Dalam Efesus 5 ayat 22 Paulus berkata bahwa istri harus tunduk kepada suami, dan di ayat 25 ia berkata bahwa suami harus mengasihi istri. Apakah aturan ini boleh dibalik? Jawabannya, tidak boleh! Apakah aturan ini berlaku untuk suami-istri sepanjang masa? Jawabannya, tentu! Bahkan apapun masalah yang timbul dalam hubungan suami-istri, penyebabnya ialah kalau bukan karena istri kurang tunduk kepada suami, omong satu kata dijawab empat-lima kata, adalah karena suami kurang mengasihi istrinya melainkan ada orang lain yang lebih dikasihinya.
Adakah keluarga yang suaminya pendiam dan kurang mampu atau bahkan tidak bisa memimpin sehingga istrinya memimpin dan memutuskan segala sesuatu? Ada, tetapi itu bukan pola yang Tuhan mau. Itu kekecualian karena ketidakmampuan sang suami. Itu bukan keluarga ideal, atau pola yang Tuhan rancang. Tentu kalau pilot sebuah pesawat mendadak sakit para penumpang tidak keberatan kalau pesawat diambil alih oleh copilot. Tetapi jika itu terjadi dalam keadaan normal maka sang pilot bisa dinilai lalai.
Apakah suami hanya mengasihi istri di rumah saja, dan apakah istri tunduk kepada suami di rumah saja? Tentu tidak, melainkan di semua tempat dan di semua waktu. Berarti sesuai dengan aturan Tuhan, suami harus mengasihi istrinya termasuk saat di gereja demikian juga istri harus tunduk kepada suaminya saat di gereja.
Kini pembaca pasti sudah lebih gampang mengerti firman Tuhan dalam I Tim.2:11-12, "Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri." Ayat Alkitab ini selaras dengan Efesus 5:22-25. Maksud
berdiam diri itu tentu bukan tidak boleh bertanya, atau memberi usul, melainkan MENGAJAR dan MEMERINTAH seperti ditegaskan di dalam ayat itu sendiri.
Pada kitab yang sama, ketika Paulus menuliskan tentang persyaratan seorang penilik jemaat (3:1-8), ia menyatakan bahwa seorang penilik harus suami dari satu istri, dan tidak dibalik menjadi istri dari satu suami. Kemudian ada penekanannya lagi, bahwa yang bersangkutan harus kepala rumah tangga yang baik, yang dihormati oleh anak-anaknya.
Kepada jemaat Korintus yang agak pembangkang, Rasul Paulus menulis, "Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat" (1 Kor. 14:34 ). Bisa jadi di Korintus ada wanita-wanita hebat, yang sangat berbakat dan memiliki sifat kepemimpinan yang lebih dari kaum lelaki. Namun persoalannya bukan seberapa wanita itu bisa bahkan hebat, melainkan Tuhan tidak mau merusak sistemnya.
Kalau gara-gara ada perempuan yang hebat lalu boleh memimpin di gereja, maka itu akan merusak pola Tuhan. Padahal pola Tuhan di rumah tangga itu harus selaras dengan pola Tuhan di gereja demikian sebaliknya. Coba pembaca bayangkan, gereja-gereja yang membolehkan perempuan berkhotbah di kebaktian umum bahkan menjadi gembala, apakah mereka orang yang setia kepada ketetapan Tuhan?
Perempuan Boleh Berkhotbah & Mengajar
Lalu apakah perempuan tidak bisa melayani Tuhan? Tentu bisa. Perempuan boleh berkhotbah di kebaktian Komisi Wanita. Dalam suratnya kepada Titus, Rasul Paulus meminta Titus membimbing wanita tua agar mereka menjadi contoh dan rajin menasihati wanita muda (Tit.2:3-5). Perempuan boleh berkhotbah kepada anak-anak sekalipun anak laki-laki, sama seperti ibu menasihati anak-anaknya, atau kakak menasihati adik-adiknya.
Namun khusus acara berjemaat secara umum (kebaktian umum) dimana banyak laki-laki dewasa di dalamnya, ada suaminya sendiri dan suami orang lain dalam kumpulan jemaat, perempuan harus mentaati firman Tuhan, yaitu tidak memimpin dan mengajar. Ia harus menundukkan diri bukan karena laki-laki tetapi karena Tuhan.
Perempuan juga boleh memberi usulan apalagi bertanya. Yang Rasul Paulus tekankan hanya MENGAJAR dan MEMERINTAH laki-laki dewasa. Mungkin ada yang menyela, "mengapa orang dewasa, tidak ada kata dewasa, kok?" Tanpa perlu menyebutkan pun secara akal sehat dapat ditafsirkan bahwa itu untuk laki-laki dewasa. Sebab kalau seorang ibu tidak boleh mengajar dan menasihati anak-anaknya, dan seorang kakak tidak boleh menegor adik-adiknya yang nakal, maka doktrin kekristenan yang alkitabiah akan jadi ngawur.
Rasul Paulus juga tidak berkata bahwa perempuan tidak boleh mengajar laki-laki memasak, atau mengajar laki-laki memasang kancing bajunya. Terhadap bidang-bidang yang perempuan memang ahlinya, laki-laki yang ingin mempelajari bidang itu harus merendahkan hati untuk diajar perempuan. Mungkin ada perempuan yang jago dalam alat musik tertentu, fasih dalam bahasa tertentu, jika ada laki-laki yang ingin mempelajarinya, tentu harus merendahkan hati untuk diajar oleh perempuan itu. Bahkan jika seorang perempuan diminta memimpin doa atau berkhotbah di antara laki-laki, dia boleh melakukannya setelah ia bertanya, apakah di antara mereka tidak ada yang bisa dan mereka rela dia yang melakukannya. Situasi demikian bisa kita lihat sebagai keadaan rumah tangga yang istrinya lebih hebat dan lebih jago dari suaminya yang inferior. Jelas ini bukan pola yang Tuhan inginkan, melainkan situasi darurat atau abnormal. Laki-laki yang ada di situ harus menyadari bahwa sesungguhnya dialah yang seharusnya memimpin tetapi karena dia tidak mampu maka kini perempuanlah yang memimpin. Dia harus malu di hadapan Tuhan dan manusia.
Berbagai Sanggahan
Akhirnya, marilah kita mematuhi firman Tuhan, dan jangan mengacaukan sistem dan pola Tuhan. Jika pola Tuhan tentang hubungan pria-wanita ini kacau, maka efek sampingnya pasti dahsyat. Keluarga akan kacau seperti keluarga di Eropa dan Amerika, sebagai hasil orang-orang Kristen Liberal yang menganggap diri mereka lebih pintar dari Tuhan. Takutlah akan Tuhan dan tunduklah kepada-Nya. (Anda bisa membaca uraian lengkapnya di buku Wanita Kristen Yang Memuliakan Allah).
Suhento Liauw, D.R.E., Th.D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar