Rabu, 26 Januari 2011

Natal Kristus

Harus diakui bahwa, umat Kristen pada abad pertama tidak merayakan Natal seperti layaknya umat Kristen sekarang. Bagi mereka lebih penting merayakan hari kematian dan kebangkitan Kristus yang dikenal dengan Paskah, dan tidak menghiraukan hari kelahiran-Nya. Namun yang pasti tidak salah merayakan Natal, dan tidak salah juga jika tidak merayakannya. Sebab tidak ada perintah dalam Alkitab untuk merayakan Natal, dan tidak ada larangan untuk merayakan Natal. Asalkan perayaan natal dijadikan momentum untuk menyatakan rasa syukur karena Bapa telah mengirimkan AnakNya yang tunggal lahir dan mati untuk menanggung hukuman dosa kita, sekaligus kesempatan ini dijadikan ajang untuk membagikan berita injil kepada orang lain. Yang harus selalu kita ingat dan hayati setiap kali kita merayakan natal adalah karena dosa kitalah Yesus Kristus lahir ke dunia (Mat. 1:21).

Sejarah 25 Desember



Sejarah gereja mencatat orang-orang Kristen pertama kali merayakan Natal pada tanggal 5 januari tahun 300 abad ke-4. Mulanya gereja ortodox timur merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Kemudian pada akhirnya kelahiran Yesus juga dirayakan secara bersamaan. Tanggal 25 Desember adalah hari raya penyembahan dewa matahari. Sejarah mencatat pada tanggal 25 Desember tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran matahari, sebagai penutup festival saturnalia dari tanggal 17-24 Desember, kerena di akhir musim salju tanggal 25, matahari mulai kembali menampakkan sinarnya dengan kuat. Tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari tanda setia dewa matahari kembali ke Eropa, sehingga musim semi akan segera tiba (lihat: encyclopedia). Masyarakat Eropa begitu antusias merayakan hari penyembahan matahari ini.

Perayaan berhala ini ditentang oleh umat Kristen di Eropa pada waktu itu. Namun dengan adanya pengkristenan secara masal oleh kaisar Konstantin yang memerintah Roma, maka semua rakyat Roma harus menjadi Kristen, meskipun disaat yang sama masyarakat Eropa tetap menyembah dewa matahari. Agama Kristen dijadikan agama Negara ketika Kostantin menjadi Kaisar Romawi. Disinilah awal pengrusakan kekristenan dari dalam. Semua masyarakat pada waktu itu menjadi Kristen bukan karena mereka bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi karena perintah atau dekrit yang dikeluarkan oleh Konstantin pada tahun 313 yang dikenal dengan edict of Milan (lihat: encyclopedia). Barangsiapa yang tidak mengindahkan perintah kaisar akan dihukum mati. Di sinilah cikal bakal terbentuknya Gereja Roma Katolik yang diikuti oleh tradisi pembaptisan anak.

Para pejabat, dukun, tukang sihir, peramal dan penyembah berhala ikut-ikutan menjadi Kristen tanpa mengerti kebenaran. Kenyataan ini mendorong para pemimpin gereja waktu itu mengalihkan penyembahan berhala yang semula dirayakan pada tanggal 5 Januari oleh seluruh masyarakat Eropa menjadi perayaan Natal Kristus, Pada tahun 354 AD, Gereja Katolik di bawah pimpinan Paus Liberius, 25 Desember menjadi hari perayaan lahirnya Yesus Kristus, menggantikan hari penyembahan dewa matahari. Perayaan Natal pada tgl 25 Desember kemudian menjadi tradisi gereja Roma Katolik dan susul oleh sebagian besar umat Kristen di dunia sampai saat ini. Walaupun demikian dikalangan kekeristenan terbagi tiga kelompok dalam menyikapi soal Natal.

Ada kelompok yang terus merayakan Natal setiap tanggal 25 Desember. Kelompok ini adalah tipe apa kata pimpinan (sinode) ya, ikut saja. Ada juga kelompok yang tidak mau ikut-ikutan tradisi yang diyakini salah dan tidak sesuai dengan Alkitab maupun sejarah. Kelompok ini merayakan Natal di bulan Juni-Juli dan September dengan sangat sederhana dan penuh khidmat.

Dan kelompok yang ketiga adalah kelompok yang sama sekali tidak mau merayakan Natal Kristus. Saksi Yehuwa dan beberapa gereja memilih tidak merayakan Natal. Kelompok ini terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum meneliti kebenaran secara saksama. Mereka tersandung dengan cara-cara orang Kristen pada umumnya yang merayakan Natal dengan kemewahan dan pesta pora. Akibatnya mereka menyamakan semua perayaan-perayaan Natal. Bahkan ada dari mereka dengan konyol menyamakan perayaan kelahiran Yesus dengan perayaan ulang tahun kita, yakni bertambahnya usia kita.

Pertanyaan-pertanyaan bodoh sering dilontarkan mereka, “jika ulang tahun Yesus dirayakan, sudah berapa umur Yesus?”. Kita merayakan Natal bukan karena umur Yesus bertambah lagi, tapi suatu ungkapan syukur bahwa Tuhan telah rela menjadi manusia untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dia Tuhan mau menjadi manusia hina menanggung hukuman dosa-dosa kita. Tentu, ungkapan syukur ini tidak hanya muncul ketika natal, melainkan setiap hari bahkan setiap saat kita patut bersyukur bahwa Yesus telah lahir untuk kita. Hanya perintiwa yang teramat penting ini akan sangat bermakna apabila seluruh orang percaya merayakan bersama-sama kelahiran Kristus agar seluruh dunia mendengar dan tahu bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat semua orang.

Kapan sesungguhnya Yesus lahir? Alkitab mencatat Yesus dikandung pada bulan ke-enam menurut kalender Yahudi yaitu jatuh pada bulan September, Luk 1:26 (bulan pertama Yahudi yaitu bulan Maret-April). Anda tinggal menghitung, jika Yesus dikandung bulan September, kapankah Ia dilahirkan? Kemudian, ketika Yesus dilahirkan, ada gembala-gembala yang tinggal untuk menjaga dombanya di padang. Mungkinkah ada gembalah yang nekat menjaga dombanya pada musim dingin yang suhunya di bawa nol derajat Celsius? Tidak mungkin. Domba pun tidak mungkin ada di sana, apalagi gembalanya. Masih banyak lagi fakta sejarah dan kebenaran Alkitab yang membuktikan bahwa Yesus Kristus lahir bukan pada bulan Desember.

Kemungkinan besar Yesus Kristus dilahirkan pada bulan Juni-Juli. Di Israel, bulan Mei sampai Oktober adalah musim panas (Lihat: Bible Almanac). Di bulan ini baik sekali dilakukan perjalanan jauh, dan pada bulan ini juga para gembala domba sedang berada di padang. Sangat jelas tidak mungkin Yesus dilahirkan bulan Desember. Orang Kristen yang alkitabiah tidak boleh mengimani bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember. Sebagian besar orang Kristen yang merayakan Natal pada tanggal 25 Desember disebabkan karena sikap yang tidak kritis dan ikut-ikutan tradisi saja. Tetapi jika Anda mengasihi Tuhan dan mencintai kebenaran, maka Anda harus memilih kebenaran (2 Kor 13:8). Kita harus meninggikan Alkitab di atas tradisi.

Istilah Christmas

Istilah Christmas berasal dari Gereja Roma Katolik yang diambil dari kata latin “Cristes maesse” yang berarti misa Kristus, yaitu pengulangan peringatan penebusan tubuh Kristus dan darah Yesus. Sedangkan kata Natal berasal dari bahasa Portugis, yang artinya “kelahiran”. Jelas sekali bahwa kata Christmas dengan Natal sangat berbeda. Natal adalah merayakan kelahiran Yesus Kristus, sedangkan Christmas adalah pengulangan peringatan penebusan tubuh Kristus dan darah Yesus.

Jika kita membaca Alkitab, jelas sekali bahwa penebusan Kristus telah lunas dan tidak perlu lagi di ulang-ulang lagi atau misa (Ibr. 9:28). Kristus tidak tergantung lagi dikayu salib dan tidak ada lagi pengorbanan untuk kedua kali (misa). Kristus mati sekali untuk selama-lamanya. Dan Ia telah bangkit dan telah naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada-Nya. Itu sebabnya lambang salib umat Katolik dengan umat Kristen berbeda. Yesus Kristus masih tergantung disalib umat Katolik, tapi bagi umat Kristen Yesus tidak lagi mati tersalib sebab Dia telah bangkit dari antara orang mati dan telah mengalahkan maut. Oleh sebab itu orang Kristen yang alkitabiah tidak boleh menggunakan kata misa.

Pohon Terang

Mengapa ada pohon terang diperayaan Natal? Sejarah tidak mencatat kapan persisnya pohon Natal itu muncul. Namun ada makna dibalik pohon Natal tersebut. Ada beberapa kelompok menuduh bahwa kekristenan menyembah dewa pohon, tetapi tidak ada data sejarah yang mendukung hal itu.

Pohon Natal yang sering kita lihat di film Home Alone, Mr. Bean, adalah jenis pohon Den (tanne baum) yang melambangkan kekekalan atau keabadian. Dalam iklim 4 musim seperti di Eropa dan Amerika dimana umumnya pohon-pohon mengalami perubahan sesuai dengan iklim yang terjadi, yaitu musim salju (pohon gundul), musim semi (pohon mulai bertunas), musim kemarau (pohon daunnya berbunga), musim gugur (pohon daunnya berguguran).

Namun tidak demikian halnya dengan pohon Den. Pohon Den merupakan pohon yang tetap hijau sepanjang ke-4 musim itu. Ini menunjukan simbol kekekalan di tengah ketidakkekalan pohon-pohon lain, dan kemudian dijadikan lambang bahwa kebenaran Tuhan Yesus menggambarkan ajaran yang kekal dan abadi di tengah dunia yang berubah-ubah dan tidak kekal. Karena pohon Den adalah lambang atau simbol kekekalan, maka modernisasi pohon natal dengan mengganti pohon Den dengan pohon yang lain, tentu kurang bermakna dan keliru.

Sementara itu hiasan Natal berkembang kemudian pada abad ke-18, ketika itu umat Kristen di barat merasa tidak cukup lagi hanya dengan pohon Den, dan perlu ditambah dengan pernak-pernik serta asesoris lainnya. Sejak saat itu dan sampai hari ini suasana kesederhanaan Natal tertutup dengan pesta pora Natal dengan segalah hiasan dan pestanya yang mewah. Pada akhirnya Natal Kristus kehilangan arti dan maknanya.

Santa Claus

Mulanya figur Santa Claus tidak ada dalam perayaan Natal, namun pada abad ke-11, Santo Nikholas, menurut legenda adalah seorang uskup yang baik dan suka membagi-bagikan hadiah pada anak-anak pada malam tgl 5 Desember. Legenda ini diadopsi di Belanda sebagai “Sinter Klass” yang dirayakan pada tanggal 5 Desember, dan kemudian di Amerika berubah menjadi figur Santa Claus, yg pada malam Natal menaiki kereta salju penuh dengan hadiah, ditarik oleh 8 ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah kepada anak-anak di seluruh dunia.

Figur Santa Claus yang berkembang di Amerika Serikat merupakan berpaduan antara legenda Santo Nikholas yang dicampur adukkan dengan Dewa Odin yang disembah orang Norwegia. Santa Claus digambarkan sebagai orang tua yang murah senyum dan berjanggut putih berpakaian baju merah dengan kerpus merah di kepalanya. Orang Kristen yang cinta kebenaran seharusnya menolak tegas “Santa Claus” dari perayaan Natal.

Sungguh sebuah tragedi besar dalam Kekristenan. dimana Iblis telah berhasil menyusup dalam perayaan Natal. Ia berhasil memerankan tokoh Sinter Klass yang selalu dinanti-nantikan orang. Sebaliknya, Kristus telah tereliminasi dari perayaan Natal. Sinter Klass telah menjadi tuhan dan tokoh utama dalam perayaan Natal tanpa menyadari siapakah Sinter Klaus itu. Setiap Perayaan Natal selalu ada Sinter Klass (Dewa berhala). Sepertinya kurang afdol jika tidak ada Sinter Klass dalam perayaan Natal. Natal telah menjadi identik dengan Sinter Klass.

Jika anda mengasihi Tuhan, anda harus tegas menolak Sinter Klass dari perayaan Natal. Anda harus mengajarkan kepada anak-anak anda bahwa figure Santa Claus yang bisa terbang menembus awan dan mengantarkan hadiah-hadiah kepada anak-anak di seluruh dunia kapan saja bukanlah kebenaran. Hanya Tuhan yang bisa itu. Yesus jawaban atas semua masalah kita, dan kapan saja Dia siap menolong kita.

Perayaan Natal yang Alkitabiah

Natal adalah suatu perjalanan terjauh dan tidak terukur dari surga ke bumi. Natal,juga sebuah kerelaan terhina yang tak bisa dipahami akal manusia, yaitu Allah yang suci menjadi manusia yang hina. Natal itu “turba” (turun ke bawah) yang sejati, bukan “turba” model para pejabat tinggi yang penuh tipu daya, serta promosi diri, yang pura-pura merendah padahal supaya dipuji, dan berharap terangkat tinggi. Natal juga bukan berpesta-pora, mengadakan bazzar Natal, Christmas carol, konsert ini dan itu. Natal itu membuat kita menangis, karena Yesus rela melepas keillahiannya untuk datang ke dunia. Tetapi natal juga membuat kita bahagia karena Yesus bersama dan memeluk kita. Dengan demikian, Natal adalah absolut paradoks, karena di sana ada tangis dan tawa, ada duka dan bahagia sekaligus.

Merayakan natal adalah tindakan rasa syukur atas Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan. Ini adalah peristiwa yang sangat agung dan mulia. Hari kelahiran Kristus adalah hari di mana Allah yang agung dan mulia meninggalkan kemuliaannya dengan menghampahkan diri menjadi manusia (Filipi 2:5-7). Penghampaan diri yang dilakukan pribadi Allah yang kedua itu sedemikian drastis, karena bukan hanya menjadi manusia saja bahkan menjadi manusia yang paling hina. Ia dilahirkan disebuah kandang, bukan disebuah gua. Hampir tidak ada manusia yang sedemikian miskin dan hina sehingga ia dilahirkan di sebuah kandang. Hal ini menunjukan bahwa ia bermaksud menyelamatkan manusia yang paling hina sekalipun. Yesus tidak mau ada orang yang berpikir bahwa dirinya terlalu hina atau terlalu berdosa untuk mendapatkan anugerah keselamatan. Sebaliknya Tuhan tidak dapat menyelamatkan orang yang menganggap dirinya terlalu berharga dan penting untuk datang pada-Nya.

Tentu dibutuhkan kerendahan hati bagi orang kaya, orang terpandang, pejabat untuk datang menyembah seorang bayi yang terbaring disebuah palungan dalam kandang yang kotor dan bau. Oleh sebab itu tidak salah Yesus berkata bahwa orang kaya sukar masuk sorga. Seperti seekor unta masuk ke dalam lobang jarum. Mengapa? Bukan kekayaannya yang menghalanginya masuk sorga, tetapi kesombongannyalah yang menghalanginya. Lebih parah lagi orang miskin tapi sombong. Yang demikian ibarat gajah masuk lobang jarum. Perayaan Natal akan sangat bermakna kalau yang merayakannya memahami makna Natal yang sebenarnya. Yesus Kristus lahir karena dosa-dosa kita, dan mati di kayu salib untuk menyelamatkan kita orang berdosa. (by Gbl. Alki Tombuku)

Tidak ada komentar: