BAB 17
PENGAMATAN-PENGAMATAN KONVERSI DAN KERASULAN PAULUS
Oleh LORD LYTTELTON
Dianalisa dan dipersingkat oleh J.L. Campbell, D.D.
Cambridge, Massachusetts
Maksud dari dokumen ini ialah untuk menyajikan dalam bentuk dipersingkat argumentasi yang terkenal oleh Lord Lyttelton dalam pembelaan agama Kristiani berdasarkan konversi/pertobatan Rasul Paulus. Sepatah kata mengenai orangnya sendiri dan mengenai keadaan-keadaan menarik dalam mana risalah ini dibuat akan mengantar pokok persoalan ini.
George Lyttelton dilahirkan di Hagley, Worcestershire, England, pada 17 Januari, 1709 dan meninggal pada Selasa pagi, 22 Agustus 1773, pada usia 64 tahun. Ia adalah anggota sebuah “keluarga keturunan tua dan terhormat, dan baik-baik, yang telah tinggal di tempat yang sama selama berabad-abad”. Terdidik di Eton dan Oxford, dan segera menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, “dan bertahun-tahun lamanya nama George Lyttelton terlihat di setiap berita tentang setiap perdebatan di House of Commons”. Dari sini ia berhasil melangkah maju ke posisi Lord Commissioner of the Treasury, dan Chancellor of the Exchequer, setelah mana ia di angkat masuk ke dalam kebangsawanan. Ia juga adalah seorang sastrawan, dan tahun2 terakhirnya hampir seluruhnya diabdikannya kepada pengejaran kesusastraan.
Selain syair2 ia menulis juga prosa dan Dr. Samual Johnson telah memberi kita biografinya di dalam buku beliau : ”Lives of the Poets”. Di luar buku-bukunya yang terdiri dari sembilan jilid octavo, “Memoirs and Correspondence”-nya menambahkan lagi 2 jilid yang disusun dan diedit oleh Robert Phillimore pada tahun 1845.
Abad ke-18 merupakan era tergelap di dalam sejarah Inggris semenjak zaman Reformasi. Ia merupakan era deisme, agnostisisme, rasionalisme dan orang2 tak percaya, ketika “semua orang penting/berpangkat dianggap kafir”. Seperti banyak sastrawan pada zamannya, George Lyttelton dan temannya Girlbert West pada mulanya terdorong untuk menolak agama Kristen. Pada sore hari Sabbat sebelum ia wafat, di dalam sebuah wawancara dengan Dr. Johnson, Lyttelson berkata, “Ketika aku mulai memasuki dunia luar aku memiliki kawan2 yang mencoba menggoyahkan kepercayaanku pada agama Kristen. Aku melihat kesulitan2 yang mengejutkan”, etc. Di dalam riwayat hidup Lord Lyttelton, Dr. Johnson menambahkan “Ia, dalam kebanggaan kepercayaan-diri orang muda, dibantu oleh percakapan yang korup, pernah memunyai keraguan mengenai kebenaran agama Kristiani”. Kedekatannya dengan Bollingbroke, Chesterfield, Pope dan lain2 sesamanya, pasti telah memengaruhinya ke jurusan ini. T.T. Biddolph memberitahu kami bahwa baik Lyttelton maupun West,
“orang2 yang terkenal berbakat, telah menghirup prinsip2 ketidaksetiaan. *** Sepenuhnya terbujuk bahwa Injil itu adalah sebuah penipuan, mereka bertekad untuk mengekspose kebohongan itu. Lord Lyttelton memilih Konversi Paulus sedangkan Mr West Kebangkitan Kristus untuk soal kritik yang bermusuhan. Keduaya duduk menekuni tugas2 mereka dengan penuh prasangka; namun hasil dari usaha mereka yang terpisah ialah bahwa mereka berubah oleh usaha-usaha mereka untuk meruntuhkan kebenaran agama Kristiani. Mereka bergabung, tidak seperti yang telah mereka perkirakan, untuk bergembira mengenai suatu penipuan yang telah mereka bongkar untuk diejek, namun untuk menyesali kebodohan mereka sendiri, dan untuk saling memberi selamat atas keyakinan bersama mereka bahwa Injil adalah Firman Allah. Pemeriksaan mereka yang cerdas telah memberi dua risalah yang sangat berharga yang menguntungkan, soal wahyu, yang satu berjudul
Pengamatan Konversi Rasul Paulus dan yang lain Pengamatan Pembangkitan Kristus.
Buku West diterbitkan duluan. Pada mulanya karya Lyttelton diterbitkan tanpa nama pada 1747, ketika ia berumur 37 tahun. Edisi yang berada di muka saya ini terdiri dari 78 halaman penuh. Dialamatkan sebagai surat kepada Gilbert West. Di dalam alinea pertama ia mengatakan, “Konversi dan perasulan Rasul Paulus saja, dilihat dengan cara sepantasnya, sudah merupakan suatu demonstrasi yang cukup untuk membuktikan bahwa agama Kristiani adalah suatu wahyu keilahian”. Dr. Johnson mengatakan bahwa itu adalah sebuah risalah yang tidak pernah oleh para kafir dapat diramu menjadi suatu jawaban yang kedengaran bagus”. Dr. Philip Doddridge, yang menjadi teman seagama Lyttelton yang paling akrab, menyebutnya “mengagumkan”, dan “sempurna dalam bidangnya seperti yang manapun yang telah dibuat di zaman kita ini”. Kesaksian semacam ini dapat juga diperbanyak terus-menerus.
Mari sekarang kita menoleh kepada pemeriksaan buku itu sendiri. Lyttelton tentunya mulai dengan meletakkan di hadapan kita semua fakta yang terdapat di Perjanjian Baru mengenai konversi Rasul Paulus; ketiga catatan yang diberikan di KISAH para RASUL serta di tempat-tempat lain. (KISAH 9:22-26; GALATIA 1:11-16; FILIPI 3:4-8; 1 TIMOTIUS 1:12,13; 1 KORINTUS 15:8; 2 KORINTUS 1:1; KOLOSE 1:1, dll.). Lalu ia meletakkan empat pilihan yang ia anggap mencakup semua kemungkinan di dalam hal ini.
1.Paulus adalah “seorang penipu yang mengatakan hal-hal yang ia tahu adalah palsu, dengan maksud untuk menipu”, atau
2. Ia seorang bergairah yang memperdayakan dirinya sendiri oleh kekuatan “daya khayal yang berlebihan”. Atau
3. Ia telah “tertipu oleh kepalsuan orang lain”, atau akhirnya:
4. Apa yang ia katakan menjadi sebab dari konversinya memang benar-benar telah terjadi; dan oleh karenanya agama Kristiani adalah sebuah wahyu ilahi”.
1. PAULUS BUKAN SEORANG PENIPU
Lebih dari setengah argumentasinya (kira-kira 40 halaman) adalah mengenai pilihan yang pertama, yang mana sebetulnya merupakan kunci menuju seluruh situasi tersebut. Apakah cerita mengenai konversi Paulus ini yang begitu sering diulang di dalam KISAH PARA RASUL dan SURAT2, sebuah dongeng, yang dikemukakan oleh seorang yang bermaksud jahat dengan maksud dan sengaja untuk menipu?
Lyttelton langsung saja mengangkat perihal motif. Apakah yang dapat mendorongnya ketika di perjalanan ke Damaskus, penuh dengan rasa benci yang berkobar, untuk berbalik dan menjadi pengikut Kristus?
1. Apakah uang?
Bukan, semua kekayaan telah dipegang oleh mereka yang telah ia tinggalkan; kemiskinan adalah di pihak dengan siapa sekarang ia menggabungkann dirinya. Begitu miskinnya mereka suatu saat, sehingga di antara mereka yang memiliki barang sedikit saja menjualnya untuk dapat membeli kebutuhan yang paling mendesak bagi yang lain. Bahkan, salah satu tugas yang dibebankan kepada Paulus ialah mengumpulkan dana bagi mereka yan terancam kelaparan. Demikianlah keadaan bersahaja para Kristiani pertama ini, sehingga ia sering menolak mengambil sesuatu dari mereka, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling perlu, tetapi ia bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yang sangat sederhana. Kepada orang-orang Korintus ia menulis “Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara. Kami melakukan pekerjaan tangan yang berat”. (1 KORINTUS 4:11-12. Lihat juga 2 KORIN- TUS 12:14; 1 TES. 2:4-9; 2 TES. 3:8, dst.) Dalam kata perpisahannya kepada para penatua di Efesus, ia menyerukan kepada mereka yang mengetahui benar bahwa “ Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” (KISAH PARA RASUL 20:33,34). Ia meninggalkan hirarki Yahudi yang besar dengan kuil2nya yang sangat indah dan harta benda yang berlimpah, di mana semangatnya untuk menundukkan sekte Nazarani yang dibenci itu, sudah hampir pasti akan membuatnya kaya raya. Ia menggabungkan nasibnya dengan para pengikut Yesus Kristus yang sangat miskin. Diantara mereka ia berambisi menjadi miskin. Pada akhir hidupnya ia menunjukkan kepada kita sebuah gambaran seorang kakek tua yang menggigil di dalam sebuah penjara Roma di bawah tanah dan secara mengenaskan meminta selimut untuk menutupi anggota badannya yang telanjang dan menderita di dalam dinginnya musin dingin di Itali.
2. Apakah réputasi?
Bukan, mereka dengan siapa ia menggabungkan diri dihina di seluruh dunia; Pemimpin mereka telah dihukum mati sebagai penjahat di antara pencuri-pencuri; para pemimpin gerakan yang ia dukung adalah orang-orang buta huruf. Sebaliknya, para cendekiawan yang paling pintar dan bijak di seluruh negeri, dengan marah menolak ajaran2 dari gerakan baru ini. Ajaran Kristus yang telah disalibkan adalah batu sandungan bagi bangsa Yahudi dan bagi orang Yunani suatu kedunguan. Tidak terdapat nama baik bagi rasul besar dari Gamaliel dalam meletakkan kehormatannya yang gemilang dan menyamaratakan dirinya dengan banyak nelayan yang tidak terpelajar. Ia hanya akan di namakan pembélot dan pengkhianat kepercayaan Yahudi, dan boleh pastikan bahwa pisau berdarah yang telah membunuh Sang Penggembala sekawan domba yang tercecer tak lama lagi akan terhunus melawan dia sendiri. Segala nama baik yang telah ia bangun dengan tekun telah hilang pada saat ia pindah kepada agama yang baru itu, dan mulai saat itu bagiannya hanyalah penghinaan. Ia dianggap sampah dunia dan kotoran dari segala sesuatu. (1 KORINTUS 4:13).
3. Apakah kuasa yang ia buru?
Kita tahu apa yang manusia lakukan untuk memperoleh kedudukan penting dan berkuasa terhadap sesama. Muhammad, para paus, dan banyak lagi yang lain mengedepankan tuntutan2 spiritual untuk dengan demikian mendukung tujuan keduniawian mereka. Bagaimana dengan Paulus? Seluruh kariernya ditandai dengan ketidak-adaannya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Ia tidak mempunyai keinginan akan ambisi keduniawian. Ia tidak mencampuri apa2, ”dalam hal2 pemerintahan ataupun pribadi; ia tidak ikut2-an dengan legislasi, ia tidak membentuk persemakmuran; ia tidak melakukan penghasutan2, ia tidak mengumpulkan kekuatan2 duniawi”. Ia tidak menempatkan dirinya lebih tinggi daripada orang Kristiani yang lain. Ia menganggap dirinya tidak layak disebut Rasul, lebih rendah dari orang suci yang paling rendah, sebagai kepala orang2 berdosa. Mereka yang melakukan pekerjaan yang sama disebutnya “sesama pekerja” dan “sesama hamba”. Bahkan apabila kabar itu disebarluaskan oleh mereka yang memusuhi dia melalui “iri dan perselisihan”, selama Kristus diberitakan, “aku bersukacita, iya, dan aku akan tetap bersukacita”. (FILIPUS 1:18). Ia tidak berlagak menguasai gereja, bahkan yang telah ia dirikan sendiri. Kepada Golongan Paulina di Korintus ia menyerukan,
“ Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau apakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?” (1 KORINTUS 1:13)”
“ Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi YESUS KRISTUS sebagai TUHAN dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus”.
Mereka yang, dengan alasan egois berusaha memperoleh kuasa atas orang lain, “menjilat” dan merayu mereka (seperti umpama dilakukan Absalom). Dengan Paulus tidak ada hal2 demikian. Ia tegur gereja2 tanpa kenal ampun mengenai dosa-dosanya, dan ia tidak ragu2, di mana perlu, untuk mendapatkan ketidaksukaan mereka. Menolak segala kepentingan, dan posisi dan kuasa, ia mengabarkan Kristus serta Ia yang disalibkan, sebagai kepala, dan sembunyi dan mengubur diri di belakang kayu salib. Dunia tidak berart apa2 baginya. “Matanya dia arahkan kepada upah”. (IBRANI 11:26).
4. Apakah motivasinya memuaskan suatu nafsu lain?
Penipu-penipu telah berpura-pura menerima wahyu ilahi sebagai dalih untuk dapat hidup tak bermoral. Apakah demikian halnya di sini? Tidak, karena segala ajaran Paulus sangat berlawanan terhadap tujuan demikian. “Tulisan-tulisannya mengajarkan semata-mata moralitas tinggi, ketaatan kepada para hakim, peraturan dan pemerintah, dengan sangat membenci segala macam kejahatan, kemalasan, atau kelakuan bermoral kendur di bawah jubah agama”. Ketika menulis kepada orang2 Tessalonika, ia mengemukakan tantangannya,
“Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya”. (1 TESALONIKA 2:10).
“Kami tidak pernah berbuat salah terhadap seorangpun, tidak seorangpun yang kami rugikan, dan tidak dari seorangpun kami cari untung”. (2 KORINTUS 7:2).
Seluruh ajaran Rasul ini bernada sangat keras dan tak-berkompromi memusuhi segala hal kecuali ideal yang tertinggi dan tersalèh.
5. Apakah sebuah kebohongan salѐh?
Artinya, apakah Paulus berpura-pura menerima sebuah wahyu agar ia memperoleh martabat untuk memajukan ajaran2 agama Kristiani? Tetapi Agama, justru agama Kristiani adalah satu-satunya hal yang ia ingin tumpas. Untuk menjadi orang Kristen berarti mengundang kebencian, penghinaan, penganiyaan dan kematian keras yang diderita kaum Kristen pada waktu itu. Lalu mengapa perubahan sekonyong-konyong ini di dalam pandangan Paulus sendiri mengenai ajaran2 orang Nazareth yang tak popular itu? Maukah ia menerima “kehilangan segala-galanya” dan bersuka-ria menerima apa yang ia tahu adalah suatu kebohongan? Apakah ia menjalani hidup yang penuh dengan pekerjaan sangat berat untuk membujuk orang lain menderita segala penderitaan duniawi, sedangkan ia mengetahui bahwa di belakang itu semua ia menjalankan suatu khayalan? Itu akan merupakan suatu penipuan yang bukan saja tak menguntungkan, namun juga berbahaya, baik bagi dia yang menipu, juga bagi yang lain yang telah ia tipu. Teori itu membantah dirinya sendiri. Hanya keyakinan yang sangat kuat bahwa ia telah menerima sebuah wahyu ilahi, dapat mendorong Paulus untuk melewati apa yang telah ia sendiri menderita, atau untuk meminta orang lain melakukan hal yang sama.
“Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.” (1 KORINTUS 15:19).
Tetapi, seandainya ia menjalankan suatu penipuan, ia tidak akan dapat melakukannya dengan berhasil baik. Manusia kadang-kadang berlagak aneh. Andaikata Paulus “hanya iseng melakukannya” tanpa alasan apapun yang dapat dibayangkan; maka ia pasti gagal secara memalukan dalam usahanya untuk terus menjalankan penipuan demikian . Umpamanya, ba- gaimana ia dapat menjadi begitu ahli dalam misteri-misteri dan rahasi-rahasia agama baru itu sehingga menjadi otoritas dan rasulnya, jikalau ia harus bergantung untuk pengetahuannya kepada informasi dari pada orang2 yang sangat mengetahui oleh pengalaman pahit bahwa ia adalah musuh mereka yang utama? Hal itu harus datang dengan cara lain, dan ceritanya sendiri membuat hal ini jelas.
“Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus”. (GALATIA 1:12).
Andaikata ia telah mengarang-ngarang cerita reformasinya ia pasti menempatkannya di suatu tempat yang begitu terpencil atau tersembunyi sehingga tidak terdapat saksi2 yang membantahnya (umpama Joe Smith dan piring2 emas dari Buku Mormon). Sebaliknya, mukjizat konversi Paulus, dengan sinar terang dari langit yang melebihi terangnya matahari, di adakan di jalan umum dekat Damaskus; pada siang hari bolong, ketika pancaindera mereka tidak dapat tertipu, dan ketika para serdadu dan komisaris berada dengan dia di tempat itu. Seandainya terdapat sekilas saja penyanggahan, betapa cepat orang2 Yahudi di Damaskus akan menghentikannya dengan pernyataan dari mereka yang saat itu hadir bersama Paulus. Atau – ketika Rasul itu berdiri di tangga istana di Yerusalem dan menceritakan seluruh kejadian tersebut, mengapa para pejabat Yahudi tidak membungkamnya seketika dengan menunjukkan bahwa hal demikian tidak pernah terjadi, dan membuktikannya dengan bukti-bukti yang berlimpah dari para saksi yg kompeten, yang berada bersama dia – jikalau itu tidak benar? Hal itu adalah sesuatu yang terjadi di depan mata dunia, dan akan segera dijadi- kan hal yang diteliti dengan sangat ketat. Dan kebenaran faktanya telah menjadi begitu nyata tak terbantahkan, sehingga menjadi sebuah pengetahuan umum. Orang-orang Yahudi telah mengatakan segalanya yang menyalahkan Paulus, namun masih Paulus menghadap langsung kepada Raja Agrippa disaksikan oleh Festus, mengenai pengetahuan pribadinya tentang kebenaran cerita ini.
“Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin bahwa tidak ada sesuatupun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat terpencil.” (KISAH 26:26).
-“sebuah bukti yang mengagumkan baik tentang terkenalnya perkara itu, juga kejujuran manusianya yang, dengan kepercayaan tak gentar, dapat menghimbau seorang raja untuk bersaksi tentang dia, bahkan ketika ia sedang mengadilinya.” Tambahan lagi, apa sebabnya Ananias pergi menemui seorang musuh demikian di Damaskus, jika ceritanya itu adalah sebuah buatan. Jikalau Paulus seorang penipu, maka seluruh mujizatnya hanyalah akal muslihat atau sunglap. Meskipun demikian, ia, seorang Yahudi yang dihina dan dibenci, menjalankan tugas yang mengejutkan, menarik ke dalam agamanya, orang2 Gentile – mengajar doktrin2 yang mengejutkan setiap prasangka dan yang pasti akan mereka ejek dan cemooh. Berjejer-jejer melawan dia adalah para pejabat dengan politik dan kuasa, para pendeta dengan kepentingan dan kelicikan mereka, masyarakat dengan prasangka dan nafsu mereka, para filsuf dengan keangkuhan dan kebijakan mereka. Dapatkah dia dengan cara permainan sunglap di kehadiran masyarakat yang lihay dan bermusuhan, membuat Elimas si tukang sihir, buta; menyembuhkan seorang pincang di Listra; menyembuhkan wanita peramal di Filipi; mengguncang dengan doa pintu2 penjara hingga terbuka, membangkitkan orang mati dari kuburnya, dll. sehingga ribuan orang jadi masuk agama Kristen dan banyak gereja2 besar dan suci dengan meninggalkan semua dosa dan kecurangan, didirikan di seluruh negeri Roma? Penulis kita memperlihatkan bahwa hal itu tidak mungkin tanpa pertolongan ilahi, dan oleh karena itu ia telah membuktikan
(1) bahwa Paulus bukanlah seorang penipu yang mengisahkan sebuah cerita yang dibuat-buat tentang konversinya, dan
(2) seandainya ia seorang penipu, ia tidak akan berhasil.
2. PAULUS BUKANLAH SEORANG ENTUSIAS YANG MEMPERDAYAKAN DIRINYA SENDIRI
Argumentasi ini mencakup 20 halaman. Apakah Paulus seorang entusias yang kecewa, yang daya khayalnya yang terlalu menyala-nyala telah memperdayakannya sehingga ia membayangkan bahwa benarlah apa yang sebetulnya tidak pernah terjadi? Lord Lyttelton membuat suatu analysis dari unsur2 yang diperlukan bagi seseorang yang termasuk tipe ini. Ditemukannya lima.
(1) Bersifat pemarah.
Meskipun Paulus sangat besar semangatnya, seperti semua orang besar, namun itu selalu dikendalikan oleh kebijaksanaan dan akal sehat. Semangatnya adalah hambanya, bukan tuan dari pertimbangannya. Ia memiliki kebijaksanaan yang prima yang terbukti dari pengendalian-diri. Dalam hal-hal lain ia menjadi “all things to all men”: bagi orang Yahudi ia menjadi seperti orang Yahudi, terhadap mereka yang tidak hidup dibawah hukum ia seperti demikian, terhadap yang lemah ia menjadi lemah semua agar dia dapat memperoleh beberapa (1 KORINTUS 9:19-23). Semangatnya besar dan hangat, tetapi terkendali oleh kehati-hatian dan bahkan oleh kesopanan dan adat istiadat pergaulan, seperti terlihat dalam sikapnya kepada Agrippa, Festus dan Felix, dan bukan semangat buta, tanpa konsiderasi, kurang ajar, yang dimiliki seorang yang entusias.
(2) Mélankholik
Ia menganggap hal ini sebagai sebuah tanda semangat yang tersesat
yang sama sekali tidak ia temukan pada Paulus. Terdapat kesedihan besar mengenai penganiayaannya terhadap gereja yang terdahulu karena ketidaktahuannya namun, tidak terdapat penyesalan2 murung dibebankan pada dirinya sendiri seperti dilakukan oleh orang2 fanatik yang melangkholik. Ia ingin pergi dan berada dengan Kristus, tetapi tidak terdapat hal-hal tak sehat dalam hal itu. Semuanya berdasarkan atas wahyu yang telah ia dapat mengenai anugerah2 yang menunggunya di dalam hidup yang akan datang. Secara taktis ia menghadapi orang2 Athena seraya dengan cerdas mengaku bahwa ia adalah penerjemah “Allah yang tak-dikenal” yang altarNya telah mereka dirikan sendiri. Ia tidak pernah ragu-ragu menghindari ketidakadilan dengan mengemukan hak-hak istimewanya sebagai warganegara Romawi. Ia adalah lawan sangat tepat dari kemurungan. Berada dalam keadaan bagaimana pun juga, ia telah belajar untuk puas. Baik tindakan2nya, tulisan2nya, ataupun sambutan dan salamannya sama sekali tidak menunjukkan sifat melancholia.
(3) Ketidaktahan
Tuduhan ini tidak dapat diujukan kepadai Rasul ini. Dibesarkan di
kaki Gamaliel yang besar, ia ternyata menguasai bukan hanya pengetahuan Yahudi, tetapi juga Yunani (dan Romawi).
(4) Tidak mudah percaya.
Sebagai penduduk Yerusalem, Paulus tentunya tidak asing terhadap kemasyuran mujizat2 yang diadakan oleh Yesus. Ia memiliki kebenaran-kebenaran kebangkitan Tuhan kita, Pentakosta dan semua mujizat yang dilakukan oleh para Rasul sampai pada wafatnya Stephen. Jauh dari mudah percaya, ia telah mengurung jiwanya terhadap segala bukti dan ia menolak untuk percaya. “Tak kurang dari bukti tak terbantahkan dari inderanya sendiri, bebas dari segala kemungkinan adanya keraguan, dapat mengalahkan ketidakpercayaannya.
(5) Kesombongan atau kepongahan
Kesombongan dan fanatisme biasanya terjadi berbarengan. Orang yang berwatak demikian menganggap bahwa karena nilai mereka yang lebih tinggi mereka adalah penerima pemberian dan hadiah2 istimewa dari Allah, dan berdasarkan hal2 ini mereka membual. Di dalam Surat2nya tidak terdapat satupun kata, atau satupun tindakan tercatat selama hidupnya, yang memberi petunjuk dimilikinya sifat2 ini. Apabila terpaksa harus mem- pertahankan pernyataan2 apostoliknya terhadap serangan sembarangan, itu delakukannya dengan efektif namun secara pendek dan dengan banyak meminta maaf harus berbicara demikian dari dirinya sendiri (2 KORINTUS 11: 1-30). Apabila ia mendapatkan wahyu, dengan sangat rendah hati ia tak sebutkan namanya sendiri dan ditutupinya dengan nama orang ketiga. Selama empatbelas tahun ia tetap diam mengenai tanda istimewa dari anugerah ilahi ini.
(2 KORINTUS 12:1-12). Apakah ini merupakan cara bertindak seorang yang sombong? Bukan juga Paulus orang yang menanam, ataupun Apolos yang menyiram, apapun, hanya Allah yang memberi pertumbuhan (1 KORINTUS 3:4-7). Bukan sombong, tetapi sebaliknya ia menulis tentang dirinya sendiri dengan kata2 yang sama sekali meng- hilangkan dirinya. Di mana2 selalu “bukan aku, tetapi kasoh karunia Allah yang menyertai aku”. (1 KORINTUS 15:10). Kerendahan hatinya terlihat di setiap halaman.
(6) Namun sekarang, andaikata dengan suatu cara yang sama sekali tak dapat dijelaskan, Paulus memang telah terhanyutkan oleh semangat pada waktu itu, lalu membohongi dirinya sendiri dengan mengkhayalkan kejadian2 yang terjadi.
Lyttelton menjawab bahwa hal demikian tak mungkin terjadi. Di sini ia menggunakan alasan yang semenjak itu, digunakan dengan efektifnya untuk meniadakan teori visi Renan mengenai kebangkitan Tuhan kita. Dalam keadaan2 demikian orang selalu melihat apa yang mereka harapkan. Sebuah penglihatan yang dikhayalkan akan sesuai dengan apa yang telah terukir di dalam pikiran orang yang bersangkutan. Tujuan Paulus sudah ditentukan dengan pasti. Atas permintaannya sendiri ia telah diberii kuasa untuk penganiaya kaum Kristiani, dan ia sedang di perjalanan dari Yerusalem ke Damaskus untuk melaksanakan tugas ini. Ia menganggap Kristus seorang penipu dan seorang penghujat, yang layak dihukum mati. Seluruh nafsunya menggelora setinggi- tingginya terhadap para pengikut-Nya. Ia mulai perjalanannya ke utara.
“Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan” (KISAH PARA RASUL 9:1)
“… dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota0kota asing” (KISAH PARA RASUL 26:11)
“Terdapat rasa bangga memegang peran yang ia laksanakan dengan sukarela, dan pujian yang ia rasakan diperolehnya di antara para imam besar dan para penguasa yang telah memberinya tugas”. Dalam keadaan demikian seorang entusias liar mungkin saja berkhayal ia mendapat penglihatan, namun penglihatan itu akan mendorongnya untuk terus maju melaksanakan hal yang dari semula akan dilaksanakan. Dengan tidak ada sesuatu yang terjadi untuk mengubah pendapatnya atau membelokkan jalan pikirannya, akan sama mustahil baginya, untuk dalam sekejap, membayangkan penjungkirbalikan yang dicatat di dalam Perjanjian Baru, seperti sebuah sungai deras untuk “membawa sebuah kapal melawan arusnya sendiri”. Dapat ditambahkan pula dan dapat kita bayangkan aliran deras sungai itu sendiri, tanpa sebab apapun, berhenti mengalir, lalu dengan sangat ganas mengalir kembali menaiki tebing gunung yang terjal, sama seperti kita bayangkan seluruh aliran pikiran dan perasaan serta imajinasi Paulus untuk sekonyong-konyong berbalik tanpa sebab apapun. Tak mungkin hal itu terjadi. Dan juga sama mustahilnya bagi mereka yang ada bersama dia, untuk mengalami khayalan yang sama, karena merekapun melihat jahaya yang melebihi matahari di siang hari itu dan mereka mendengar suara dari sorga, meskipun mereka tidak mengerti kata-katanya. Tetapi, andaikata suatu meteor menabrak mereka? Namun, bagaimana menjelaskan kata2 dalam bahasa Ibrani yang Paulus dengar dan dialog selanjutnya? Bagaimana menjelaskan perginya ia ke suatu tempat di Damaskus sesuai dengan perintah yang diberikan di sini? Bagaimana menjelaskan Ananias me- ngetahui, hal mana menyebabkan percakapan mereka? Bagaimana menjelaskan keajaiban setelah tiga hari ketika kebutaan Paulus disembuhkan? Dan bagaimana menjelaskan semua pekerjaan besar dan mujizat2 yang dilakukan Paulus sesudahnya, semuanya disebabkan oleh pengungkapannya yang pertama itu? {Menurut anjuran, barangkali dari Krenkel, seorang professor dari New England dipercaya mengajarkan bahwa pada saat konversinya Paulus semata-mata hanya terserang epilepsi. Tetapi, apakah seluruh rombongan yang bersama-sama dia juga terkena hal sama, pada saat yang sama, karena mereka semua telah melihat sesuatu? Dan tambahan pula, serangan seperti ini atau seperti apapun tidak dapat menjelaskan kebenaran2 dalam perkara ini. Karya hidup Paulus telah menjungkirbalikkan sejara era-nya, dan pengaruhnya dengan kuat masih terasa, di seluruh dunia, setelah hampir dua ribu tahun. Orang hampir tergoda berpikir bahwa bila demikian akibat dari serangan epilepsi, betapa sayangnya bahwa seorang professor seperti ini tidak mendapat serangan serupa. Lalu barangkali dia juga dapat didengar di dunia ini}.
3. PAULUS TIDAK TERTIPU OLEH ORANG2 LAIN
Kemungkinan solusi ketiga ini diselesaikan Lyttelton dengan satu halaman saja. Kecurangan orang2 lain tidak dapat membohonginya, karena,
(1) Secara moral tidak mungkin bahwa para pengikut Kristus dapat memikirkan suatu kecurangan demikian pada saat kemarahan Paulus yang terdahsyat berkobar terhadap mereka.
(2) Secara fisik tidak mungkin mereka berbuat demikian. Dapatkah mereka menga- dakan suatu cahaya yang lebih terang daripada matahari pada tengah hari; membuatnya mendengar suara berbicara keluar dari cahaya itu; membuatnya buta selama tiga hari, lalu mengembalikan penglihatannya dengan sebuah kata, dst. Tidak terdapat orang2 Kristiani di sekitar ketika terjadi mujizat konversinya.
(3) Penipuan apapun tak dapat menghasllkan mujizat2 berikutnya yang telah ia lakukan sendiri dan yang ia sebutkan kembali untuk membuktikan misinya yang ilahi.
4. AGAMA KRISTIANI ADALAH SEBUAH PENGUNGKAPAN ILAHI
Penulis kita menganggap ia telah memberikan cukup bukti untuk menunjukkan
(1) Bahwa Paulus bukanlah seorang penipu yang dengan sengaja mengumumkan hal2 yang ia mengetahui adalah palsu dengan tujuan untuk menipu;
(2) Bahwa ia tidak tertipu oleh khayalan yang terlalu berkobar, dan
(3) Bahwa ia tidak tertipu oleh kejahatan orang lain. Oleh karena itu, hanya jika kita bersedia mengesampingkan menggunakan pemahaman kita dan segala aturan pembuktian dengan mana kebenaran-kebenaran ditetapkan, kita harus menerima seluruh cerita tentang konversi Paulus sebagai kebenaran yang harfiah dan historis. Kita meyakini bahwa itu peristiwa Supranatural, dan agama Kristiani telah terbukti adalah sebuah pengungkapan dari Allah.
Dengan berusaha mengikuti sedekat mungkin naskah asli, namun dengan kebanyakan menggunakan bahasa saya sendiri, saya telah mencoba mengetengahkan inti dari argumentasi Lord Lyttelton yang tak tertandingi, yang telah teranugerahkan kepada beribu-ribu jiwa yang ragu. Semoga kerangka ini dapat menuntun kepada sebuah pemeriksaan yang jujur, karena suatu pemeriksaan demikian akan membawa kepada Dia yang oleh Paulus dilihat di tengah-tengah kemuliaan di dekat pintu gerbang kota Damaskus.
Penerjemah: seorang Ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar