mengandung makna yang dapat dimengerti dan diucapkan secara spontan oleh seseorang dengan sempurna tanpa mempelajari bahasa itu sebelumnya. Dengan kata lain proses kemampuan berbahasa lidah itu bersifat supernatural atau ajaib. Mengapa? Karena “Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya” (1 Korintus 12:11).

Bagaimanakah Orang-orang Kristen Abad Pertama Menerima Karunia Berbahasa Lidah ?

Dalam kitab Kisah Rasul hanya ada dua peristiwa bagaimana orang Kristen abad pertama mendapatkan karunia berbahasa lidah.

1. Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lidah secara langsung.

Pemberian karunia berbahasa lidah secara langsung hanya kepada Para Rasul, termasuk Rasul Paulus (Kisah Rasul 2:4; 1 Korintus 14:18), Kornelius dan seisi rumahnya (Kisah Rasul 10:44-47). Selain dari dua peristiwa ini, tidak ada peristiwa lain yang dinyatakan oleh Alkitab tentang bagaimana orang-orang Kristen abad pertama menerima secara langsung dari Roh Kudus karunia berbahasa lidah.

2. Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lidah melalui penumpangan tangan para rasul.

Dalam Kisah Rasul 19:1-6 menceritakan tentang rasul Paulus bertemu dengan beberapa orang murid Yohanes, yang kemudian ditobatkan oleh Paulus menjadi orang Kristen dan sekaligus menumpangkan tangannya ke atas mereka sehingga dapat berkata-kata dalam bahasa lidah.

Jadi hanya dua cara bagaimana orang-orang Kristen abad pertama mendapatkan karunia berbahasa lidah, yaitu secara langsung dan melalui penumpangan tangan para rasul. Begitulah Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lidah kepada mereka.

Apakah Tujuan Bahasa Lidah ?

Ketika seorang Kristen menerima karunia berbahasa lidah maka karunia itu berada dalam kuasanya, dan dia bisa saja menggunakanya dengan motif yang salah (1 Korintus 14:23) atau sebaliknya, menggunakan sesuai dengan kehendak Tuhan. Bahasa lidah tidak dipakai untuk menunjukkan kebolehan seseorang dalam berbahasa asing yang tidak dipelajari sebelumnya. Tetapi Alkitab menyatakan dengan jelas apa tujuan dari bahasa lidah.

1. Untuk mengkomunikasikan wahyu Allah, pengetahuan, nubuat dan pengajaran Tuhan (1 Korintus 14:6).

Salah satu fungsi dari bahasa lidah adalah untuk menyatakan firman Allah kepada pendengar yang mengerti bahasa yang dipakai oleh orang yang memiliki karunia berbahasa lidah. Allah tidak pernah bermaksud memberikan karunia ini kepada orang yang dikehendakiNya untuk dipakai sebagai kesempatan memenuhi kepentingan pribadi atau menyatakan kehendak diri si penerima karunia itu sendiri, tetapi untuk menyampaikan seluruh maksud Allah kepada semua umat manusia (Kisah Rasul 20:27; 1 Petrus 4:11).

2. Untuk membangun kerohanian jemaat (1 Korintus 14:5,12, 26).

Maksud Allah memberi karunia bahasa lidah, seperti karunia-karunia lainnya juga adalah untuk membangun kerohanian setiap individu anggota jemaat. Mike Cope mengatakan bahwa “dalam 1 Korintus 14:4, Paulus tidak mengizinkan seorang berbicara dalam bahasa lidah di gereja untuk membangun dirinya sendiri. Sebaliknya rasul Paulus mengizinkan penggunaan bahasa lidah bila ada yang dapat menterjemahkannya (1 Korintus 14:28)”7, karena apa yang dikatakan itu akan membangun jemaat, termasuk dirinya sendiri. Karunia berbahasa lidah harus dipergunakan untuk kepentingan bersama (1 Korintus 12:7).

3. Sebagai tanda untuk orang-orang yang tidak percaya (1 Korintus 14:22).

Karunia bahasa lidah adalah suatu praktek yang ajaib. Kita bisa melihat contoh dalam Kisah Rasul 2, orang-orang dari suku bangsa yang berbeda (Kisah Rasul 2:9-11) keheranan mendengarkan para rasul berbicara dalam bahasa mereka masing-masing – itulah bahasa lidah atau bahasa roh (Kisah Rasul 2:4,6,12). Kata “tercengang-cengang” dalam ayat 6 menujukkan reaksi dari para pendengar yang telah mendengarkan dan menyaksikan para rasul, orang Galilea berbicara dalam berbagai bahasa yang tidak pernah mereka pelajari sebelumnya (Kisah Rasul 2:8, 9). Paulus mengutip nubuatan kitab Yesaya 28:11 dalam 1 Korintus 14:21, bahwa Dalam hukum Taurat ada tertulis: “Oleh orang-orang yang mempunyai bahasa lain dan oleh mulut orang-orang asing Aku akan berbicara kepada bangsa ini, namun demikian mereka tidak akan mendengarkan Aku, firman Tuhan.” Ayat ini menyatakan tentang beberapa orang Yahudi yang mendengar pemberitaan Injil tetapi tidak mau mentaatinya (Roma 3:2,3), sehingga pemberitaan dengan bahasa lidah hanya sebagai suatu tanda ajaib saja bagi mereka. Kata “orang yang tidak percaya” dalam 1 Korintus 14:22 ditujukan kepada semua orang, baik Yahudi maupun non-Yahudi. Ini berarti juga bahwa orang-orang non-Yahudi yang mendengar pemberitaan Injil dalam bahasa lidah tetapi tidak mentaatinya, maka hal itu hanya menjadi suatu tanda (ajaib) saja.

4. Untuk meneguhkan pemberitaan firman Allah (Markus 16:20; Roma 15:19).

Karunia-karunia rohani, termasuk karunia bahasa lidah diberikan kepada para rasul dan orang-orang Kristen lainnya pada abad pertama adalah untuk meneguhkan bahwa berita yang mereka sampaikan adalah benar-benar dari Allah. Meskipun beberapa orang tidak percaya, itu tetap firman Allah. Bagi orang-orang yang mendengar, menerima dan mentaati firman itu, menjadi landasan yang teguh bagi keselamatan mereka (Kisah Rasul 2:13, 36,37).

Dalam 1 Korintus 14, Paulus memberikan pengertian yang jelas tentang bagaimana menggunakan karunia bahasa lidah yang benar. Menurut Gary W. Summers latar belakang mengapa Paulus menjelaskan hal ini dalam 1 Korintus 12:1-3, karena ada masalah yang terjadi, dimana beberapa orang Kristen di Korintus mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh Roh Kudus dan mengatakan “Terkutuklah Yesus.” Kalau memang pernyataan ini adalah kesimpulan yang masuk akal mereka ucapkan, maka nasehat Paulus untuk memberi pengertian adalah benar. Tetapi bagaimana mereka dapat mengatakan hal yang demikian melalui inspirasi Roh Kudus ? Jelas tidak dapat. Apakah mereka berpura-pura berbicara seperti dipengaruhi oleh Roh ? Barangkali Roh Kudus tidak memberikan mereka wahyu dalam perhimpunan, sehingga dengan sikap mementingkan diri sendiri, mereka berpura-pura berbicara seperti Roh Kudus sedang memberi mereka perkataan.

Mengapa mereka berpikir bisa melakukan itu? Ayat 2 menyatakan bahwa beberapa orang Korintus sebelum menjadi Kristen telah terbiasa berbicara dalam keadaan tidak sadarkan diri sebagai bagian dari praktek penyembahan berhala mereka. Mereka telah “dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu” (2 Timotius 3:6). Mereka telah dipimpin oleh kata hati mereka sendiri dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ini menunjukkan beberapa orang Korintus mencoba untuk menghidupkan kembali praktek ucapan-ucapan yang mengherankan (barangkali kata-kata yang tidak berarti atau tidak masuk akal) seperti saat mereka melakukan penyembahan kepada berhala mereka dulu. Jadi dalam usaha mereka untuk menggunakan karunia berbahasa lidah, mereka membiarkan diri dipimpin oleh kata hati yang bersifat psikologis yang pernah mereka alami sebagai penyembah-penyembah berhala.8

Paulus melalui ilham Roh memberikan pengertian sekaligus nasehat kepada orang Kristen di Korintus bagaimana menggunakan karunia berbahasa lidah yang benar.

Pertama, bahasa lidah dapat dipakai jikalau ada yang menterjemahkannya (1 Korintus 14:5,9,11,23,27-28). Karunia-karunia rohani, termasuk bahasa lidah yang diberikan oleh Roh Kudus harus digunakan dengan cara yang “sopan dan teratur” (1 Korintus 14: 40) untuk membangun kerohanian setiap anggota jemaat. Tetapi orang-orang Kristen di Korintus, masing –masing ingin menggunakan bahasa lidah (atau karunia-karunia rohani yang lainnya) pada waktu yang bersamaan, sehingga situasi peribadatan menjadi kacau (1 Korintus 14:22,26).

Padahal “Allah tidak menghendaki kekacauan” (1 Korintus 14:40). Situasi seperti ini tidak akan membangun kerohanian anggota jemaat yang tidak mengerti apa yang disampaikan oleh seorang yang memiliki karunia berbahasa lidah, sebaliknya mereka akan mencela (1 Korintus 14:23). Kedua, Bahasa lidah dapat dipakai bila semua audiens mengerti apa yang dikatakan oleh orang yang memiliki karunia berbahasa lidah (1 Korintus 14:23). Tetapi apa yang dipraktekkan oleh aliran Pentakosta dan Karismatik adalah sebaliknya, dimana menurut Gary W. Summers, “banyak di antara mereka tidak peduli apakah yang mereka katakan itu berarti atau tidak, pokoknya mereka yakin bahwa Allah sedang berbicara melalui mereka. Jika tidak seorang pun mengerti apa yang mereka katakan, itu tidak menjadi soal. Mereka pikir itu adalah bahasa pribadi mereka sendiri, sekaligus jika hal itu terjadi, maka mereka percaya sebagai bukti mereka telah dibaptiskan dalam Roh Kudus. Praktek ini hanya berdasarkan emosi dan bukan berdasarkan Kitab Suci.9 Ini adalah hal yang menyedihkan karena mereka tidak mengerti firman Tuhan dengan benar.

Ketiga, orang yang memiliki karunia berbahasa lidah harus berdiam diri jikalau tidak ada yang menterjemahkan apa yang hendak dikatakannya (1 Korintus 14:28). Situasi perhimpuan untuk menyembah Tuhan harus dilakukan “dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:24; bdg. 1 Korintus 14: 15). Ini berarti aktivitas rohani “harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (1 Korintus 14: 40).

Jika seorang memiliki karunia berbahasa lidah berbicara dan tidak ada yang menterjemahkan, maka akibatnya bukan saja kekacauan yang terjadi, tetapi juga orang yang mendengarnya tidak akan mengerti apa arti perkataannya, meskipun itu firman Allah, sehingga si pendengar tidak dapat “mengaminkan” (menyetujui) ucapan si pembicara (1 Korintus 14:9,16). Itu “sama halnya dengan alat-alat yang tidak berjiwa, tetapi yang berbunyi, seperti seruling dan kecapi — bagaimanakah orang dapat mengetahui lagu apakah yang dimainkan seruling atau kecapi, kalau keduanya tidak mengeluarkan bunyi yang berbeda? Atau, jika nafiri tidak mengeluarkan bunyi yang terang, siapakah yang menyiapkan diri untuk berperang?”, kata Paulus ( 1 Korintus 14:7-8).

Ke-empat, orang yang memiliki karunia berbahasa lidah hanya boleh berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada Allah jikalau tidak ada penterjemah (1 Korintus 14:28).

Mike Cope menjelaskan, “1 Korintus 14:28 tidak mengatakan bahwa seorang yang berbicara dalam bahasa roh (lidah) berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti kepada dirinya sendiri dan kepada Allah ketika tidak ada penterjemahnya. Kelihatannya, konteks ini berarti bahwa seorang itu berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan dengan Allah di dalam bahasa yang dapat dia mengerti.”10

Kapankah Bahasa Lidah Berhenti?

Beberapa orang, khususnya aliran Karismatik dan Pentakosta percaya bahwa sampai saat ini karunia berbahasa lidah masih terus diberikan oleh Roh Kudus secara langsung kepada orang yang dikehendakiNya. Tetapi apakah pendapat ini benar? Sebaiknya kita dengan pikiran terbuka menyelidiki bagaimana Alkitab berbicara tentang jangka waktu berlakunya karunia bahasa lidah.

Dalam 1 Korintus 13:8, Paulus mengatakan bahwa “bahasa roh akan berhenti” Kapan ?

1. “Jika yang sempurna tiba” (1 Korintus 13:10).

Beberapa orang menafsirkan kata ini ditujukan kepada Yesus, seorang yang sempurna dan yang akan datang. Pendapat salah inilah yang menuntun mereka untuk percaya bahwa karunia bahasa lidah masih ada, dan itu akan berhenti ketika Yesus yang sempurna itu datang. Tentu tidak ada orang yang menyangkal bahwa Yesus sempurna (Ibrani 5:9). Tetapi konteks ini sama sekali tidak membicarakan hal itu. Kata “yang sempurna” di ayat ini dalam bahasa Yunani (bahasa asli Alkitab Perjanjian Baru) adalah “teleiov” yang artinya “lengkap”, “sempurna”, “dewasa”. Pengertian secara luas kata ini adalah “telah mencapai tahap akhir atau perkembangan penuh.” Ini berarti telah mencapai kesempurnaan dalam Yesus (Kolose 1:28), telah menjadi dewasa (Efesus 4:13; Ibrani 5:14).11

Selanjutnya dalam 1 Korintus 13:11-12, Paulus memberikan ilustrasi (gambaran) tentang keadaan jemaat saat itu yang belum dewasa secara rohani, sehingga sangat diperlukan karunia-karunia rohani untuk membantu jemaat bertumbuh dewasa. Jadi setelah mereka menerima apa yang mereka butuhkan untuk mencapai kedewasaan maka “yang tidak sempurna (karunia-karunia rohani) itu akan lenyap” (1 Korintus 14:10).

Vine’s Complete Expository Dictionary memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kata “yang sempurna” (teleion) yang berarti “lengkap”, “sempurna”, yang ditujukan pada “penyataan kehendak dan cara-cara Allah yang sempurna di dalam Kitab Suci yang lengkap.”12

Jadi setelah firman Allah diteguhkan dengan karunia-karunia rohani (Markus 16:20), yang kemudian terhimpun dalam bentuk kitab tertulis seperti yang dikehendaki Allah melalui tulisan tangan orang-orang yang diilhami oleh Roh Kudus (2 Timotius 3: 16; 2 Petrus 1:20, 21), maka saat itulah berakhir karunia-karunia rohani (baca 1 Korintus 12:8-10), termasuk karunia bahasa lidah. Firman Allah sanggup memberi pertumbuhan rohani ( 1 Petrus 2:2; 2 Petrus 3:18) yang akan membawa kepada kesempurnaan dalam Kristus ( 2 Timotius 3: 17 “diperlengkapi” lebih tepat diterjemahkan “sempurna” –”perfect” dalam King James) melalui proses belajar rutin, objektif dan dengan pikiran yang terbuka (2 Timotius 2:15; 1 Petrus 4:11; Wahyu 22: 18-19). Dengan adanya firman tertulis maka tidak diperlukan lagi karunia-karunia rohani (yang hanya bekerja saat gereja masih dalam keadaan infansi).

2. Sejak rasul-rasul Tuhan dan orang-orang yang mendapatkan tumpangan tangan mati.

Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya bahwa Alkitab mencatat hanya ada dua peristiwa dimana orang Kristen abad pertama menerima karunia berbahasa lidah secara langsung, yakni rasul-rasul pada Hari Raya Pentakosta (Kisah Rasul 2) dan Kornelius serta seisih rumahnya (Kisah Rasul 10). Sedangkan peristiwa lainnya dengan penumpangan tangan rasul-rasul, contohnya beberapa murid Yohanes yang ditobatkan menjadi Kristen oleh Paulus di Efesus (Kisah Rasul 19).

Alkitab menyatakan bahwa hanya para rasul yang dapat menumpangkan tangan ke atas orang Kristen lainnya untuk mendapatkan karunia berbahasa lidah. Selain dari pada mereka, Alkitab tidak menyatakannya. Melalui aksi penumpangan tangan rasul-rasul-lah Roh Kudus memberikan karunia berbahasa lidah kepada orang yang dikehendakiNYa.

Sejak rasul-rasul sudah mati semuanya, termasuk Rasul Yohanes yang dipercayai terakhir mati, kira-kira tahun 90-an Masehi, maka sudah pasti tidak ada lagi yang menjadi pelaksana penumpangan tangan ke atas orang Kristen untuk mendapatkan karunia berbahasa lidah, demikian juga dengan orang-orang Kristen yang telah menerima karunia itu semuanya sudah mati. Jadi sangat masuk akal bahwa karunia bahasa lidah sudah berhenti. Kalau ada, itu palsu !

Kesimpulan

Bahasa lidah adalah salah satu dari beberapa karuni rohani yang tercatat dalam 1 Korintus 12: 8-10. Bahasa lidah adalah bahasa yang dapat dimengerti, baik orang yang mengucapkan maupun orang yang mendengarkannya.

Bahasa lidah itu ajaib, karena orang yang tidak pernah mempelajari sebelumnya dapat mengucapkannya dengan sempurna sehingga si pemilik bahasa mengerti dengan jelas ketika mendengarkannya dan sekaligus mengherankan baginya.

Bahasa lidah dipergunakan untuk meneguhkan pemberitaan firman Allah. Bahasa lidah hanya berlangsung pada abad pertama ketika gereja masih dalam tahap infansi.

Bahasa lidah berakhir ketika wahyu Allah telah terhimpun dalam bentuk Kitab Suci dan setelah para rasul dan orang-orang Kristen yang mendapat penumpangan mati.

Catatan Akhir:

1. Summers, Gary W, Atheists and Pagans can speak Gibberish, In Pentacostalism, editor. David P. Brown, Spring, TX 77373, p. 355

2. Ibid.

3. Ibid.

4. Mike Cope, Speaking & The Holy Spirit, In Truth For Today, 202 South Locust Searcy AR., p. 37.

5. Kamp, Lester, Nine Miraculous Gifts, In Pentacostalism, editor David P. Brown, pg. 332.

6. Ibid., p. 334.

7. Mike, op.cit., p. 38.

8. Summers, op. cit., p. 376-377.

9. Ibid., p. 356.

10. Mike, op. cit., p. 40.

11. Ibid., p. 41.

12. Vine’s Complete Expository Dictionary, Thomas Nelson Publishers, Nashville, Atlanta, London, Vancouver, p. 466.

Sumber : tftwindo.org

Tidak ada komentar: